x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Darurat Miras yang Merenggut Anak-anak Muda

Korban tewa akibat miras yang berjumlah puluhan orang berada dalam rentang usia produktif, rata-rata di bawah 30 tahun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pernahkah pemusnahan minuman keras (miras) menjadi agenda nasional? Hingga kini, rasanya tidak. Bahkan ketika tragedi miras di Cicalengka, Bandung, sejak Jumat lalu telah merenggut 20 jiwa pun (bahkan CNN Indonesia melaporkan bahwa 31 orang meninggal hingga Selasa, 10 April, pagi)—serta 58 orang lainnya masih dirawat, tidak ada perhatian dari tingkat nasional. Padahal, pada waktu yang sama di Majalaya 3 orang terenggut nyawanya dan 3 orang dirawat, serta di Palabuhanratu, Sukabumi, 5 orang meninggal dan beberapa orang dalam perawatan intensif; juga oleh miras oplosan.

Para elite sibuk berbicara tentang agenda pilpres dan pilkada, pembangunan infrastruktur, utang berskala sangat besar, dan topik-topik ‘melangit’ lainnya. Para elite kurang sekali menaruh perhatian pada persoalan nyata yang dihadapi rakyat sehari-hari: sulitnya memperoleh pekerjaan dan penghasilan, tekanan ekonomi, serta makin jauhnya harapan untuk ‘hidup bahagia’.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Entah apakah miras sudah berkembang jadi bagian dari ‘gaya hidup’, khususnya masyarakat kelas bawah, namun setidaknya miras telah jadi pelarian dari makin jauhnya harapan untuk ‘hidup bahagia’. Korban miras ini berada dalam rentang usia produktif, rata-rata di bawah 30 tahun. Seorang korban yang selamat bahkan baru berumur 14 tahun.

Dalam pekan yang sama, hanya di tiga daerah itu saja, sudah 28 remaja dan anak muda meninggal karena menenggak miras—belum lagi di daerah lain, yang dilaporkan media ataupun tidak. Janganlah berbicara dalam bingkai statistik dengan membandingkan jumlah itu dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta. Kematian 28 anak muda itu sebuah kehilangan yang patut disesali, oleh karena pemicunya adalah miras.

Miras, terlebih lagi yang oplosan, dibuat oleh orang-orang yang tidak mengerti dan (lebih penting lagi) tidak peduli terhadap efek buruk yang ditimbulkan oleh oplosan buat mereka. Efek itu bukan hanya memabukkan, tapi merenggut nyawa. Di saat yang sama, konsumennya pun tidak mengerti atau juga tidak peduli terhadap akibat yang ditimbulkan dari minum miras. Ketika nyawa mereka terenggut, mereka sudah tidak menyadari; sedangkan yang belum terenggut mungkin tidak segera menyadari.

Elite nasional (pemerintah, anggota legislatif, dsb) tidak cukup punya perhatian pada isu-isu nyata yang dihadapi masyarakat, seperti miras oplosan. Tak heran bila penanganannya cenderung sporadis dan belum menjadi agenda nasional dengan program pemusnahan yang sistematis. Miras masih dianggap sebagai persoalan lokal dengan penanganan yang bersifat temporer.

Kesadaran bahwa miras telah menggerogoti sumberdaya manusia kita masih kurang. Masyarakat yang dihadapkan pada tekanan ekonomi menjadi semakin rapuh ketika digerogoti oleh miras. Kerapuhan ikatan sosial di antara warga juga membuat masyarakat umumnya tidak punya cukup keberanian untuk bertindak ketika mengetahui ada pengoplos miras di lingkungan mereka.

Korban-korban yang berjatuhan di Cicalengka, Palabuhanratu, maupun Majalaya itu seharusnya cukup untuk memantik kesadaran kita bahwa peredaran miras di masyarakat sudah dalam kondisi darurat: mendesak untuk segera ditangani, bukan secara sporadis (apa lagi hanya sekedar untuk menunjukkan bahwa sebuah kios pengoplos berhasil dihancurkan), tapi secara sistematis. Kerugiannya sangat besar ketika anak-anak muda usia produktif itu meninggal mengenaskan karena lari kepada miras. **

 

 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB