x

Iklan

Nizwar Syafaat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kartel di Balik Kisruh Beras

Kartel pangan sebagai penentu dan pengendali harga beras. Kisruh harga beras tahun ini terkait dengan impor beras.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap tahun media massa menyuguhnya kisruh beras, entah itu berita harga gabah anjlok pada musim panen atau harga beras meroket pada musim paceklik, atau juga produksi over-estimated, pedagang mengeruk keuntungan banyak dan lain sebagainya.  Kisruh beras berulang terus setiap tahun tanpa ada penyelesaian yang tuntas.  Sesungguhnya akar permasalahannya sudah diketahui terang benderang, namun pemerintah tak mampu menyelesaikannya.  Kalau orang awam bertanya:” Jika pasokan beras cukup mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, apakah kisruh beras masih akan terjadi? Tergantung kepada para pemain kartel…..sangat mungkin tetap terjadi kisruh, berikut penjelasannya.

 

Belajar Ekonomi Beras dari Presiden Soeharto     

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

          Ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dari pengetahuan Soeharto tentang ekonomi beras.  Soeharto adalah salah satu presiden yang mengetahui secara detail tentang ekonomi beras mulai dari tingkah laku produksi, tingkah laku konsumsi, perdagangan dan struktur pasar beras internasional dan domestik, prilaku pedagang, daya beli dan lain sebagainya.  Pemahaman ekonomi beras secara detail itulah yang membuat Soehato mampu mengendalikan ekonomi beras untuk kepentingan rakyat banyak.

          Tiga puluh tahun yang lalu sekitar tahun 1990-an saya menemukan struktur oligopoli (kartel) pada pasar beras di Indonesia dan saya mewawancari para pedagang dan pengusaha industri beras kelas kakap yang menguasai pasar tersebut sekaligus sebagai pemain kartel.  Pasar beras dikendalikan oleh para pemain kartel, tapi saya bertanya-tanya kok bisa harga di pasar terkendali dan tidak bergejolak?  Saya menduga penguasa yang tahu tentang struktur pasar beras ini.  Kebetulan sekali di TV Presiden Soehato melakukan wawancara dengan para pengusaha kelas kakap dan mengatakan kepada mereka agar ”harga beras jangan diganggu” karena ini urusan perut rakyat.  Dugaan saya ternyata benar, yang sangat paham tentang ekonomi beras adalah Soeharto.

          Soeharto paham benar berapa kebutuhan pupuk per ha, berapa biaya usahatani per ha, berapa produktivitasnya, berapa keuntungan usahatani padi,  bagaimana cara meningkatkan produktivitas, irigasinya dari mana, darimana uang untuk biaya usahatani dan berapa kebutuhan beras per kapita, berapa daya beli petani, bagaimana prilaku pedagang dan berapa keuntungan pedagang, berapa harga gabah yang layak bagi petani dan berapa harga beras untuk masyarakat, dan lain-lainnya. Semua informasi tersebut dicerna menjadi dasar kebijakan perberasan yang mampu memihak pada rakyat. Saya mengamati khusus untuk kebijakan beras, Presiden Soeharto jarang meleset, jitu dan efisien.  Soeharto memang benar yang membangun ekonomi beras untuk rakyat di negeri ini.  Rakyat tidak susah mencari beras dan terjangkau harganya sesuai dengan pendapatan masyarakat kelas bawah. Harga domestik terintegrasi secara sempurna dengan harga internasional.  Soeharto yang mengembangkan kebijakan beras sebagai penentu upah (wage good).  Kebijakan tersebut mampu menciptakan kondisi kondusif untuk siapapun berusaha. 

Soeharto sadar bahwa beras diproduksi oleh sebagian besar petani kecil yang mengarah kepada net consumer.  Oleh kerena itu, harga beras dijaga tidak boleh tinggi tapi tetap memberikan insentif bagi petani.  Pengorbanan petani karena harga beras stagnan dikompensasi oleh Soeharto dalam bentuk lain.  Kalau harga beras terlalu tinggi, justru hal itu akan merugikan petani sendiri ketika musim tidak panen.

Setelah reformasi, IMF mengamputasi seluruh perlindungan petani yang diciptakan oleh Soeharto.  Harga Dasar Gabah (HDG) diganti dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), sehingga pemerintah terlepas secara hukum untuk melindungi petani.  Bulog diganti dari Lembaga non Departemen menjadi Perum, institusi yang dibebani fungsi sosial tapi bentuknya bisnis. Semua subsidi untuk petani dipreteli.   Salah satu Menteri menghapus kebijakan wage good tersebut. dengan alasan biar petani menikmati harga yang tinggi. Memang petani saat ini mampu menikmati dan bisa menuntut harga yang tinggi tapi kehidupan petani dan masyarakat kecil tidak menjadi lebih baik.  Inilah kalau mengganti kebijakan tidak dengan pertimbangan yang matang dan komprehensif.

 

Kondisi Ekonomi Beras Saat ini.  

          Struktur pasar beras tidak mengalami perubahan sama seperti dulu, yaitu oligopoly untuk pasar beras dimana penjualnya beberapa pedagang besar sebagai pemain kartel, sedangkan monopsony untuk pasar gabah dimana pembelinya mereka juga.  Memang pedagang pembeli gabah banyak tapi mereka adalah pasukan dari pemain kartel.  Kartel beras sudah terbentuk sejak dulu dan pemainnya adalah para pedagang besar.  Mereka pemilik stok beras sebagai penentu dan pengendali harga jual beras konsumen dan harga beli gabah petani.  Dengan struktur beras seperti ini, peran Bulog sebagai penentu dan pengendali harga beras dan gabah sangat lemah karena kemampuan BULOG beli gabah juga terbatas,  pengadaan BULOG sebagian besar dalam bentuk beras.  Sudah bisa ditebak kepada siapa BULOG beli beras?.  Peran BULOG lebih banyak pada bantuan untuk bencana, kelaparan, kekurangan pasokan karena gagal panen dan lainnya yang sifatnya situasi darurat.

          Dengan struktur pasar gabah dan beras seperti itu, maka yang mengendalikan harga beras di tingkat konsumen dan harga gabah di tingkat petani adalah para pemain kartel. Apabila ada gejolak harga dalam situasi pasokan normal, maka yang bertanggung jawab adalah para pedagang besar. Benar yang dikatakan pa Harto kepada para konglomerat agar ”harga beras jangan diganggu” karena ini urusan perut rakyat.  Pa Harto tidak mengatakan itu ke Kepala BULOG dan Kepada Menteri karena pa Harto tahu benar struktur pasar beras domestik.

 

Kartel, Impor dan Sandiwara Harga

Rasio produksi domestik dan konsumsi sangat tipis, dan dengan struktur pasar kartel maka pemain kartel dengan mudah memainkan harga sebagai sinyal kepada pemerintah bahwa bahwa produksi kurang sehingga perlu impor.  Setiap ada peluang impor yang menguntungkan dan kondisi produksi dalam negeri pas-pasan, pasti mereka akan memainkan harga. Pada saat produksi defisit, maka pemain kartel membiarkan lonjakan  harga mencapai maksimum, tetapi sebaliknya pada saat surplus produksi mereka kan menahan anjloknya harga pada tingkat yang tetap menguntungkan mereka.

Kasus impor beras 500.000 ton tahun ini dicoba dilawan oleh Menteri Pertanian Amran dengan mengatakan produksi dalam negeri cukup, tapi tidak mempan.  Karena Amran tetap ngotot, harga dimainkan naik sebagai sinyal produksi kurang. Angka produksi melalui Ombudsman dikritisi over-estimated.  Impor yang awalnya melalui suatu BUMN tapi karena keburu ketahuan dialihkan kembali ke Bulog.  Amran mengadvokasi bahwa impor tidak perlu melalui Gubenur dan DPR tapi tidak berhasil.  Amran menyerah impor tetap jalan terus dengan alasan untuk stok pengamanan harga pada saat puasa dan hari Raya nanti. Impor sudah masuk tinggal sekitar 70.000 ton.  Siapa yang menang dalam impor beras?  Siapa yang menang dalam penentuan kuota impor garam? Lalu bagaimana dengan impor gula rafinasi, siapa itu? Apakah presiden membela Menterinya? Ini pertanda kartel pangan dekat dengan penguasa lebih dari kedekatan seorang menteri kepada Presidennya. 

Kalau kartel pangan dekat dengan penguasa, kenapa para menteri repot-repot dengan pengamanan harga pangan setiap menjelang hari-hari besar?  Tidak mungkin seorang pengecer berani bermain-main harga tanpa mengacu harga dari distributornya, dan juga tidak mungkin distributor bermain harga tanpa sepengetahuan kartelnya.    Menteri tidak perlu rapat-rapat untuk pengamanan harga pangan, semua serahkan kepada ahlinya.  Menteri Perdagangan  lebih paham tentang kartel pangan.  Masihkah perlu HET beras dijaga menjelang puasa dan hari raya? Kita tidak perlu membenci kartel karena itu fakta, tapi bagaimana mereka berguna untuk kita semua, disarankan agar sedikit mengambil rente, mungkin itu yang paling realistik daripada buat gaduh hanya untuk sebuah sandiwara……………………………… mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan dan semoga tulisan ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah.

Ikuti tulisan menarik Nizwar Syafaat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler