x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Edan Sungguh, Pelaku Bom Surabaya dari Satu Keluarga

Dan poin-poin inilah yang membuat kasus peledakan bom kembar tiga di Surabaya menjadi sangat dahsyat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jika adik-kakak yang telah dewasa terlibat dalam satu aksi pengeboman, sudah sering terjadi. Beberapa kasus lainnya melibatkan seseorang bersama iparnya, seseorang bersama menantunya, seseorang bersama mertuanya, seseorang bersama suaminya atau seseorang bersama istrinya.

Namun keterangan yang menyebutkan bahwa pelaku bom kembar tiga di Surabaya pada 13 Mei 2018 melibatkan satu keluarga yang terdiri dari 6 orang (ayah-ibu dan empat anak kandung) sungguh di luar jangkauan nalar yang paling radikal sekalipun.

Sangat sulit bahkan mungkin mustahil menemukan alasan keagamaan atau justifikasi rasional tentang bagaimana mungkin seorang ayah rela melibatkan dan mengorbankan istri dan anak-anaknya, atau seorang ibu rela mengorbankan anak-anaknya, khususnya jika anak-anak itu belum mencapai usia balig yang sempurna. Lalu bagaimana bisa seorang anak yang baru berusia 12 tahun dapat terlibat atau melibatkan diri (atau mungkin dipaksa) dalam sebuah aksi pengeboman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan data awal, aksi bom pertama (pukul 07.33 WIB); disusul ledakan kedua (07.53 WIB), kemudian ledakan ketiga (08.01 WIB). Saya membayangkan bahwa kemungkinan pelaku bom pertama adalah sang anak lelaki; pelaku bom kedua adalah istri bersama anaknya; dan bom ketiga akan dilakukan oleh sang ayah. Dengan asumsi bahwa sang ayah akan memastikan lebih dahulu istri dan anak-anaknya telah mengeksekusi target, sebelum akhirnya si ayah sendiri mengeksekusi target dan dirinya sendiri.

Sungguh edan. Saya belum pernah – mohon dikoreksi jika salah – menemukan atau membaca kisah-kisah heroik para mujahid muslim dalam catatan sejarah Islam, yang melakukan aksi jihad normal (pertempuran) dengan melibatkan sekaligus satu keluarga, khususnya melibatkan anak-anak.

Saya membayangkan cara dan proses indoktrinasi dalam keluarga R Dita Oepriarto berlangsung sangat intens. Bahkan seorang teolog radikalisme sekelas Amman Abdurrahman atau Abu Bakar Ba’asyir mungkin sekali akan geleng-geleng kepala, dan bertanya-tanya: kok bisa? Proses indoktrinasi apa gerangan yang menjadi acuannya?

Mengulas dan menganalisa kasus keluarga pelaku bom di Surabaya tak cukup lagi cuma sekedar mengacu pada teori-teori lawas. Semua aksi peledakan yang menyasar korban tak bersalah adalah perilaku irasional.

Kesimpulan sementara saya: tidak satupun pisau analisis atau teori atau bahkan sekedar basis teori ataupun peristiwa historis, yang dapat dijadikan acuan untuk mengulasnya. Dan poin inilah yang membuat kasus peledakan bom kembar tiga di Surabaya menjadi sangat dahsyat.

Syarifuddin Abdullah | 14 Mei 2018 / 28 Sya’ban 1439H

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB