x

Iklan

Daeng

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Stigma Mantan Napi Teroris yang Sudah Bertobat

Kesalahan-kesalahan kecil atau besar yang pernah dilakukan seseorang terkadang membuatnya menjadi seorang “pendosa”. Terpenjara karena kesalahannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kesalahan-kesalahan kecil atau besar yang pernah dilakukan seseorang terkadang membuatnya menjadi seorang “pendosa”. Terpenjara karena kesalahannya. Dicemooh, dicaci maki bahkan dikucilkan oleh masyarakat karena kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalunya. Namun, setiap orang punya kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik.

Itulah realita yang dialami oleh mantan narapidana teroris (napiter) setelah keluar dari penjara. Alih-alih ingin menghirup udara bebas sembari bertobat dan kembali bersosialisasi dengan masyarakat, namun malah penghakiman yang diterima dari masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Perlu dipahami kembali bahwa sikap penghakiman, stigma dan penolakan masyarakat terhadap mantan napiter ini kurang tepat dan tidak sesuai dengan program deradikalisasi yang sedang diterapkan oleh pemerintah. Masyarakat seharusnya menerima mereka agar tidak kembali menjadi teroris.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Banyak pihak berpandangan sama dalam menyikapi mantan narapidana teroris yang sudah bebas, pada intinya jangan menstigma dan mengucilkan mantan narapidana teroris karena setiap orang punya kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pernah mengatakan dan meminta masyarakat untuk tidak mengucilkan bekas narapidana teroris.

"Jangan menstigma mereka. Biarkan mereka bekerja dan bermasyarakat dengan baik, anak-anak mereka bisa sekolah dengan baik. Mereka punya hak yang sama seperti warga negara Indonesia yang lain."

Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius juga meminta masyarakat untuk tidak memarginalkan atau meminggirkan mantan narapidana teroris.

"Ketika mereka dimarginalkan, mereka hopeless dan pindah ke jaringannya semula. Ada kami jumpai dari satu mantan teroris ingin berbuat baik tapi dipersulit dalam rangka mendapatkan kartu tanda penduduk contohnya. Ini membuat hidup mereka lebih berat lagi dan mungkin akan kembali ke jaringan semula," kata Suhardi.

Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan hal yang wajar, namun jangan terlalu ekstrim seperti sikap curiga atau waspada yang berlebihan. Bersikap waspada itu boleh-boleh saja asal masih dalam batas kewajaran, namun masyarakat juga harus dapat menerima kembali para mantan teroris yang ingin kembali menjadi warga negara yang baik.

Dalam menanggulangi aksi terorisme terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan yakni dengan pendekatan deradikalisasi dan pendekatan kontraradikalisasi.

Selama proses deradikalisasi terhadap mantan narapidana teroris, ada empat pilar kebangsaan yang harus terus menerus disosialisasikan kepada mantan napi teroris yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Empat pilar kebangsaan itu disampaikan selama napi dipenjara maupun dalam masa pembinaan.

Proses pembinaan di masyarakat inilah yang juga berperan dalam menyadarkan dan merangkul narapidana teroris agar kembali ke jalan yang benar sehingga dapat mengurangi benih-benih radikalisme yang masih tersembunyi di masyarakat.

Jika semua pihak mengedepankan cara-cara kekerasan niscaya hanya akan menimbulkan dendam bagi mereka. Untuk itu, para napiter jangan sampai dikucilkan karena nantinya mereka menganggap tidak punya ruang lingkup lagi di masyarakat. Pendekatan dengan sikap sopan, dibina dan diarahkan merupakan cara yang tepat dan manusiawi agar pemahaman mereka menjadi baik.

Oleh : Ahmad Sadikin

Ikuti tulisan menarik Daeng lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler