x

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Terminologi Membingungkan Ragam Disabilitas

Masing masing kelompok memiliki preferensi dalam penyebutan identitas ragam disabilitas mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salah seorang panitia Festival Bebas Batas bertanya, adakah terminologi yang disepakati untuk menyebut ragam disabilitas teman-teman berkebutuhan khusus. Ia mengaku sulit melakukan penyebutan terhadap beberapa ragam disabilitas. Terutama guna menghindari kesalahpahaman dan menempatkan posisi teman teman disabilitas menjadi tidak setara.

 

Selama ini setiap ragam penyandang disabilitas memiliki terminologi yang berbeda-beda untuk menyebut ragam disabilitas. Semisalnya, teman-teman Tunanetra suka menyebut diri mereka dengan sebutan Tunet dari pada disebut buta. Penyebutan kata-kata “Buta” kadang hanya dipakai sebatas merendahkan diri saat bercanda. Kata Buta juga digunakan untuk menggambarkan kondisi diri ketika berada di kalangan yang belum mengenal istilah “Tunet”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Beberapa Tunanetra menganggap, kata-kata “Buta” mengandung konotasi negatif, yang berarti ketidakmampuan mengakses objek sama sekali. Konotasi ini merujuk pada kelemahan diri dengan salah satu fisik tubuh yang tidak berfungsi padahal ada di tempatnya. “Buta” jadi terasa lebih kasar di pendengaran.

 

Sedangkan terminologi Tunanetra diartikan kalangan mereka sebagai keunikan dan keragaman fisik manusia. Ada kesetaraan dalam terminologi Tunanetra dibandingkan buta. Meski begitu, tidak semua Tunanetra mempermasalahkan penggunaan terminologi ini. Beberapa dari mereka bahkan dengan bangga menyebut diri mereka buta, karena menganggap akar kata dalam Bahasa Indonesia untuk orang-orang yang tidak melihat adalah buta.

 

Sementara itu, kalangan Tunarungu malah sebaliknya. Tunarungu lebih memilih penggunaan istilah “Tuli” dibandingkan Tunarungu. Ini berkaitan erat dengan definisi dan persepsi terhadap kata. Menurut beberapa teman Tunarungu, kata Tuli –lah yang merujuk pada kondisi setara antar manusia. Kata “Tuli” menggambarkan keanekaragaman bentuk, cara dan budaya berkomunikasi. Kata Tuli juga lebih simpel untuk diterjemahkan ke dalam bahasa isyarat karena terdiri dari dua suku kata Tu-li dibandingkan kata Tunarungu yang terdiri dari empat suku kata.

 

Sebagian teman Tunarungu juga menganggap, terminologi Tunarungu merujuk pada istilah kedokteran yang berarti kecacatan. Sedangkan terminologi Tuli, merujuk pada istilah budaya dalam akar kata Bahasa Inndonesia yang artinya tidak mendengar. Sama seperti kata Buta, merupakan akar kata bahasa Indonesia yang berarti tidak melihat.

 

Penggunaan terminologi ragam disabilitas memang masih jadi perdebatan hingga sekarang. Bahkan pada terminologi disabilitas itu sendiri. Dulu, sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, terminologi yang digunakan adalah penyandang cacat. Penyebutan ini bahkan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997.

 

Seiring waktu Indonesia meratifikasi Kovensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas (United Nations Covention on Rights of People with Disabilities) tahun 2011, maka penyebutannya pun berubah menjadi “Penyandang Disabilitas”. Terminologi inipun diadopsi dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2016 tentang hak hak penyandang disabilitas.

 

Pada era teknologi informasi dan akses yang semakin terbuka, penyebutan penyandang disabilitas pun semakin berkembang. Banyak istilah baru yang diciptakan para penggiat kesetaraan penyandang disabilitas dan Hak Asasi Manusia dalam mengkampanyekan kesetaraan. Misalnya, istilah “Difable” atau Different Ability – orang dengan kemampuan berbeda, maupun istilah terbaru yang juga banyak digunakan media yaitu Masyarakat Berkebutuhan Khusus.

 

Namun perbedaan terminologi ini harusdisepakati penyebutannya. Beberapa orang menganggap, istilah yang tercantum dalam Undang-Undang adalah dasar penyebutan yang benar. Sayangnya, dalam UU No.8 Tahun 2016, pasal 4 tidak menggunakan terminologi spesifik. Dalam pasal 4 hanya disebut ragam disabilitas adalah fisik, intelektual, mental dan sensorik.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler