x

Iklan

Tatang Hidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengukir Sebuah Mimpi Dari Negeri Jiran

iarlah ukiran mimpi tersebut menjadi sebuah jejak yang tidak akan terlupakan yang ada di Negeri Jiran, sebuah jejak yang akan mengantarkan saya kembali

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengukir Sebuah Mimpi Dari Negeri Jiran 

Oleh : Tatang Hidayat*)

Bagaimana sikapmu jika ada perempuan yang bukan mahram meminta untuk dituliskan namanya secara khusus di kertas dan kertas tersebut akan dijadikan objek fhoto ketika kamu berada di suatu tempat yang indah ? Mungkin bagi sebagian kalangan permintaan tersebut merupakan hal yang biasa dan akan menyanggupinya. Namun tidak demikian dengan yang saya lakukan, saya langsung memohon maaf kepadanya, bukan karena tidak mau melakukannya, tetapi khawatir timbul fitnah terkait apa yang saya lakukan.

Mungkin beberapa kalangan akan terheran-heran dengan sikap yang saya lakukan, bisa saja ada yang membuat pernyataan itu masalah sepele dan apa susahnya, dan pernyataan yang semisal lainnya. Apapun pernyataannya itu terserah, yang jelas apa yang saya lakukan akan saya pertanggung jawabkan. Ini bukan masalah sepele atau pun tidak, tetapi ini masalah menyangkut kehati-hatian untuk menghindari fitnah apalagi berkaitan dengan perempuan yang bukan mahram, karena bagi saya lebih baik hina di mata manusia daripada hina di hadapan Sang Pencipta.

Hal seperti ini pun pernah saya lakukan juga saat selesai sidang skripsi, ada dari teman perempuan untuk meminta fhoto berdua sebagai bentuk ikut senang terhadap kelulusan saya, namun dengan halus saya menyampaikan permintaan maaf dan tidak menyanggupinya. Begitupun ada dari teman perempuan yang lain mengucapkan selamat atas kelulusan saya dengan memberikan tangannya sekedar untuk berjabat tangan, dan sikap saya tetap untuk tidak berjabat tangan dengannya namun cukup dengan isyarat saja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mungkin ada sebagian kalangan yang menganggap sekedar berjabat tangan merupakan hal yang sepele dan sikap yang saya lakukan terlalu berlebihan,  namun bagi saya berjabat tangan dengan yang bukan mahram apalagi dikahwatirkan menimbulkan syahwat merupakan sesuatu yang sangat besar dan akan dipertanggung jawabkan. Tentunya ini bukanlah suatu keanehan namun melainkan suatu kewajaran yang dimana rata-rata anak muda sekarang sangat bebas dalam pergaulan, sampai-sampai aqidah dan syariat yang ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya terbengkalai begitu saja, tanpa ada yang mengingatkan.

Semoga ini menjadi bahan pelajaran bagi kita semua, meskipun saya diliputi dosa, namun setidkanya saya sudah berusaha untuk menjaga diri saya dengan sebaik-baik penjagaan yang telah saya lakukan. Sikap seperti ini tetap saya lakukan meskipun melintasi batas-batas negara, karena aturan Islam tidak mengenal satu negara, tetapi melintasi batas-batas negara. Karena Islam ini adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dimanapun berada.

Catatan ini diawali setelah seharian menelusuri negeri Singapura, yang tentunya saya telah meninggalkan sebuah jejak yang terukir di negeri tersebut, perjalanan ini saya lanjutkan ke negeri Jiran, sebuah negeri yang tidak kalah hebatnya dengan Singapura. Setelah melaksanakan sarapan bersama beberapa kawan, akhirnya saya harus segera berangkat untuk menghadiri International Class di salah satu tempat seminar yang ada di Kuala Lumpur, kegiatan tersebut akan di isi oleh kawan-kawan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Se- Dunia Malaysia.

Saat itu yang bertindak sebagai pembicara utama adalah Kanda Doni Ropawandi selaku Ketua

 PPI Malaysia, beliau ditemani oleh Kanda Hafiz Surya Nasution selaku Ketua II PPI Malaysia yang menjadi pembicara kedua. Saat berada di forum, saya sangat memperhatikan dengan betul apa yang disampaikan kedua pembicara tersebut, mulai dari Kanda Doni yang menjelaskan tentang bagaimana perbedaan kampus yang ada di Malaysia dan Indonesia, begitupun dengan suka duka orang Indonesia yang mencari ilmu di negeri Jiran.

Kanda Doni menjelaskan bahwa beberapa kampus yang ada di Indonesia dalam beberapa bidang ternyata lebih hebat dari kampus yang ada di Malaysia, namun orang Indonesia yang belajar di negeri Jiran pasti akan sangat betah, karena untuk urusan dana beasiswa ternyata di Malaysia sangat besar, begitupun dengan dana penelitian yang ada di beberapa kampus di Malaysia. Kita tinggal mau saja untuk meneliti, sedangkan untuk dananya sudah ada. Ternyata beberapa kampus Malaysia yang naik tingkatnya di dunia dikarenakan publikasi ilmiahnya sangat banyak, namun perlu diketahui ternyata banyak juga dari Mahasiswa Indonesia yang ikut berkontribusi terhadap meningkatnya posisi kampus Malaysia di kancah dunia. Karena tidak sedikit beberapa penelitian karya mahasiswa Indonesia yang terbit dalam publikasi ilmiah.

Dari sana saya merenung, ternyata putra-putri dari negeri kita mampu bersaing di tingkat dunia, bahkan beberapa ada yang mampu menorehkan prestasi yang sangat luar biasa. Namun pertanyaannya dari sekian banyak mahasiswa Indonesia yang belajar ke luar negeri, mengapa negeri kita masih seperti sekarang ini ? Entahlah, biarkan para pemangku kebijakan di negeri ini untuk berfikir, bahwa sumber daya manusia yang dimiliki negeri ini sebenarnya mampu untuk mengelola negeri ini, namun yang ada ternyata ada isu tenaga kerja asing akan di permudah untuk berdatangan ke bumi pertiwi, dengan alasan sumber daya manusia belum siap. Benarkah pernyataan seperti itu ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kiranya kita lanjutkan kepada pembicara yang kedua oleh Kanda Hafiz, beliau menjelaskan bagaimana caranya supaya dapat kuliah di luar negeri dengan cara beasiswa, beliau pun menjelaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi termasuk penguasaan bahasa inggris tentunya yang tidak boleh ketinggalan. Dari awal sampai akhir saya memperhatikan apa yang beliau paparkan, dari sana saya mulai berfikir sebenarnya sumber daya manusia yang di miliki negeri kita memang hebat-hebat jika disalurkan dan dihargai dengan baik. Bagaimana tidak, sebenarnya mahasiswa yang belajar di Malaysia ini cukup banyak, data terakhir kurang lebih mencapai 4000. Ini menandakan bahwa sumber daya manusia yang miliki negeri ini memiliki potensi yang sangat besar dalam mengelola negeri di masa depan.

Dari sana saya mulai merenung, kita selaku generasi muda bangsa itu harusnya memiliki sebuah cita-cita yang tinggi untuk kebaikan negeri kita, apa yang didapatkan dari kedua pembicara tersebut bisa menjadi bahan acuan supaya kita bisa melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi. Selang beberapa jam ternyata agenda international class tidak terasa harus berakhir, namun sebelum berakhir, para pembicara memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, Nampak beberapa peserta antusias mengajukan beberapa pertanyaan dan dijawab oleh para pembicara dengan sangat jelas.

Sebelum selesai, Kanda Doni mengadakan sebuah permainan berkaitan negeri Malaysia, dari pertanyaan-pertanyaan yang beliau ajukan, tanpa diduga ternyata saya menjadi peserta yang mampu menjawab dengan benar peringkat ke tiga, padahal kalau boleh jujur, saya baru menggunakan aplikasi permainan tersebut. Namun sayangnya, apresiasi hanya diberikan kepada peringkat pertama saja, namun bagi saya tidak apa-apa, ini bisa dijadikan sebagai proses pembelajaran bahwa untuk bisa mendapatkan sebuah ilmu terkadang tidak mesti selalu diapresiasi.

Setelah agenda tersebut selesai, sebelum Kanda Doni pulang, saya bersama beberapa kawan menyempatkan untuk berkenalan dengan beliau dan saling bertukar pikiran berkaitan dengan organisasi mahasiswa. Tanpa diduga akhirnya saya mengetahui bahwa beliau ternyata kader dari salah satu organisasi mahasiswa Islam, dari sana akhirnya kami mulai diskusi berkaitan dengan organisasi tempat kanda Doni bernaung.

Setelah berlangsungnya diskusi dengan beliau, saya-pun merenung, ternyata kanda Doni selaku Ketua PPI Malaysia tidak jadi dengan sendirinya, karena beliau sebagai pemimpin pastinya dilahirkan dari pengalaman dan kaderisasi dalam organisasi. Dari sana saya mulai berpikir bahwa aktif di organisasi merupakan sesuatu yang harus ditempuh bagi para calon pemimpin, karena dari organisasi tersebut kita akan mendapatkan pengalaman untuk memimpin. Buktinya, kanda Doni dahulunya juga adalah seorang aktivis, dan tentunya beliau banyak mendapatkan pengalaman dalam dunia politik pergerakan mahasiswa, yang tentunya membuat beliau menjadi Ketua PPI Malaysia-pun tidak terlepas dari pengalaman beliau yang terlibat dalam dunia politik pergerakan mahasiswa.

Setelah agenda tersebut selesai, kami segera menuju ke tempat selanjutnya, yakni beristirahat di Masjid Sayyidina Hamzah untuk melaksanakan shalat Dzuhur Qashar dan Ashar Jama’ Takdim secara berjama’ah. Di masjid tersebut saya sempat berkeliling ke sekolah yang ada di sampingnya, melihat setiap keceriaan siswa-siswi yang berlarian menikmati masa-masa indah mereka sebagai pelajar. Tidak lama kemudian, kami-pun harus segara menuju sebuah tempat wisata Batu Caves yakni sebuah bukit kapur yang memiliki serangkaian gua dan kuil gua, terletak di distrik Gmbak, Selangor, Malaysia. Gua ini adalah salah satu kuli Hindu di luar India yang paling popular, yang didedikasikan untuk Dewa Muruqan. Situs ini adalah titik fokus festival Hindu Thaipusan di Malaysia.

Sebelum ke lokasi tersebut, dari panitia memutuskan untuk singgah ke tempat penjual cinderamata khas Malaysia. Dari sana saya ikut melihat beberapa barang cinderamata yang dijajakan, namun setelah saya berkeliling, tidak ada satupun dari cinderamata tersebut yang memikat hati saya. Karena bagi saya tujuan ke Malaysia dalam rangka belajar, bukan untuk belanja. Adapun dari segi barang jika boleh berpendapat, ternyata dari segi harga lebih murah di bumi pertiwi, begitupun dari segi kualitas jika boleh berpendapat ternyata lebih hebat karya anak bangsa.

Sekian waktu berkeliling di tempat tersebut, akhirnya sampai juga di tempat wisata Batu Caves, dari sana saya meilhat sebuah patung besar dan katanya patung tertinggi di dunia. Di tempat tersebut saya mencoba bercengkrama dengan alam, terlihat binatang monyet yang berlarian ke sana ke mari, dilengkapi dengan burung merpati yang menemani berterbangan dengan indah sesekali hinggap ke bawah seolah menyambut kedatangan kami. Tidak lama berkeliling di tempat tersebut, akhirnya kami harus segera menuju ke salah satu tempat yang tidak asing lagi bagi para wisatawan.

Apa lagi kalau bukan menara petronas atau juga disebut menara kembar petronas yang merupakan sepasang menara kembar yang pernah menjadi bangunan tertinggi di dunia pada tahun 1998 – 2004, sebelum dilampaui oleh Burj Khalifa di Taipei. Saat berada di tempat tersebut, saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kemegahan bangunan tersebut, namun kita tidak boleh silau dengan ciptaan manusia, ada yang lebih tinggi dari bangunan tersebut yakni gunung-gunung sebagai pasak bumi ciptaan Allah SWT.

Tidak lama berada disana, kami pun menuju ke sebuah tempat yang menjual berbagai macam cinderamata lagi, namun saya cukup turun saja sekedar melihat segala jenis produk yang dijajakan, namun bukan untuk membeli tetapi sebagai bahan komparasi dengan produk-produk yang ada di bumi pertiwi. Di tempat tersebut saya bisa berkenalan dengan beberapa kawan lagi yang berada di bis yang lainnya, dari sana saya berdiskusi terkait beberapa hal yang terjadi di kampus masing-masing. Tidak terasa saking asyiknya diskusi, waktu memisahkan kami dan harus segera pergi lagi menuju negara selanjutnya. Oleh karena itu, kami tidak boleh berlama-lama di salah satu tempat.

Di tengah perjalanan, akhirnya kami bisa singgah di salah satu tempat untuk melaksanakan shalat maghrib dan Isya jama’ takdim secara berjama’ah. Nampak begitu banyaknya jama’ah yang melaksanakan shalat di tempat tersebut, terlihat banyak juga beberapa orang yang memakai pakaian gamis, imamah, sarung, peci sebagaimana saya lihat di bandara. Kayaknya mereka adalah jama’ah dakwah yang singgah di tempat tersebut, terlihat dari wajah mereka merupakan wajah yang penuh dengan persaudaraan, terlihat kami-pun saling senyum antara satu dan yang lainnya, menandakan bahwa ukhuwah Islamiyyah ini melintasi batas-batas negara.

Setelah selesai shalat, kami ada kesempatan untuk makan malam bersama, waktu tersebut saya isi dengan berdiskusi dengan beberapa kawan terkait berbagai permasalahan yang ada di negeri ini. Saya berkenalan dengan kawan baru lagi yang berasal dari Sulawesi, beliau seorang mahasiswa yang sedang belajar di Jakarta. Dari obrolan tersebut saya berbagi cerita dengan aktivitas dan pergerakan politik mahasiswa yang ada di Bandung, ternyata ada hal yang menarik yang kami bicarakan. Di tengah-tengah diskusi, ternyata beliau mengakui bahwa Bandung ini adalah kotanya pergerakan, melihat dari sejarahnya bahwa dari Bandung ini banyak terlahir para tokoh pergerakan yang mewarnai bangsa ini.

Saking asyiknya kami diskusi, tidak terasa waktu keberangkatan ke negara selanjutnya tiba, kami harus segera bergegas menuju bis, karena perjalanan yang akan kami tempuh malam ini cukup jauh, yakni ke negera yang terkenal dengan sebutan negeri gajah putih yakni Thailand. Ditengah perjalanan saya berpikir untuk mengukir sebuah mimpi dari negeri Jiran, sebuah visi yang sedang dibangun dari bumi pertiwi, yakni bagaimana caranya suatu saat nanti saya bisa belajar di negeri ini, belajar untuk membangun kapabilitas diri dalam bidang pendidikan Islam, salah satunya ingin rasanya saya belajar di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) Universitas Islam International Malaysia.

Namun mimpi yang saya ukir di negeri Jiran tersebut hanyalah sebuah harapan yang pelaksanaannya tentunya diserahkan kepada Sang Pencipta, saya hanya mampu berikhtiar dan menerima yang terbaik. Apalagi sampai saat ini untuk belajar dalam waktu lama dan meninggalkan bumi pertiwi belum ada izin dan restu dari orang yang saya cintai, yakni ibunda yang selama ini selalu setia mendo’akan dan mendukung segala perjuangan yang saya lakukan. Namun semua itu bukan menjadi hambatan bagi saya, bahkan menjadi suatu motivasi bahwa apapun keputusan yang ibunda berikan pasti yang terbaik untuk diri ini.

Biarlah ukiran mimpi tersebut menjadi sebuah jejak yang tidak akan terlupakan yang ada di Negeri Jiran, sebuah jejak yang akan mengantarkan saya kembali ke negeri Jiran dengan suasana yang berbeda. Perjalanan  jauh ini akan menjadi saksi di masa depan, bahwa suatu saat nanti saya akan kembali untuk menyempurnakan ukiran tersebut menjadi sebuah bangunan yang kokoh dan utuh. Sebuah bangunan yang akan disempurnakan apakah oleh saya ataupun oleh kawan-kawan saya, semoga saja ukiran tersebut akan selalu ada hingga waktunya nanti akan disempurnakan secara bersama-sama.

Saat perjalanan saya habiskan waktu untuk istirahat, namun tidak terasa mata ini akhirnya terbuka juga, tidak terasa akhirnya kami berhenti di sebuah masjid yang ada di perbatasan Malaysia dan Thailand. Bagaimana catatan perjalanan ini selanjutnya ? Nantikan catatan dalam  Membangun Ukhuwah Islamiyyah Dari Negeri Gajah Putih. Sebuah negeri yang penuh dengan cerita, salah satunya cerita akan perjuangan sebuah komunitas muslim yang ada di bagian Thailand Selatan, yang tentunya penuh dengan air mata dan harapan.  

*) Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia 

Ikuti tulisan menarik Tatang Hidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler