x

Iklan

Rahmat Maulana Sidik

Writer, Blogger, Reseacher, Leader, Human Right Defender
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pengalihan Isu

Puisi Sukmawati hanya pengalihan isu supaya masyarakat tidak ribut dan mempersoalkan penandatanganan Jokowi atas Perpres No. 20 Tahun 2018 tentang TKA.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Puisi Sukmawati hanya pengalihan isu supaya masyarakat tidak ribut dan mempersoalkan penandatanganan Jokowi atas Perpres No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Sebagaimana tahun lalu juga demikian, ketika masyarakat teralihkan dengan isu SARA, maka disitu pula Pemerintah memperpanjang kontrak PT. Freeport hingga 2041. Ini yang disebut oleh Talcott Parsons dengan "teori pengalihan isu" penguasa dengan maksud mengalihkan isu-isu strategis dengan membuat isu sektoral. Sehingga membuat masyarakat bertumpu hanya pada satu isu sektoral.

Poin-poin isi Perpres No. 20 Tahun 2018, diantaranya:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertama, Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dilakukan oleh Pemberi Kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri.

Kedua, Setiap Pemberi Kerja TKA, menurut Perpres ini, wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia.

Ketiga, Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA.

Keempat, TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri,” bunyi Pasal 4 ayat (1,2) Perpres.

Kelima, Pemberi Kerja TKA pada sektor tertentu dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA yang lain dalam jabatan yang sama, paling lama sampai dengan berakhirnya masa kerja TKA sebagaimana kontrak kerja TKA dengan Pemberi Kerja TKA pertama.

Keenam, Adapun jenis jabatan, sektor, dan tata cara penggunaan TKA sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri (Menteri Tenaga Kerja).

Ketujuh, Setiap Pemberi Kerja TKA yang menggunakan TKA harus memiliki RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, dan sedikitnya memuat: a. alasan penggunaan TKA; b. jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan; c. jangka waktu penggunaan TKA; dan d. penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan.

Kedelapan, Pemberi Kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA yang merupakan: a. pemegang saham yang menjabat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Pemberi Kerja TKA; b. pegawai diplomatik dan konsuler pada perwakilan negara asing; atau c. TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh pemerintah,” bunyi Pasal 10 ayat (1) Perpres.

Kesembilan, Untuk pekerjaan yang bersifat darurat dan mendesak, menurut Perpres ini, Pemberi Kerja TKA dapat mempekerjakan TKA dengan mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari kerja setelah TKA bekerja. Selanjutnya, pengesahan RPTKA akan diberikan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

Kesepuluh, Pemberi Kerja TKA yang akan mempekerjakan TKA menyampaikan data calon TKA kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk, yang meliputi: a. nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir; b. kewarganegaraan, nomor paspor, masa berlaku paspor, dan tempat paspor diterbitkan; c. nama, jabatan, dan jangka waktu bekerja; d. pernyataan penjaminan dari pemberi kerja TKA; dan e. ijazah pendidikan dan surat keterangan pengalaman kerja atau sertifikasi kompetensi sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki TKA.

Kesebelas, Menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan notifikasi penerimaan data calon TKA sebagaimana dimaksud kepada Pemberi Kerja TKA paling lambat 2 (dua) hari kerja dengan tembusan Direktorat Jenderal Imigrasi,” bunyi Pasal 14 ayat (3) Perpres.

Keduabelas, Setiap TKA yang bekerja di Indonesia wajib memiliki Visa Tinggal Terbatas atau Vitas untuk bekerja, yang dimohonkan oleh Pemberi Kerja TKA atau TKA kepada menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia atau pejabat yang ditunjuk, dengan melampirkan notifikasi dan bukti pembayaran. 

Ketigabelas, Dalam hal permohonan pengajuan Itas sekaligus dengan permohonan Vitas, menurut Perpres ini, proses permohonan pengajuan Itas dilaksanakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, yang merupakan perpanjangan dari Direktorat Jenderal Imigrasi.

Keempatbelas, Izin Tinggal bagi TKA untuk pertama kali diberikan paling lama 2 (dua) tahun, dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 21 ayat (3) Perpres.

Kelimabelas, Setiap Pemberi Kerja TKA wajib menjamin TKA terdaftar dalam Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi TKA yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan dan/atau polis asuransi di perusahaan asuransi berbadan hukum Indonesia.

(isi Perpres sebagaimana dilansir pada laman website setkab.go.id).[1]

Poin yang merugikan pencari kerja dalam negeri akibat terbit nya Perpres aquo adalah pertama, terbuka pintu bagi tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia melalui payung hukum Perpres No. 20 tahun 2018 ini.

Sementara, tercatat angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) dalam setahun terakhir, bertambah 10 ribu orang, dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 11,41 persen. Dan hingga tahun 2017 TPT Februari 2017 sebesar 5,33 persen.[2]

Kedua, terbuka lebar bagi tenaga kerja asing untuk menduduki jabatan tertentu dalam sebuah perusahaan, bila jabatan itu belum mampu diisi oleh tenaga kerja domestik.

Ketiga, Perpres a quo membuat para pemodal (investor asing) semakin berkuasa untuk menduduki jabatan strategis dengan syarat menanamkan saham dalam sebuah perusahaan yang ia jabat.

Keempat, tenaga kerja asing hanya dilarang menduduki jabatan personalia dan jabatan tertentu yang akan diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Perpres aquo. Hal itu berarti, Perpres a quo hendak membuka kesempatan untuk tenaga kerja asing menduduki jabatan apapun selain jabatan personalia.

Kelima, Perpres aquo membuka peluang bagi tenaga kerja asing untuk menduduki jabatan yang sama (misal: jabatan HRD) pada dua atau tiga perusahaan di Indonesia. Bahkan, bisa lebih dari itu (sebagaimana disebutkan dalam poin 5 pada tulisan ini).

Keenam, dalam Perpres aquo, tenaga kerja dalam negeri semakin sempit peluang untuk mengungguli jabatan atas tenaga kerja asing, karena dalam pengajuan tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia harus menunjuk tenaga kerja dalam negeri hanya sebagai pendamping bagi tenaga kerja asing (sebagaimana disebutkan dalam poin 7).

Ketujuh, pekerjaan dalam kondisi darurat justru TKA yang lebih diutamakan untuk dipekerjakan ketimbang tenaga kerja dalam negeri dengan mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari kerja setelah TKA bekerja (sebagaimana disebutkan dalam poin 9).

Kedelapan, semakin besar peluang TKA bekerja di Indonesia tanpa harus memiliki RPTKA yang diajukan kepada Menteri Tenaga Kerja, dengan syarat pemberi kerja itu sebagai: a. pemegang saham yang menjabat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Pemberi Kerja TKA; b. pegawai diplomatik dan konsuler pada perwakilan negara asing; atau c. TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh pemerintah,” bunyi Pasal 10 ayat (1) Perpres.

Kesembilan, berpeluang bagi tenaga kerja asing melakukan ekspansi dan menguasai wilayah di Indonesia melalui izin terbatas (Itas) selama dua tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan (bunyi Pasal 21 ayat (3) Perpres).

Kesepuluh, ada penekanan asas non-diskriminasi yang menjadi pintu masuk lebar bagi tenaga kerja asing untuk mengakses jaminan sosial yang berbadan hukum di Indonesia. Padahal, jaminan sosial bagi tenaga kerja dalam negeri belum terjamin hak nya baik dari segi kesehatan maupun jaminan ketenagakerjaan bahkan jaminan pensiun.

Kesepuluh analisis itu, yang menjadi problem utama bagi pekerja dalam negeri semakin terseok-seok dalam mencari peluang kerja akibat lahirnya Perpres No. 20 Tahun 2018.

Disamping itu, terbuka nya tenaga kerja asing karena penandatangan Indonesia terhadap perjanjian ASEAN CHINA Free Trade Agreement yang disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004[3] dan Perjanjian ATIGA (ASEAN Trade In Goods Agreement) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2010[4].

Indonesia telah mengikatkan komitmen dan tidak berhati-hati dalam membuka peluang tenaga kerja asing melalui perjanjian-perjanjian dagang dan investasi yang telah ditandatangani sepihak oleh Pemerintah Indonesia.

Dengan maksud, untuk melakukan pembukaan akses pasar, barang, jasa dan investasi asing masuk ke Indonesia. Keadaan ini akan semakin buruk bila proteksi negara semakin lemah dan memposisikan diri dibawah investor karena pengikatan perjanjian internasional. Sehingga, mengakibatkan lemahnya perlindungan domestik di setiap sektor, baik UMKM, jasa, barang, dan zona-zona investasi asing di dalam negeri.



[1] http://setkab.go.id/inilah-perpres-nomor-20-tahun-2018-tentang-penggunaan-tenaga-kerja-asing/

[2] Data Badan Pusat Statistik (BPS) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

[3] Ratifikasi Pengesahan Perjanjian ACFTA (ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT) dengan Keputusan Presiden No. 48 Tahun 2008.

[4] Ratifikasi Pengesahan Perjanjian ATIGA (ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT) dengan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2010.

Ikuti tulisan menarik Rahmat Maulana Sidik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler