x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ramadhan yang Damai

Rakyat ingin Ramadhan yang damai. Belum tentu tahun depan ketemu lagi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kenaikan harga kebutuhan pokok yang berlangsung bahkan sejak menjelang Ramadhan merupakan fenomena yang jamak terjadi setiap tahun. Siapapun yang duduk di pemerintahan akan menghadapi fenomena ini dan lazimnya kesulitan mengerem kenaikan harga-harga tersebut. Meskipun tidak tahu persis siapa sesungguhnya yang memetik keuntugan besar dari kenaikan harga ini, rakyat umumnya berusaha memaklumi. Pilihan rakyat sangat terbatas. Rakyat ingin fokus menjalankan puasa. Bagi rakyat, yang penting dapat menjalankan ibadah dalam damai.

Ramadhan tahun ini, sayangnya, diawali dengan suasana yang lumayan mengganggu kedamaian. Menjelang kedatangan Ramadhan, terjadi ledakan bunuh diri di Surabaya plus ledakan di sebuah rumah di Sidoarjo. Sangat sukar menalar peristiwa tersebut: bagaimana mungkin keluarga yang mengaku Muslim meledakkan diri saat Ramadhan segera tiba? Semua orang menunggu dengan penuh harap kedatangan Ramadhan dan ingin menikmati berkah dan ampunan di dalam bulan istimewa ini, tapi mereka memilih sebaliknya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Belum lagi usai urusan peledakan, ketenangan Ramadhan terusik oleh perdebatan di berbagai media menyusul publikasi Kementerian Agama mengenai 200 dai terekomendasi. Begitu terbit, rekomendasi itu segera menuai respons dari berbagai pihak. Antara lain, muncul pertanyaan dari khalayak, mengapa ustadz Abdul Somad (yang lagi diuji dengan kepopulerannya) tidak masuk dalam daftar 200? Ada pula ustadz yang masuk dalam daftar merasa tidak nyaman sebab seakan-akan dirinya dianggap lebih baik dibandingkan ustadz yang tidak masuk daftar.

Maka, keramaian pun tak terhindari. Sungguh sayang, rakyat ingin menjalankan ibadah Ramadhan dalam damai—bukan hanya menunaikan perintah shaum, tapi juga kebaikan lainnya. Ikhtiar rakyat untuk khusyuk menjalani Ramadhan terusik oleh perdebatan mengenai daftar 200 mubaligh. Di media sosial, sahut-sahutan berlangsung. Ramai sekali.

Nah, belum lagi urusan daftar mubaligh recommended selesai, muncul lagi rencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan standarisasi mubaligh. Dikutip sebuah media, seorang ketua MUI Pusat mengatakan bahwa para mubaligh akan dinilai berdasarkan kualifikasi pendidikan, karya tulis, rekam jejak di masyarakat, rekam jejak digital, hingga konsistensi pengalaman ilmu. MUI juga akan mengelompokkan para mubaligh ke dalam kompetensi dan jenjangnya, ada yang berkompeten di tingkat provinsi saja, ada yang di tingkat nasional, dan ada yang internasional. Lagi-lagi, pro-kontra bertebaran di jagat media sosial. Sejumlah pihak merespons dengan bertanya, perlukah standarisasi semacam itu? Alasannya, mubaligh bukanlah profesi seperti insinyur atau dokter.  

Masyarakat sesungguhnya cukup rasional di samping menggunakan hati dalam memilih siapa mubaligh yang ingin diikuti tausyiahnya. Memang, keinginan tidak selalu baik karena dapat diwarnai bias pribadi, tapi pengalaman akan mengasah masyarakat untuk memilah mana dai yang layak didengar nasihatnya dan yang kurang. Adanya ikatan kimiawai antara masyarakat dan mubaligh tertentu akan berlangsung secara alamiah, setelah mereka berinteraksi berulang-ulang, dan tidak terjadi tiba-tiba karena yang seorang mubaligh sudah punya bersertifikat internasional dan yang lain belum.

Apapun pilihannya, jika ingin membicarakan soal-soal seperti itu, sebaiknya mah jangan sekarang. Nantilah, setelah Ied Fitri atau sesudahnya. Saat ini, rakyat yang ingin fokus dan khusyuk menjalankan ibadah sepanjang Ramadhan, jangan diusik dengan pelemparan wacana-wacana yang berpotensi mengundang perdebatan. Akan banyak energi, waktu, pikiran, dan perhatian yang teralihkan ke wacana yang sebenarnya bisa dibicarakan lain waktu, sedangkan Ramadhan hanya ada sebulan dalam setahun. Rakyat ingin Ramadhan yang damai. Belum tentu tahun depan ketemu lagi. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler