x

Iklan

Tya Andika Rizalianti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pentingnya Pengetahuan Muzaraah dan Musaqoh

Di zaman moderen, mengetahui konsep kerja sama, seperti halnya muzaraah dan musaqoh , dimana aplikasi keduanya sangat penting dalam aplikasi perbankan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pentingnya Pengetahuan Muzaraah dan Musaqah dalam Aplikasi Perbankan Syariah

Dalam kamus istilah ekonomi muzara’ah ialah akad kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik  lahan menyerahkan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (nisbah) dari hasil panen yang benihnya berasal dari pemilik lahan; pemilik tanah menyerahkan sekaligus memberikan modal untuk mengelola tanah kepada pihak lain. Sedangkan mukhabarah adalah pemilik tanah menyerahkan kepada pihak orang yang mengelola tanah, tetapi modalnya ditanggung oleh pengelola tanah dengan pembayaran  1/3 atau ¼ hasil panen.

Kerjasama dalam bentuk muzara’ah ini merupakan kehendak dan keinginan kedua belah pihak, oleh karena itu harus terjadi dalam suatu akad atau perjanjian, baik secara formal dengan ucapan ijab dan qabul, maupun dengan cara lain yang menunjukkan bahwa keduanya telah melakukan kerja sama secara rela sama rela.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Al-muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antar pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk di tanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.

Dasar Hukum Muzara’ah

  1. 1.      Al - quran (Surah Al - Muzzammil ayat 20)
  2. 2.      Al-hadits

Diriwayatkan dari ibnu umar bahwa rasulullah saw. Pernah memberikan tanah khaibar kepada penduduknya (waktu itu itu mereka masih yahudi) untuk di garap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman.

Diriwayatkan oleh bukhari dari jabir yang mengatakan bahwa bangsa arab senantiasa mengolah tanah nya secara muzaraah denga rasio bagi hasil 1/3 : 2/3, ¼ : ¾, ½ : ½, maka rasulullah pun bersabda, “hendaklah menanami atau menyerahkannya untuk digarap. Barang siapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahan lah tanahnya.

  1. 3.      Ijma

Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “tidak ada satu rumah pun di madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara muzara’ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4 . Hal ini telah dilakukan oleh Sayyidina Ali, Sa’ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali.”

Ulama hanafiah berperndapat bahwa rukun dan syarat muzara’ah secara rinci yakni:

  1. tanah,
  2. perbuatan pekerja,
  3. modal,
  4.  alat-alat untuk menanam.

          Pengertian Al - Musaqah

Al-musaqah berasal dari kata as saqa. Diberi nama ini karena pepohonan penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari sumur-sumur. Karena itu diberi nama musaqah (penyiraman/pengairan).

Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

Dasar Hukum Musaqah

Al hadits

Telah berkata Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Abu Thalib r.a. bahwa Rasulullah SAW telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai penggarap dan pemelihara atas dasar bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu Bakar, Umar, Ali serta keluaraga-keluarga mereka sampai hari ini dengan rasio 1/3 dan 1/4 . semua telah dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin pada zaman pemerintahannya dan semua pihak yang telah mengetahuinya, akan tetapi tidak seorang pun yang menyanggahanya. Berarti ini adalah ijma’ sukuti (konsensus) dari umat.

            Menurut Abu Bakar Yusuf dan Muhammad bin Hasan serta jumhur ulama (Malik.Syafi’I,Ahmad),musaqah dibolehkan dengan beberapa syarat.Pendapat ini didasarkan pada hadist nabi SAW :

“Dari Ibnu Umar Nabi SAW bekerja sama dengan penduduk khaibar dengan imbalan separuh dari hasil yang diperoleh baik berupa buah-buahan maupun pepohonan.”(HR.Jamaah).

Ibnu umar berkata bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk dipelihara dengan menggunakan peralatan dan dana mereka. Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.

            Musaqah menurut Hanfiah sama dengan muzaraah,baik hukum maupun syarat-syaratnya.Menurut Imam Abu Hanifah dan Zufar,musaqah dengan imbalan yang di ambil dari sebagian hasil yang diperolehnya,hukumnya batal karena itu termasuk akad sewa-menyewa yang sewanya dibayar dari hasilnya,dan hal tersebut dilarang oleh syara’.Sebagaimana disebutkan dalam hadist nabi dari nafi’ dari Khadij bahwa nabi saw bersabda :

 “Barangsiapa yang memilki sebidang tanah,maka hendaklah dia menanaminya,dan janganlah ia menyewakan dengan sepertiga dan tidak pula seperempat dan juga tidak dengan makanan yang disebutkan.”(Mutaffaq alahi).

        Rukun musaqah adalah :

a)      Pihak pemesok tanaman

b)      Pemeliharaan tanaman

c)      Tanaman yang dipelihara

d)     Akad

Sedangkan syarat musaqah adalah sebagai berikut:

a)      Ahli dalam akad.

b)      Menjelaskan bagian penggarap.

c)       Membebaskan pemilik dari pohon.

d)     Hasil dari pohon dibagi dua antara pihak-pihak yang melangsungkan akad sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.

Tidak disyaratkan untuk menjelaskan mengenai jenis benih, pemilik benih, kelayakan kebun, serta ketetapan waktu.

Ketentuan Al-Musaqah

Ketentuan Al-Musaqah adalah sebagai berikut:

a)      Pemilik lahan wajib menyerahkan tanaman kepada pihak pemelihara.

b)      Pemelihara wajib memelihara tanaman yang menjadi tanggung jawabnya.

c)      Pemelihara tanaman disyaratkan memiliki keterampilan untuk melakukan pekerjaan.

d)      Pembagian hasil dari pemeliharaan tanaman harus dinyatakan secara pasti dalam akad.

e)      Pemeliharaan tanaman wajib menganti kerugian yang timbul dari pelaksanaan tugasnya jika kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaiannya.

Berakhirnya akad Musaqah

Menurut para ulama fiqh, berakhirnya akad musaqah itu apabila:

a. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis.

b.  Salah satu pihak meninggal dunia.

c. Ada udzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad.

Dalam udzur, disini para ulama berbeda pendapat tentang apakah akad al-musaqah itu dapat diwarisi atau tidak. Ulama Malikiyah berpendapat, bahwa al-musaqah adalah akad yang boleh diwarisi, jika salah satu meninggal dunia dan tidak boleh dibatalkan hanya karena ada udzur dari pihak petani. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa akad al-musaqah tidak boleh tidak boleh dibatalkan meskipun ada udzur, dan apabila petani penggarap mempunyai halangan, maka wajib petani penggarap itu menunjuk salah seorang untuk melanjutkan pekerjaan itu. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa akad al-musaqah sama dengan akad al-muzara’ah, yaitu akad yang tidak mengikat bagi kedua belah pihak. Maka dari itu masing-masing pihak boleh membatalkan akad itu. Jika pembatalan itu dilakukan setelah pohon berbuah, dan buah itu dibagi dua antara pemilik dan penggarap sesuai dengan kesepakatan yang telah ada.

            Aplikasi dalam lembaga keuangan syariah, musaqah merupakan produk khusus yang dikembangkan di sektor pertanian atau agribisnis dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas pemeliharaan dan penyiraman lahan pertanian.Syafi’I Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari Teori ke Praktik menuliskan, ada lima prinsip dasar dalam perbankan syariah. Yaitu: prinsip titipan atau simpanan (depeosito/ al-wadi’ah), jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease), jasa (fee-based services), dan bagi hasil .

Dalam prinsip dasar yang disebutkan terakhir (bagi hasil) ini, terdapat musyarakah, mudharabah, muzara’ah, dan yang terakhir adalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu musaqah (plantantion management fee based on certaain portion of yield).

             Dalam konteks ini, lembaga keuangan islam dapat memberikanpembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil atas lahan perkebunan atau lahan pertanian yang telah digarap. Dari semua pendapat ulama mengenai objek musaqah, tentunya yang lebih relevan adalah pendapat yang membolehkan musaqah untuk semua tanaman atau pepohonan baik yaang berbuah ataupun tidak seperti sayur-sayuran. Hal ini dikarenakan jika melihat pendapat ulama yang membolehkan musaqah hanya sebatas pada kurma dan anggur, maka hal ini akan menyia-nyiakan tanaman yang lain yang juga mempunyai banyak manfaat. Apalagi, tidak semua pemilik kebun yang bisa menggarap kebunnnya sendiri. Disamping itu, banyak juga orang yang mempunyai skill untuk merawat kebun akan tetapi tidak memilki kebun. Dari sinilah, hubungan antara pemilik kebun dan tukang kebun saling melengkapi.

Contoh konkritnya diperbankan adalah ketika seorang nasabah bekerja sama dengan bank yang mengembangkan dananya melalui sektor riil semacam agrobisnis dan perkebunan. Dalam hal ini, bank mencari seseorang atau beberapa pekerja yang dijadikan sebagai tukang kebun yang bertugas merawat, menjaga, dan yang paling inti adalah menyirami kebun tersebut. Ketika kebun tersebut sudah berbuah, maka bank dan tukang kebun berbagi hasil sesuai dengan prosentase yang sudah ditentukan pada awal akad.

Ikuti tulisan menarik Tya Andika Rizalianti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB