x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

CIS - Kumpulan Cerpen Vincent Mahieu Tahun 1930-an

Kisah-kisah Jakarta pada jaman akhir Hindia Belanda.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: CIS

Judul asli: Tjies(dalam Bahasa Belanda)

Penulis: Vincent Mahieu

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 1976

Penerbit: Djambatan                                                                                                   

Tebal: 186

Buku ini merupakan kumpulan cerpen. Cerita pendek dengan latar belakang Batavia sekitar tahun 1930. Semua cerpen mengisahkan tentang kehidupan keluarga Belanda dan Indo di Jakarta. Vincent Mahieu menggunakan kehidupan sehari-hari keluarga Belanda sebagai tokoh-tokoh dalam cerpennya. Tokoh-tokoh yang dipilih bukan hanya orang dewasa. Beberapa cerpen menggunakan tokoh anak-anak sebagai tokoh kuncinya. Keadaan alam Batavia yang masih asri menjadi pembungkus kisah. Sungai Citarum yang masih layak untuk berenang, karena hanya sampah kayu dan kadang-kadang kotoran manusia saja yang mengalir di airnya yang jernih atau kecoklatan saat banjir, pohon-pohon buah yang bertumbuhan di seluruh tanah di Batavia dan kesibukan trem, delman dan beberapa mobil yang mulai ada.

Cerpen-cerpen Mahieu mengisahkan tentang nilai-nilai yang dianut oleh para keluarga Belanda di Batavia. Setiap cerpen seperti menjelaskan satu nilai. Beberapa nilai yang muncul dari kisah-kisah Mahieu diantaranya persahabatan, kebijaksanaan, konsekuen dengan pilihan, kesombongan, kesetiaan dan keberanian menghadapi hidup. Persahabatan si Peng dengan anjing kampung adalah persahabatan alamiah yang muncul dari seorang anak Belanda yang hidup mapan tetapi kemudian orang tuanya bangkrut dan harus pindah ke kampung. Si Peng yang dulu hidup manis seperti kupu-kupu harus bermetamorfose menjadi hidup yang culas seperti ulat. Si Peng menemukan persahabatan dengan seekor anjing kampung yang kurus dan tidak percaya diri. Persahabatan remaja antara Si Peng dengan Yosefine adalah persahabatan kikuk antara dua insan menjelang remaja. Persahabatan dalam bentuk lain dituangkan dalam kisah Quick and Co. Dua lelaki dengan karakter yang sangat berbeda yang membangun usaha percetakan.

Kebijaksanaan muncul dari tindakan, bukan dari belajar dari buku-buku.Kisah Lolo, seorang guru yang memburu kebijakan melalui buku-buku filsafat adalah buktinya. Lolo begitu tergila-gila dengan buku-buku. Dia menyangka bahwa kebijaksanaan akan didapatnya melalui buku-buku yang dibacanya. Sampai-sampai dia menghabiskan sebagian besar gajinya untuk membeli buku. Namun kebijaksanaan itu buyar saat dia berkonflik dengan Tuan A.r seorang asisten residen yang dikalahkannya dalam lelang buku. Selanjutnya terjalin hubungan sosial antara Tuan A.r -yang tidak menikah, dengan keluarga Lolo. Terbakar api cemburu, Lolo akan menembak A.r kalau masih berani datang ke rumahnya, atau bahkan lewat di depan rumahnya. Tindakan istrinya yang menyuruh anak Lolo memeringatkan Tuan A.r adalah sebentuk kebijaksanaan yang sesungguhnya. Ketika akhirnya Lolo harus dipindahkan dari tempat kerjanya, supaya jauh dari Tuan A.r, dia membuang semua bukunya, karena menyadari bahwa kebijaksanaan justru keluar dari istrinya, seorang perempuan yang tidak pernah membaca buku.

Beda dengan kisah Tuan Douwes yang pendek tetapi istrinya tinggi dan gemuk serta penuh kuasa. Tuan Douwes menjadi bahan ejekan di kantor dan selalu mengalah di rumah. Tuan Douwes mencari kesenangan dengan bangun pagi dan membuat kopi untuk dirinya sendiri dan istrinya yang masih tidur. Suatu hari istrinya merebut kesukaannya membuat kopi di dapur di pagi hari. Istrinya menghardik, bahwa dapur bukan tempat para suami. Maka saat Komisaris polisi melaporkan bahwa istrinya kecelakaan di dapur dan meninggal karena tertancap pisau, Tuan Douwes malah menyerahkan diri dan menceritakan kisah yang sebenarnya. Meski menusuk istrinya adalah sebuah keputusan spontan, namun Tuan Douwes mempertanggungjawabkan pilihan yang telah dilakukannya.

Kesombongan tuan Bergamin S.H diruntuhkan oleh seorang asisten dua yang tidak punya gelar tetapi rajin membaca buku dalam cerpen Pagar. Persengketaan antar istri karena penebangan pohon pisang di batas pagar merembet kepada pertentangan melalui surat-menyurat antar suami. Dalam surat-menyurat ini akhirnya kesombongan Bergamin S.H tertelempak.

Kisah kesetiaan digambarkan melalui tiga binatang yang mengakui kebaikan tuan mereka di hadapan Tuhan. Meski dalam hidupnya para tuannya tersebut tidak terlalu baik kepada orang lain, bahkan kepada anggota keluarganya sendiri. Kesetiaan juga ditunjukkan oleh Didi seorang perempuan yang sangat independen dan hanya mau menyerahkan dirinya kepada lelaki yang disukainya (tidak setia kepada satu lelaki). Didi yang akhirnya menikah dengan seorang striman muda rela dipukuli oleh Jepang sampai mati karena menengok suaminya di tahanan Jepang.

Penderitaan dan duka cita merupakan nasib setiap orang yang hidup, tetapi kemenangan atas nasib buruk, hanya tersedia bagi perseorangan yang unggul (hal. 84). Kutipan ini muncul dalam kisah Leo teman Peng yang terlindas kereta api. Kaki dan tangannya harus diamputasi. Tetapi semangat hidupnya telah membuat dia kembali berperilaku layaknya orang normal. Kegembiraan Leo membuat penderitaan tersebut tidak merusak hidupnya. Dia adalah pahlawan.

Kehebatan Mahieu dalam mengemas kisah-kisah sehari-hari adalah luar biasa. Ceritanya lancar mengalir dan membawa pesan nilai tanpa menggurui. Mahieu juga memilih berbagai teknik untuk mengemas kisahnya. Kadang dia bertutur sebagai orang pertama, kadang dia mengisahkan tokohnya sebagai orang ketiga, kadang dia memakai Bahasa surat menyurat untuk membangun alur. Buku ini sungguh membuat saya mengetahui bagaimana kehidupan para orang Belanda di Batavia dan nilai-nilai yang dianutnya.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler