x

Iklan

Danur Osda

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menyelesaikan Pembagian Harta Gono-gini Dengan Baik dan Adil

Awal yang baik tentu harus juga diakhiri dengan baik. Hal ini ini berlaku untuk berbagai hal, termasuk di antaranya adalah perkawinan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kalaupun terpaksa harus mengakhirinya dengan perceraian, proses perpisahan dengan pasangan harus dilakukan dengan baik.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu permasalahan yang kerap mengganjal dalam sebuah perceraian adalah terkait pembagian harta gono-gini. Seperti diketahui, harta gono-gini merupakan harta bersama yang dihasilkan oleh suami istri ketika dalam ikatan perkawinan.

 

Di Indonesia, ada 2 aturan yang bisa digunakan untuk melakukan pembagian harta bersama. Dua aturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).

 

 

Pembagian Harta Gono-gini Menurut UU Perkawinan

Menurut aturan perundang-undangan ini, harta dalam sebuah perkawinan terbagi menjadi 2, yakni:

 

 

  • Harta bawaan

Harta bawaan merupakan segala jenis harta yang dihasilkan oleh masing-masing pihak sebelum terikat dalam pernikahan. Harta yang berasal dari hadiah serta warisan juga menjadi bagian dari harta ini.

 

Karena tidak dihasilkan semasa perkawinan, maka kepemilikannya berada di tangan masing-masing pihak. Demikian pula terkait penggunaannya. Seorang istri atau suami tidak memerlukan izin dari pasangan untuk menjual, menyewakan, atau menjaminkannya.

 

 

  • Harta bersama

Harta bersama merupakan jenis kekayaan yang dihasilkan oleh selama suami istri berada dalam ikatan perkawinan. Misalnya, istri bertugas sebagai ibu rumah tangga dan penghasilan keluarga sepenuhnya jadi tanggung jawab suami. Dalam kasus ini, istri tersebut tetap memiliki hak atas harta bersama tersebut.

 

Dalam pengelolaannya, harta bersama tidak bisa digunakan secara bebas. Pemakaiannya harus mendapatkan izin dari pasangan. Oleh karena itu, ketika suami dan istri bercerai, menurut UU Perkawinan pembagian harta bersama harus dilakukan secara merata. Masing-masing pihak memperoleh 50% dari jumlah harta bersama. 

 

 

Pembagian Harta Gono-gini menurut Inpres KHI

Seperti halnya UU Perkawinan, Inpres KHI yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto juga mengakui adanya harta bawaan dan harta bersama. Aturan ini mengungkapkan bahwa harta bawaan dari masing-masing pihak merupakan hak penuh dari pihak tersebut.

Inpres KHI juga menyebutkan hal terkait utang yang timbul akibat perkawinan. Kalau utang itu terjadi karena kepentingan keluarga, maka pembayarannya dibebankan kepada harta bersama. Kalaupun harta bersama tak mampu mencukupi utang, baru menggunakan harta bawaan milik suami lalu disusul harta bawaan dari istri.

 

Ketika terjadi perceraian, Inpres KHI ini jugamengungkapkan hal yang sama dengan UU Perkawinan. Harta bersama harus dibagi sama rata oleh masing-masing pihak. Tidak ada perbedaan jumlah harta yang dibagi, tapi KHI memberi penjelasan lebih banyak.

 

 

Harta Gono-gini untuk Anak

Kedua aturan tersebut, UU Perkawinan dan Inpres KHI, sama-sama tidak mengatur tentang harta bersama yang secara khusus ditujukan untuk anak ketika terjadi perceraian. Hanya saja, kedua aturan ini sama-sama mewajibkan orang tua untuk memelihara serta mendidik anak sampai usia dewasa.

 

Hanya saja, terjadi perbedaan terkait usia dewasa dalam kedua aturan tersebut. Menurut KHI, anak yang telah dewasa setidaknya telah berusia 21 tahun atau telah menikah. Sementara itu, menurut UU Perkawinan, usia dewasa adalah 18 tahun atau anak telah menjalani perkawinan.

 

 

Cara Menghindari Pertikaian Akibat Perebutan Harta Gono-gini

Kedua aturan di atas memang telah secara jelas mengatur pembagian harta bersama ketika terjadi perceraian. Namun, tetap saja tak menutup kemungkinan ada pertikaian karena masing-masing pihak merasa dirugikan. Untuk itu, ada solusi yang bisa dilakukan, yakni:

 

  • Menjual aset harta bersama. Selanjutnya, uang dari hasil penjualan itu dibagi berdua.
  • Memberikannya kepada anak. Cara ini bisa dilakukan untuk menghindari konflik yang berkepanjangan. Anda bisa memilih untuk mengubah nama kepemilikan aset-aset yang termasuk harta bersama menjadi milik anak.

 

Ingat, perceraian tidak harus dilakukan dengan hubungan yang buruk dengan mantan pasangan. Anda juga bisa menyelesaikan masalah tersebut dengan cara baik-baik. Semoga bermanfaat, ya. 

Baca juga: Serba-serbi Pembagian Harta Gono-gini Setelah Perceraian

Ikuti tulisan menarik Danur Osda lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB