x

Iklan

Nizwar Syafaat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ancaman Teror BOM dan Ketimpangan Ekonomi

Ketimpangan ekonomi merupakan ruang bagi organisasi teroris untuk melaksanakan aksinya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Innalillahiwainnailaihirojiun, Semoga Allah swt memberi ganti yang lebih baik atas musibah terror ini.  Selama seminggu ini Jakarta dan Surabaya dua kota terbesar Indonesia diguncang teror.  Di awali dari Rumah Tahanan Salemba cabang Mako Brimob tempat para narapidana teroris mendekam dikuasai oleh mereka yang membuat aparat keamanan tidak berkutik selama sekitar 36 jam.  Korban di pihak aparat jauh lebih besar dibanding pihak napi teroris.  Seminggu kemudian, tepatnya tanggal 13 Mei 2018 sekitar pukul 8.00 wib pagi tiga gereja di Surabaya tempat misa umat kristiani diguncang teror bom bunuh diri yang menewaskan 13 orang dan sekitar 40 luka-luka.

Belum juga usai rasa galau dan takut, pada saat Tim Densus 88 menggeledah rumah terduga teroris bom gereja, malam harinya sekitar pukul 20.00 wib Rusunawa di Wonocolo Surabaya diguncang teror bom yang menyebabkan 3 orang meninggal dan 2 luka-luka. 

Menurut penjelasan Presiden Jokowi, teror Bom tidak ada kaintannya dengan agama manapun dan senada dengan penjelasan Kapolri bahwa teror Bom Suarabaya didalangi oleh JAD afiliasi ISIS.  ISIS sekarang tersesak oleh Amerika dan Rusia, sehingga diperintahkan semua afilisinya untuk melakukan terror, khusus di Indoensia, menurut penjelasan Kapolri, JAD ngamuk karena para pempinannya banyak yang ditahan.

Penjelasan Presiden dan Kapolri tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa organisasi teroris bukan bentukan Islam tapi berasal dari organisasi teroris misalnya ISIS yang berasal dari luar negeri.  Menyimak kesimpulan hasil riset Robert Pape dari Universitas Chicago yang emnulis buku “Dying to Win” yang meneliti 315 kasus sicide bomber dari 1980-2003: “ My study survey all 325 suicide terrorist attacks around the global from 1980 to 2003,  The data show there is not the close connection between suicide terrorisms and Islamic fundamentalism that many people think.  Rather, what all suicide terrorist campaigns have in common is a specific secular and strategic goal: to compel democracies to withdraw military force from the terrorist’ national homeland.  Religion is rarely the root cause, although it is often used as a tool by terrorist organizations in recruiting and in order efforts of broader strategic objective”.

Menurut pendapat saya sasaran oragnisasi teroris adalah untuk mempertahankan “hegemony” kekuasaan suatu negara di dunia.  Banyak bukti bahwa suatu negara ingin mempertahankan hegemony kekuasaannya dengan cara apapun.  Biarlah pembaca yang menyimpulkan sendiri.  Saya hanya memyesal kenapa mereka para teroris saudara kita mau diperalat oleh oraganisasi teroris semacam ISIS.

 

 

De-demokratisasi dan Ketimpangan Ekonomi

          Di Indonesia banyak ruang yang dapat dimanfaatkan para teroris untuk melakukan aksi terornya antara lain: kesewenangan pemerintah dan DPR dalam menegakkan demokrasi, misalnya penggunaan ambang batas 20% untuk mengusung capres dengan menggunakan hasil pemilu periode sebelummnya.  Walaupun hal tersebut secara UU sah tapi secara demokrasi patut dipertanyakan; masyarakat luas banyak mempertanyakan hal tersebut.  Jawaban pemerintah hanya satu, yaitu itu sudah sesuai dengan UU, masyarakat yang tidak puas silakan menggugat ke pengadilan.  

Pembangunan ekonomi yang tidak banyak berpihak pada rakyat bawah yang membutuhkan kesempatan kerja, misalnya indutustrialisasi Cina di Indonesia, dimana masyarakat sekitarnya yang menganggur hanya jadi penonton derunya bunyi pabriknya;   Penjabat eksekutif banyak membela industrialiasai Cina tersebut padahal tidak menguntungkan bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Ketimpangan ekonomi.  Pada tahun 2016, pendapatan penduduk Indonesia mencapai Rp12.406,8 trilliun dengan  rata-rata sebesar Rp 47.96 juta jauh di atas garis kemiskinan sebesar Rp 4.6 juta (BPS, 2017).  Kalau kita mau jujur dengan total pendapatan nasional yang demikian besar, seharusnya tidak ada masyarakat miskin lagi di Indonesia. Tetapi mengapa dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 47.96 per kapita per tahun masih ada penduduk miskin sebanyak 26.58 juta orang? Itu terjadi karena ada lapisan masyarakat kelas atas memperoleh kue pendapatan nasional terlalu besar, sedangkan masyarakat bahwa mendapatkan kue pendapatan nasional sangat sangat kecil.  Ketimpangan ekonomi tersebut yang menyebabkan rakyat miskin.  Dan untuk mengentaskan rakyat miskin hanya bisa melalui pengurangan ketimpangan ekonomi dengan berbagai kebijakan ekonomi untuk memperbesar bagian kue masyarakat miskin.

Selama tiga tahun pemerintahan Jokowi, nilai indek gini mengalami penurunan tapi tidak signikan dari 0.408 menjadi 0.393 (BPS).  Data lain menunjukkan bahwa selama periode yang sama telah terjai peningkatan kekayaan secara signifikan  40 orang terkaya di Indonesia meningkat dari Rp 1.127 trilliun (US$ 86.760) menjadi Rp 1.616 trilliun (US$ 119.720) atau meningkat Rp 163 Trilliun per tahun (forbes).  Berdasarkan dua fakta tersebut, saya menyimpulkan bahwa kebijakan ekonomi selama tiga tahun pemerintahan Jokowi menghasilkan ketimpangan yang stagnan. 

Dengan demikian, kue pembangunan yang telah diciptakan saat ini sudah lebih dari cukup untuk memakmurkan seluruh penduduk Indonesia, tinggal bagaimana pemerintah mendistribusikannya.  Pemerintah tidak perlu memperbesar kue pembangunan dengan kebijakan fiskal ABPN-defisit melalui utang.  Cukup yang ada saja dan memperbaiki distribusinya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perbaikan iklim demokrasi dan ketimpangan ekonomi membuat setiap rakyat utamanya rakyat lapisan bawah tidak tergiur dengan ajakan organisasi teroris untuk menggapai surga dengan melupakan dunia yang sulit bagi mereka menggapainya.  De-demokratisasi dan Ketimpangan Ekonomi merupakan ruang bagi teroris untuk melaksanakan aksinya terornya.  Kita tutup semua ruang yang memungkinkan teroris menggunakan ruang tersebut untuk melaksanakan aksi terornya.  Semoga kita menjadi bangsa yang mencintai rakyatnya dalam bentuk apapun dan membina rakyatnya,  termasuk para teroris untuk kembali ke jalan yang benar.

 

Nizwar Syafaat, Ekonom,  Pengamat Kebijakan Publik.

Ikuti tulisan menarik Nizwar Syafaat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB