x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Gedor Batin Anda Kalau Bernyali Memimpin

Sebagai eksekutif atau leader, apakah Anda sudah uji nyali dengan menggedor-gedor batin melalui active questions?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: To Deal with the Enemy Within

Mohamad Cholid

Practicing Certified Business and Executive Coach.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

“The unexamined life is not worth living.” -- Socrates.

 

Ben Comen bangun dengan menyeringai menahan rasa sakit setelah terjatuh untuk kedua kalinya. Lalu ia lari lagi, meneruskan upayanya menempuh garis finish. Sebelum finish, Ben terjatuh lagi, bangkit kembali dan terus lari terhuyung-huyung. Waktu yang diperlukannya untuk mencapai finish 45 menit, sementara semua pelari lain sudah jauh duluan dengan waktu rata-rata 20 - 25 menit.

Menjadi bagian dari Hanna High School cross country track team merupakan hal yang lama didambakannya. Ben Comen menjalani hidup dalam pagutan cerebral palsy, kelainan pada otak yang memengaruhi perkembangan motorik dan postur tubuh, sulitnya pengendalian kelakuan, otot, serta gangguan fungsi saraf lainnya.

Dengan kondisi fisik Ben seperti itu, coach dan sesama tim memaklumi bahwa Ben akan tetap dihargai sebagai pelari yang tiba di garis finish paling akhir. Kenyataannya, saat lomba, para pelari yang sudah duluan mencapai finish pada balik ke track, menemani Ben dan membantunya bangun saat dia tersungkur. Maka Ben mencapai finish dalam keadaan badan belepotan karena lumpur dan goresan di sana-sini akibat jatuh berkali-kali –  tapi ditemani banyak orang.

Menurut Simon Sinek, penulis Start with Why, buku tentang pentingnya alasan utama atau life purpose membangun organisasi (bisnis) atau menentukan langkah hidup, pembelajaran yang dapat dipetik dari Ben Comen bukan soal kegigihannya selalu bangkit meneruskan lomba kendati jatuh berkali-kali -- kendati kegigihan juga tetap penting. Tapi ini tentang Why Ben ingin menjadi bagian dari lomba lari.

Ben Comen adalah satu contoh manusia yang sanggup berkompetisi melawan dirinya sendiri. Umumnya kita, sampai hari ini, berada dalam perangkap pikiran bahwa kompetisi selalu diartikan harus lebih baik dibandingkan pihak lain. Jika kita memiliki Why yang gamblang mengapa membangun bisnis atau memilih karir kita, berkompetisi melawan diri sendiri untuk jadi lebih baik setiap hari jadi kebutuhan.

Ben dibantu oleh para pelari lain karena dia berkompetisi menghadapi dirinya sendiri, bukan melawan atlet lainnya.

Karena memiliki Why yang kuat, Ben mengaku enteng saja berlatih setiap pagi. Dalam perkembangannya kemudian, Ben akhirnya berhasil mencapai finish dalam waktu 41 menit. Ia melawan dirinya sendiri, mengatasi keterbatasan fisiknya, untuk mendapatkan “the place I belong, be part of the team,” katanya.

Ben, pada 2004 itu berusia 18 tahun, tidak mau sekedar jadi penonton duduk di pinggir jalur lomba lari. Ia ingin menjadi bagian dari upaya-upaya manusia untuk menjadi lebih baik, berlari ke depan, bukan berlari dari kenyataan. Dalam kondisi apa pun, bahkan bagi dirinya yang mengalami cereblar palsy.

Untuk mencapai tahap itu, salah satu cara terbaik adalah dengan mengenal diri sendiri, mempertanyakan apa konteks strategis kehadiran diri kita di bumi ini dan di dalam organisasi. Meningkatkan keberanian untuk menggedor diri sendiri, menguji asumsi-asumsi kita tentang semua hal dalam karir, bisnis, dan kehidupan.

Supaya hidup kita lebih bermakna, rasanya penting mengingat kata-kata Socrates: “The unexamined life is not worth living.” Kalau Anda tidak pernah atau belum berani melakukan evaluasi dan menguji diri, apakah karena gentar untuk jujur pada diri sendiri atau karena belum menyadari bahwa ini penting sekali untuk meningkatkan derajat hidup Anda dan orang-orang yang Anda pimpin?

Sudah waktunya para eksekutif dan leaders membiasakan melakukan eksaminasi diri sendiri, apakah untuk membangun tim, meraih target-target organisasi sudah dilandasi Why yang kuat atau karena sekedar mengikuti perintah atasan.

Bagaimana kalau mulai sekarang kita menguji diri secara rutin tiap pekan, apakah  achievement kita lebih baik dibandingkan minggu sebelumnya? Hadapi fakta, kalau memang belum bisa. Berpijak pada fakta itu kita maju berkembang.

Dalam tradisi Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC), kami dibiasakan dengan sejumlah cara untuk menguji sejauh mana upaya-upaya kami sendiri menjadi lebih baik, lebih engaged dan memiliki ownership atas pilihan-pilihan eksekusi yang kami lakukan. Utamanya menggunakan apa yang disebut oleh Dr. Marshall Goldsmith sebagai active questions.

Diantaranya:

-- “Did I do my best to be happy?”

-- “Did I do my best to achieve my goals?

-- “Did I do my best to be fully engaged with the organization?”

-- “Did I do my best to be a better partner?”

-- “Did I do my best to be a better leader?”

-- “Did I do my best to find meaning?

Daftar active questions tersebut bisa panjang, sesuai posisi, tanggung jawab, fungsi dan realitas tantangan, serta achievement yang ingin diraih oleh masing-masing leader.

Bagi eksekutif yang memimpin puluhan orang, ratusan manusia, apalagi ribuan kepala keluarga menggantungkan nasib pada kepemimpinannya di organisasi, active questions akan membantu menguji, sepantas apa kita pada posisi sekarang.

Silakan gedor-gedor diri sendiri, batin masing-masing, dengan rentetan active questions tersebut, kalau bisa setiap hari – minimal setiap pekan. Nanti akan terasa, di mana diri kita ini setiap saat dan kenapa kita ingin meraih target bisnis dan perbaikan kehidupan yang kita patok untuk 2018 ini dan berikutnya.

Tidak nyaman? Ya. Lebih baik dikerjakan saja, kalau perlu minta bantuan coach.

Marshall Goldsmith mengukur akuntabilitas dirinya berdasarkan lebih dari 20 active questions yang dia buat sendiri. Dia membayar seseorang untuk setiap malam menelepon mengajukan deretan active questions tersebut. “I am Marshall Goldsmith, #1 Executive Coach in the world and I need help. Its Ok,” katanya.

Sesungguhnya cara itu selain untuk mengukur kesungguhan kita dalam berkompetisi melawan diri sendiri juga penting untuk mengalahkan the enemy within. Bukankah sebenarnya kita lebih sering harus melawan “musuh dalam diri” ketimbang pemicu dari luar?

The enemy within bahkan sering lebih kejam. Masih banyak di antara eksekutif yang merasa diri sebagai leader sepertinya “sangat jenius” untuk menolak perubahan atau self-improvement untuk menjadi pribadi yang berkompetensi lebih baik sesuai tantangan perubahan.

Bahkan ada yang merasa, kalau harus berubah berarti yang dulu ada masalah dong. Padahal bukan soal ada masalah, tapi kebutuhan setiap manusia adalah wajib tumbuh untuk mengatasi perkembangan sekaligus tantangan pasar. Perilaku yang cenderung melakukan sabotase diri tersebut sebenarnya lebih parah dari sekedar excuses untuk bertahan di zona nyaman. 

“Mere ‘excuses’ is something inadequate to describe these inner beliefs that represent how we interpret our world,” kata Marshall Goldsmith (Triggers). “An excuse explains why we fell short of expectation after the fact. Our inner beliefs trigger failure before it happens. They sabotage lasting change by canceling its possibility.”   

Dengan minta bantuan para stakeholders memberikan masukan apa yang perlu dikaji ulang dan ditingkatkan pada diri kita, sesungguhnya upaya pengembangan kepemimpinan jadi lebih sederhana, lugas. Kendati tetap challenging.

Ini soal pilihan. Harga diri kita sebagai manusia ditentukan oleh kesediaan kita melihat cermin yang disodorkan para stakeholders (orang-orang yang terkena impact langsung dari perilaku kepemimpinan kita), plus keberanian menguji asumsi-asumsi kita tentang banyak hal. Ini uji nyali untuk para leaders.

 

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Coaching.

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(http://sccoaching.com/coach/mcholid)  

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB