x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Peluang Anda Merdeka Sekarang

Merdekakan diri Anda dari penjara pikiran agar lebih efektif memimpin.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Achieving Personal Mastery for Now

Mohamad Cholid

Practicing Certified Business and Executive Coach.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

“Why should you make the pleasant world your narrow prison?” – Shams Tabrizi.

(Shams Tabrizi dikenal sebagai guru dan sahabat spiritual Jalaluddin Rumi).    

 

Tiap hari 353,000 bayi lahir di dunia, demikian estimasi UNICEF. Apakah Anda sependapat, pada awal memasuki kehidupan dunia, bayi-bayi tersebut merupakan mahluk-mahluk yang merdeka?

Bayi yang lahir di pelosok Papua, atau Botswana, atau yang lahir di klinik mewah di Singapura atau Jakarta, atau New York, semua sama, ibarat komputer yang belum dipasangi sistem operasi. Belum ada software yang installed. Lihatlah mata bayi-bayi usia satu dua tahun saat mereka tertawa, atau saat mereka melihat hal baru yang memikat. Pandangan bening mereka memperindah kehidupan. Bukankah dunia ini juga menjadi tempat yang indah dan menyenangkan saat kita mendengar tawa balita yang berderai?

Lingkungan pertumbuhan, edukasi keluarga, gaya hidup orang tua, dan proses pendidikan di sekolah sampai universitas, dan semua unsur dalam interaksi antar manusia, yang membuat mereka kemudian saling berbeda. Bawah sadar mereka dibajak oleh sistem sosial, budaya, ekonomi, hiruk-pikuk politik, dan cetakan pikiran lainnya sesuai lokasi geografis dan perilaku masyarakatnya.

Saat memasuki dunia profesi, karena di zaman knowledge worker ini banyak model pelatihan -- utamanya ketrampilan teknis sesuai industri masing-masing, bahkan program edukasi manajemen -- yang setara, anak-anak yang tumbuh dewasa secara berbeda itu memasuki jejaring nasib yang sama. Berdasarkan perspektif Sumber Daya Manusia (SDM) atau pun human capital, para tenaga profesional mayoritasnya kemudian terkomoditisasi.

Tekanan commoditization para tenaga profesional makin keras di era globalisasi ini. Dengan kata lain, begitu Anda tidak memiliki keistimewaan, posisi Anda sangat replaceable. Banyak orang lebih kompeten dapat menggantikan Anda.

Tugas para eksekutif dan leaders adalah menjadikan diri masing-masing memiliki keistimewaan, an authentic leadership model. Di sini pentingnya setiap orang perlu mengembangkan principle dan personal values yang jadi pegangan hidup dan panduan menjalankan profesinya. Supaya jelas life purpose masing-masing.

Benefit upaya ini selain untuk diri sendiri juga penting ketika kita mengajak tim melakukan perubahan. Mengubah diri sendiri dulu, meningkatkan kompetensi, baru memimpin tim lebih progresif – sesuasi values yang diyakini.

Di tahap ini kesungguhan Anda mendapatkan ujian.

Proses perubahan tersebut sering kali melalui perturbation, tahapan tidak nyaman. Bagi orang-orang yang ogah-ogahan keluar dari zona nyaman, merasa pencapaiannya saat ini merupakan teritori yang harus dipertahankan, bersikap defensif, maka proses membangun diri akan seperti melakukan rebooting the operation system, uninstall program-program lama yang tidak relevan, mengganti dengan sistem baru sesuai dengan tantangan sekarang.

Sesungguhnya itu proses untuk merdeka dari penjara pikiran sendiri, batasan yang sering menyebabkan seseorang tidak efektif, terganggu oleh perilaku yang stigmatized, bias, mungkin juga hipokrit (rasionalisasi menunda perbaikan diri).

Penjara pikiran itu terbentuk sebagiannya akibat bawah sadar sudah bertahun-tahun disandera oleh proses dehumanizing hasil rekayasa manusia sendiri. Di antaranya mengkotak-kotakkan diri berdasarkan batasan-batasan semu, hidup tergantung pada mitos-mitos, berhala-berhala baru – indikasinya, perilakunya bertentangan dengan ajaran agama apa pun yang berdasarkan wahyu Tuhan.

Penjara pikiran yang menimbulkan perilaku tidak efektif dan menghambat operasional organisasi bisnis dan non-bisnis dapat kita lihat dalam bentuk semangat silo, ego divisi, ego jabatan, birokrasi tanpa dilandasi nilai-nilai, dan menggunakan diskresi dengan sembrono. Ke dalam, perilaku semacam itu dapat menimbulkan bottleneck, banyakurusan terhambat. Dampak keluar, bisa merugikan konsumen dan pemasok.

Contohnya, ada pejabat suatu pemerintah daerah dengan alasan pergi umroh telah menunda pembayaran ke vendor – dia kelihatan beribadah tapi menimbulkan penderitaan bagi pemasok yang sudah merampungkan kewajibannya. 

Maka pertanyaan Shams Tabrizi tetap sangat relevan, “Kenapa dunia yang menyenangkan ini mesti Anda jadikan penjara diri yang sempit?

Manusia-manusia yang tidak bisa mengelola ego, berperilaku defensif, dan pikirannya cupet (terkungkung mitos, pandangan bias, iri), rupanya telah ikut membuat dunia jadi sumpek. Padahal Tuhan telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan, untuk mengembangkan diri dan membangun kehidupan menjadi lebih bermakna.

Bagi eksekutif dan para leaders yang sungguh-sungguh ingin merdeka dari perilaku tidak efektif, merdeka dari jebakan commoditization, mengembangkan authentic leadership model sehingga tetap relevan menghadapi globalisasi, sudah ada jalan yang sistematis untuk itu. Asal konsisten. Berani merambah wilayah pemikiran dan tindakan baru, rendah hati, dan disiplin.

Leadership matters most. Dr. Marshall Goldsmith bekerja sama dengan 18 orang thought leaders, lebih dari 500 CEO dan senior HRD managers, telah melakukan survei melibatkan 200 organisasi dari berbagai industri di enam benua untuk mendapatkan jawaban akurat, kompetensi apa saja yang diperlukan untuk menjadi leader yang efektif mengatasi tantangan Abad 21.

Dari hasil survei tersebut tervalidasi 15 kompetensi yang sepantasnya dimiliki oleh para leaders di lingkungan bisnis internasional  -- saat ini, organisasi mana yang bisa menghindar dari globalisasi? Ke-15 kompetensi tersebut menjadi bagian dari program Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching.

Terkait dengan tulisan kali ini, merdeka dari penjara pikiran sempit, kompetensi yang relevan adalah Achieving Personal Mastery. Di kompetensi ini para leaders memerlukan “a high degree of self-awareness to monitor their own behavior and leverage their personal strengths.” Orang-orang yang merdeka pikirannya dan terbuka hatinya tentu dapat meraih tahap itu.

Kapan saat terbaik untuk mengembangkan kompetensi Achieving Personal Mastery, menjadi pribadi baru yang pantas memimpin perubahan organisasi meraih hasil lebih baik? Tentunya ya sekarang.     

 “The past is an interpretation. The future is an illusion. If you want to experience eternal illumination, put the past and the future out of your mind and remain within the present moment,” kata Shams Tabrizi. 

 

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Coaching.

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(www.nextstageconsulting.co.id)   

 

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB