x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menggali Sains dari Sumber Terdalamnya

Almarhum Baiquni menunjukkan hasil penelusurannya atas sumber-sumber ilmu pengetahuan kealaman dari al-Qur’an.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Sebuah buku saku yang relatif tipis (128 halaman) terbit pada tahun 1983 (Penerbit Pustaka, Bandung). Bersampul gambar lukisan almarhum Sadali, buku berjudul Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern ini menarik perhatian karena dua alasan. Pertama, ditulis oleh Achmad Baiquni, seorang profesor dan fisikawan atom pertama di Indonesia. Kedua, temanya tentang pandangan Islam terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan perbandingan pandangan sains modern dengan ajaran Islam.

Tema buku saku ini menarik perhatian mengingat sekitar empat tahun sebelumnya terbit edisi Bahasa Indonesia dari karya Maurice Bucaille yang berjudul Bibel, Qur’an dan Sains Modern. Dalam buku ini, Bucaille—seorang ahli bedah berkebangsaan Prancis—mendiskusikan tentang konsistensi isi al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan. Dari bahasa Prancis, karya ini diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan memperoleh sambutan di banyak negara Muslim khususnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terhadap karya Bucaille sempat muncul kesan bahwa ia secara umum menemukan kesesuaian antara penemuan-penemuan dalam sains dengan apa yang disampaikan al-Qur’an. Di sisi lain, dalam memaparkan pandangan Islam terhadap sains, Profesor Baiquni membangun argumentasinya mulai dari dasar dengan mengutip perintah Allah dalam surah al-‘Alaq (1-5): “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan..”

Baiquni mengutip pula beberapa ayat lain yang menunjukkan tantangan dan perintah Tuhan kepada manusia untuk memperhatikan alam semesta dan memikirkannya. Seperti dalam ayat 101 surah Yunus: “Katakanlah (hai Muhammad): Perhatikanlah dengan intizhar/nazhar apa-apa yang ada di langit dan di bumi.” Juga ayat 17 sampai 20 surah al-Ghasyiyah: “Maka apakah mereka tidak melakukan intizhar dan memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan. Dan langit bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana mereka didirikan. Dan bumi bagaimana ia dibentangkan. Maka berikanlah peringatan karena engkau pemberi peringatan.”

Intizhar, dalam pemahaman Baiquni, adalah seluruh proses mulai dari pengamatan dan pengukuran gejala alamiah sampai dengan analisis dan pengambilan kesimpulan yang dapat diterima nalar. Menurut Baiquni, ciri khas pengetahuan kealaman ialah bahwa ia disusun atas dasar intizhar pada gejala-gejala alamiah yang dapat kita periksa berulang-ulang dan dapat diperiksa orang lain.

Apabila manusia mengikuti perintah untuk berintizhar seperti dalam al-Ghasyiyah, menurut Baiquni, kita akan menemukan sebagian dari hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah, Sang Pencipta Alam Semesta. Di sepanjang buku kecil ini, Baiquni menunjukkan hasil perenungannya terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan alam. Misalnya saja, ayat 47 surah adz-Dzariyat: “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (atau kekuatan) Kami dan sesungguhnya Kami-lah yang meluaskannya.”

Baiquni menyimpulkan bahwa berabad-abad sebelum persamaan Einstein ditulis, al-Qur’an telah menyatakan bahwa Allah meluaskan langit atau mengekspansikan alam semesta sehingga galaksi-galaksi yang mengisinya saling menjauhi kita. “Kita temukan di sini suatu kenyataan bahwa al-Qur’an dengan tepat menyatakan kelakuan alam yang kini pun masih tampak,” tulis Baiquni (hlm. 21).

Di sepanjang uraian pemikirannya, Baiquni berusaha menafsirkan dan menunjukkan relevansi ayat-ayat yang menyangkut penciptaan alam semesta, langit dan bumi, gunung-gunung dan sungai dengan sains yang diperoleh dari intizhar pada ayat-ayat Allah yang terdapat di alam semesta. Intizhar menjadi kata kunci, kata Baiquni, bila ingin memahami ayat-ayat mengenai alam semesta ini dan menggali ilmu pengetahuan dari dalamnya.

Hingga kini (atau 35 tahun setelah buku ini terbit), karya bertema serupa masih juga langka. Karena itu, karya almarhum Baiquni ini tetap relevan dan sangat layak dibaca sebagai sumber inspirasi dan memantik diskusi kembali tentang tema ini maupun mengeksplorasi kandungan al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan. Boleh jadi, apa yang dipikirkan Baiquni akan memperoleh peneguhan kembali. (Foto: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler