x

Zulkifli Hasan dengan Siswa SMA di Papua

Iklan

Putra Batubara

staf pengajar di Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Seneng Nulis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tantangan Zulkifli Hasan Agar Elite Produksi Gagasan Besar

Bahkan kalau Indonesia tidak diurus dengan baik, jangankan tahun 2030, tahun 2019 saja Indonesia bubar

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hiruk pikuk dalam jagat politik nasional sekarang ini semakin jauh dari subtansi. Semua ingin berbicara merebut microfon dan panggung pidato tapi miskin esensi. Memang semua politisi harus 'berbunyi' seperti asal kata parlemen yaitu le parle yang berarti to speak. Tapi kebanyakan cuma umbar sensasi. Padahal pembicaraan dan perdebatan harus diarahkan untuk kemajuan Indonesia, negeri kita tercinta ini.

Karena itulah agaknya, peringatan yang disampaikan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sebuah acara Talkshow di Kompas TV belum lama ini layak untuk direnungkan oleh semua politisi, pejabat dan semua anak bangsa.

"Ini negara besar, 250 juta penduduk. Bayangkan kalau negeri ini diskusinya soal kaos. Tugas kita kan besar, banyak sekali. 50 tahun lagi, kalau kita tidak meletakkan dasar-dasar yang kokoh, kita akan 500 juta penduduk Indonesia. Bayangkan kalau kita masih impor besar, apakah masih ada yang kita beli. Jadi saya kira kembali kontestasi ini arahkan ke konstalasi yang sehat. Kalau kita nanti diskusinya cara pidato, cara pakai baju, cara pakai kaos, pikiran-pikiran besar mau kemana?"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cara berpakaian dan teknik berpidato hanya aksesoris dalam politik termasuk dalam bidang kehidupan lainnya. Ibarat kosmetik, kegunaannya hanya untuk meningkatkan atau memperindah penampilan. Tapi keindahan ini sangat subjektif, tergantung dari masing-masing pengguna asal tidak melanggar asas kepatutan.

Yang harus diingatkan adalah jangan sampai pembungkus diperindah untuk menutupi isi. Lebih celaka lagi kalau bungkus diperdebatkan, isi diabaikan. Bahkan kita bisa jadi bangsa terkutuk kalau kemudian terungkap pakaian yang diperdebatkan itu ternyata impor dan pernyataan (baca: kebijakan atau janji) yang disampaikan lewat berbagai gaya pidato ternyata titipan asing. Semoga tidak sampai sejauh itu.

Kita lihat para pendiri bangsa mempunyai cara masing-masing dalam berpakaian dan berkomunikasi. Bung Karno misalnya selalu berpenampilan necis, pakai jas dan dasi, serta kacamata hitam. Bandingkan dengan Haji Agus Salim. Pakaiannya seperti baju piyama, yang dikatakan Mohammad Roem, seperti yang kita pakai di tahun-tahun pertama di Yogya.

Begitu juga cara komunikasi. Bung Karno dikenal jago orasi. Pidatonya menggelegar yang bisa membakar semangat dan menggerakkan rakyat Indonesia untuk berjuang, bahkan memukau dunia saat berpidato di Perserikatan Bangsa Bangsa. Sementara Haji Agus Salim yang menguasai sembilan bahasa hebat dalam berdiplomasi. Bahkan tokoh yang dijuluki The Grand Old Man ini disebut-sebut sebagai bapak diplomasi Indonesia.

Namun tampaknya, di antara merdeka berdua, termasuk para tokoh bangsa lainnya serta rakyat Indonesia pada saat itu, tidak ada yang mempersoalkan perbedaan cara berpakaian dan gaya berkomunikasi. Dengan style masing-masing, mereka sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Bahkan Bung Karno dan Haji Agus Salim pada saat awal Indonesia merdeka sama-sama ditangkap dan diasing Belanda ke Parapat, Sumatera Utara, lalu dipindahkan ke Muntok, Pulau Bangka.

Karena itu sejatinya kita harus belajar dari para pendiri bangsa ini. Mereka tidak memperdebatkan hal yang remeh-temeh. Karena itu hanya akan menghabiskan energi, mengikis kekekuatan, dan membuat bangsa lain menyepelekan kita. Apalagi, seperti disampaikan Zulkifli Hasan, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang besar dan banyak sekali. Semua energi dan pikiran anak bangsa harus diarahkan untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut.

Bukan tidak mungkin, kalau perdebatan soal cara pidato dan cara berpakaian dimaksudkan untuk menggerus pikiran-pikiran besar, Indonesia bubar pada tahun 2030 versi novel Ghost Fleet yang dikutip Prabowo Subianto sebagai bentuk peringatan untuk rakyat dan pejabat, bisa jadi kenyataan. Bubar bukan saja karena 'musuh terlalu kuat' tapi karena kita centang perenang.

Belum lagi kekayaan alam yang kita miliki lebih dinikmati bangsa asing dibanding anak negeri. Tenaga kerja asing membanjiri Indonesia, rakyat sendiri berjuang hidup mati bekerja di negeri luar negeri. Kita teriak cintai produk dalam negeri, tapi berbagai komoditi diimpori. Lebih parah lagi kalau setiap pendapat yang mengkritik kondisi kebangsaan tersebut malah dianggap tidak cinta NKRI.

Seorang pakar menyatakan tidak ada negara kaya atau negara miskin. Yang ada hanya negara yang salah urus atau mismanagement. Bila mismanagement ini tidak segera diakhiri, bukan tidak mungkin Indonesia bubar lebih cepat seperti diperingatkan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.

"Bahkan kalau Indonesia tidak diurus dengan baik, jangankan tahun 2030, tahun 2019 saja Indonesia bubar. Pesan kuncinya adalah Indonesia harus diurus dengan baik, sehingga tidak terjadi hal-hal yang membuat bangsa ini bubar," kata Dahnil, seperti dilansir sebuah media online.

Karena itulah, apa yang disampaikan Zulkifli Hasan di atas harus jadi perenungan semua pihak. Pikiran-pikiran besar dari semua komponen rakyat Indonesia harus dimunculkan. Indonesia sebagai bangsa besar jangan sampai melahirkan manusia-manusia kerdil, yang sejak dulu sudah diperingatkan Mohammad Hatta.

Dalam tulisan Demokrasi Kita yang dimuat Panji Masyarakat pada tahun 1960, Bapak Proklamator RI ini sudah merisaukan tindakan para elite bangsa ketika itu. Saat itu dia merefleksikan dengan mengutip syair penyair asal Jerman, Jonann Christoph Friedrich von Schiller.

"Sejarah Indonesia sejak 10 tahun yang akhir ini, seolah mencerminkan apa yang dilukiskan oleh Schiller: 'Eine grosse Epoche hat das Jahrhundert geboren. Aber der grosse Moment findet ein kleines Geschlecht.' Artinya: suatu masa besar dilahirkan abad. Tetapi masa besar itu menemui manusia kecil," tulis Wapres RI pertama ini.

Ikuti tulisan menarik Putra Batubara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler