x

Iklan

Nizwar Syafaat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

RE-DIFINISI SWASEMBADA PANGAN INDONESIA

Perlunya dilakukan re-definisi swasembada pangan dari regim benua kepada regimkepulauan agar swasembada pangan menjadi terjamin

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada dua regim swasembada pangan, yaitu regim wilayah benua dan regim wilayah kepulauan.  Swasembada pangan regim benua menganut sistim produksi (sumber pangan) dan pola konsumsi  lebih homogen dibanding swasembada pangan regim kepulauan.  Indonesia saat ini menganut swasembada pangan regim benua dimana sumber pangan dan pola konsumsi homogen  di seluruh pelosok Indonesia.  Pada awalnya masing-masing  daerah di Indonesia memiliki sumber pangan pokok dan pola konsumsi yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi sumberdaya pagan yang dimiliki masing-masing daerah.  Kondisi itu hilang karena negara menganut regim swasembada pangan benua yang ekspansif. Sampai saat ini, Indonesia gagal mengembangkan sumber pangan yang beragam masing-masing daerah sesuai dengan karakteristik Indonesia yang berada pada wilayah kepulauan beriklim tropis dengan keberagaman pangan dan keberagaman konsumsi yang tinggi masing-masing daerah. Dampaknya adalah pencapaian swasembada pangan mahal dan berkelanjutannya tidak terjamin.  Oleh karena itu, ke depan pengertiaan swasembada pangan Indonesia  perlu dilakukan re-difinisi menuju regim swasembada pangan  wilayah kepulauan beriklim tropis sesuai dengan karakteristik wilayah Indonesia.

 Indonesia merupakan wilayah kepulauan dimana kondisi lingkungannya bersifat rapuh dan keterbatasan lahan untuk pertanian pangan.  Kebutuhan lahan untuk penggunaan non pertanian seperti perumahan. industri dan tapakan infrastruktur menggeser pengembangan produksi pangan ke arah hulu yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan yang berakibat kerusakan lingkungan secara permanen.  Salah satu dampak yang bisa kita saksikan saat ini adalah frekuensi banjir yang makin meningkat dan mengerikan di hampir seluruh wilayah Indonesia yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan di hulu.  Oleh karena itu, pengembangan pertanian pangan yang berbasis lahan harus dilakukan sesuai dengan daya dukung lahan dan lingkungannya sesuai dengan karakteristik  wilayah kepulauan. 

Indonesia memiliki iklim tropis dengan keragaman hayati yang tinggi.  Beragam jenis tumbuhan di masing-masing daerah tumbuh unggul dan mampu melestarikan llingkungan sebagai sumber pangan.  Ini memberikan implikasi bahwa sumber pangan masing-masing daerah di Indonesia bersifat khas sesuai dengan jenis pangan yang unggul tumbuh di daerah yang bersangkutan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Khusus untuk pangan,tugas negara adalah menyediakan pangan  di pasar dengan jenis dan keragaman berbeda antar wilayah  dengan jumlah tertentu sesuai dengan norma kesehatan  dan harganya terjangkau sehingga seluruh masyarakat dapat mengkonsumsi pangan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari dan memelihara kesehatannya secara berkelanjutan.

Terkait dengan tugas negara tersebut, maka pengertian swasembada pangan regim  wilayah kepulauan mencakup pengertian sebagai berikut: (1) sumber pangan pokok berbeda antar daerah; (2) sistim produksi sesuai dengan daya dukung lahan dan lingkungan masing-masing daerah; (3) pola konsumsi sesuai dengan norma kesehatan menuju gizi seimbang memenuhi standar POLA PANGAN HARAPAN (PPH) yang telah dirumuskan oleh LIPI; dan (4) pemenuhan kebutuhan pangan 90% berasal dari produksi domestik baik dari dalam maupun dari luar daerah  dalam wilayah Indonesia. Dengan empat cakupan  tersebut, maka perencanaan dan sasaran swasembada pangan regim kepulauan adalah tercapainya skor PPH 100% dimana sumber pangan dipenuhi 90% dari produksi domestik.  Karena sumberdaya alam masing-masing daerah beragam dan untuk menjaga kelestarian lingkungan dalam pengembangan produksi pangan untuk mencapai PPH 100% maka mandat dan tanggung jawab swasembada pangan diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah. 

Swasembada Pangan Saat ini Regim wilayah Benua.

          Swasembada pangan yang dianut pemerintah saat ini adalah regim benua dengan cakupan sebagai berikut: (1) sistim produksi dan pola konsumsi pangan pokok masing-masing daerah homogen yaitu beras; (2) kebutuhan konsumsi sesuai dengan permintaan penduduk tanpa memeperhatikan norma kesehatan dengan kata lain pemerintah melestarikan dan menunbuhsuburkan sifat tamak penduduknya; (2) pemenuhan konsumsi berasal dari produksi domestik minimal 90% sesuai dengan kriteria FAO.  Mandat dan tanggung jawab swasembada pangan diserahkan kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian.

          Karena mandat dan tanggung jawab swasembada pangan diserahkan kepada pusat, maka pemerintah pusat mengekspansi pengembangan tanaman padi secara besar-besaran ke masing-masing daerah melalui berbagai kebijakan dan bantuan subsidi yang mematikan pengembangan tanaman pangan lainnya.  Produksi padi terus didorong untuk memenuhi konsumsi yang tamak dengan mengabaikan kriteria kesehatan.   Sebagai contoh keberhasilan produksi beras meningkat secara mengesankan sampai mencapai swasembada, dengan tingkat konsumsi 167 Kg/kapita /tahun atau sebesar 61 % diatas rekomendasi PPH. Namun di sisi lain tanaman tebu merana stagnan tidak berkembang dan menenpatkan  Indonesia sebagai pengimpor gula terbesar kedua  dunia sekitar 3 juta ton lebih setelah Cina dan ketergantungan pada gula impor terbesar di dunia yaitu 66.25% walaupun tingkat konsumsinya sudah mencapai 62 gram/kapita/hari atau sebesar 107 % di atas rekomendasi PPH.  

Kembali Ke Swasembada Regim Kepulauan

          Apabila pemerintah tetap menganut swasembada regim benua, sekuat apapun upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan tersebut tidak akan tercapai, kalaupun bisa dicapai, sifatnya  hanya  sesaat tidak dijamin keberlanjutannya.  Swasembada pangan regim benua akan merusak lingkungan secara permanen karena pengembangan produksi pangan tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya.  Penetuan konsumsi pangan harus berdasarkan pada norma kesehatan bukan pada keinginan permintaan masyarakat.  Kita harusnya belajar dari Amerika yang menyediakan pangan sesuai dengan keinginan penduduknya akibatnya obesitas melanda hampir seluruh penduduk Amerika munculnya beberapa penyakit kronik dan Diabetas Melitus, Jantung dan lainnya yang mengkuatirkan Negara Amerika sendiri.  

          Oleh karena itu, perlu dilakukan re-difinasi pengertian swasembada pangan Indonesia menuju swasembada pangan regin  wilayah kepulauan beriklim tropis dengan pengembangan sumber pangan dan pola konsumsinya sesuai dengan kondisi sumberdaya daerah dan penyediaannya dibatasi sesuai dengan norma kesehatan.  Mandat dan tanggung jawab swasembada pangan diserahkan kepada pemerintah daerah agar pemerintah mampu mengekploitasi sumber pangan sesuai dengan daya dukung lahan dan lingkungannya.  Pemerintah pusat memiliki mandat dan tanggung jawab sebagai pemegang stok pangan nasional untuk mengatur perdagangan pangan antar daerah dan menjaga stabilitas harga, menggilas  kekuatan ologopoli di pasar pangan seperti yang terjadi saaat ini.  Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan swasembada pangan daerah.

           Masalah  beras yang terjadi akhir-akhir ini menyita banyak perhatian dan  energi para pengambil kebijakan, pedagang dan jutaan petani tapi belum juga bisa dipecahnya dan selalu berulang setiap tahun.  Inilah contoh bahwa swasembada regim benua tidak menjamin keberlanjutan swasembada itu sendiri. Termasuk kasus kelaparan di Asmat, papua, padahal sumber pangan di sana melimpah, hanya perlu pengelolaan yang lebih baik.

Ikuti tulisan menarik Nizwar Syafaat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB