x

Iklan

Muchlis R Luddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Keterampilan Bagi Aparatur Publik

Keluhan itu hampir merata dirasakan oleh aparatus penyelenggara layanan publik, baik yang dilakukan pada institusi pemerintahan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

*oleh: Prof. Dr. Muchlis R Luddin

Keluhan itu hampir merata dirasakan oleh aparatus penyelenggara layanan publik, baik yang dilakukan pada institusi pemerintahan, maupun yang dilaksanakan di institusi privat. Keluhan utamanya berkait dengan rendahnya keterampilan para aparatus kita dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya.

Banyak sekali aparatus kita yang tak memiliki keterampilan memadai, kalau tak hendak kita sebut bahwa aparatus layanan publik kita memiliki keterampilan rendah. Dunia layanan publik terganggu. Banyak pekerjaan tak dapat diselesaikan sesuai dengan target. Mutu pekerjaan rendah. Layanan dilakukan dengan bertele-tele, bahkan dalam waktu yang tak pasti.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Padahal dalam dunia yang telah terintegrasi seperti sekarang, semua layanan publik menjadi kunci keberhasilan. Bahkan dalam beberapa hal, layanan publik diletakan sebagai "competitive advantage" dari sebuah institusi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana kita bisa memperbaiki layanan publik melalui sebuah proses teaching skills?

Umumnya mengajari orang untuk memiliki keterampilan yang dipersyaratkan adalah tugas lembaga pendidikan, institusi pelatihan. Tetapi, mengajari orang agar memiliki keterampilan yang diharapkan juga menjadi tugas seorang pemimpin, manajer, atasan. Tugas ini sering dinyatakan sebagai "an important part of your role" sebagai seorang manajer. Sebab seorang manajer, seorang atasan, seorang pemimpin memiliki tugas yang inheren, yakni "the development of skills such as self-awareness, communication, and time management".

Pelatihan ini sesungguhnya, berujung pada terbentuknya "a high performing team" dalam institusi kita masing-masing. Untuk mengurai bagaimana cara terbaik melakukan teaching skills pada seseorang, saya kemudian teringat kepada pernyataan terkenal dari Confucius sebagai berikut: "I hear and I Forget; I see and I Remember; I do and I understand". Confucius mengingatkan kita bahwa "new skills can be learned only through experimenting with new behaviours, obeserving the results, and learning from the experience".

Jika kita perhatikan atribusi seperti di atas, bahwa mengajari keterampilan baru kepada seseorang baru akan berjalan efektif apabila terjadi proses maksimalisasi, dimana seseorang yang belajar memiliki kesempatan yang terbuka untuk mengkombinasikan antara "watching, thinking, and doing".

Inilah yang kemudian saya sebut sebagai "the experiential learning model". Model pembelajaran yang bertumpu kepada (pemberian) pengalaman pada seseorang (peserta didik).

Dalam model pendidikan, pelatihan, atau pengajaran seperti itu, setidak-tidaknya ada empat elemen utama yang harus kita perhatikan.

Pertama, orang dilatih untuk mengembangkan kemampuan konseptualisasi tentang apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Dia harus bisa conceptualizing sesuatu yang dihadapi menjadi sesuatu yang baru the new concept. Keterampilan konseptualisasi ini penting agar orang belajar mencerna "from what happened to create a refined conceptual map of skills, and the cycle continues".

Kedua, orang dilatih untuk "planning how to test the ideas". Di dalam elemen ini, orang dilatih untuk mengetes dirinya sendiri apakah dia memahami keterampilan-keterampilan yang (harus) dimilikinya. Dalam bahasa yang lebih ringkas dikukiskan sebagai "plan how they can test their understanding if the skill".

Ketiga, orang diberi kesempatan yang luas untuk secara aktif mencoba keterampilan yang dimilikinya dalam a new experience. Di sini orang diterjunkan ke dalam kawah candradimuka pengalaman konkrit yang harus dikerjakannya. Dalam bahasa pendidikan atau pembelajaran disebut sebagai "get learners to apply the new skill in concrete experience".

Kita memberi kesempatan orang untuk berlatih, melakukan pekerjaan langsung, dan memberi peluang kepada sesorang untuk melakukan feedback seberapa jauh ia telah melakukan pekerjaannya berdasarkan keterampilan yang dikuasainya.

Keempat, orang dilatih untuk melakukan "reflective observational". Di sini, orang diajari untuk melaksanakan keterampilannya sebanyak mungkin, kemudian mengobservasinya sehingga bisa membentuk "the integrated behavioral repertoir". Dalam kondisi seperti ini, orang dipaksa untuk mendiskusikan cara-cara terbaik untuk selalu meningkatkan kemampuan dan keterampilannya.

Itulah empat elemen penting yang mungkin dapat membantu kita memperbaiki kemampuan dan keterampilan aparatus kita yang acapkali menjadi keluhan pada tugas layanan publik. Mudah-mudahan dengan memperhatikan keempat elemen tersebut, dan kita mulai mempraktikannya dalam tugas sehari-hari, layanan publik kita akan mengalami perbaikan, walaupun tahap demi tahap!

*Penulis adalah Wakil Rektor I Univ. Negeri Jakarta (UNJ)

Ikuti tulisan menarik Muchlis R Luddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB