x

Iklan

Muchlis R Luddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Puasa, Tidur dan Ritme Kehidupan Manusia

Bulan mulia itu telah kembali. Hadir di tengah kehidupan kita. Orang-orang menyambutnya dengan gempita.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

*oleh: Prof. Dr. Muchlis R Luddin

Bulan mulia itu telah kembali. Hadir di tengah kehidupan kita. Orang-orang menyambutnya dengan gempita. Ia bulan yang dimuliakan karena ia merupakan bulan penuh rahmat. Itulah ramadhan; sebuah episode waktu yang disediakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa bagi orang-orang yang mulia, orang-orang yang mau berpikir.

Dalam episode waktu itu, ritme rutin kehidupan dan gerak manusia mengalami penyesuaian. Gerak manusia modern yang lebih workholic, disesuaikan dengan ritme gerak tubuh. Keputusan mendayagunakan waktu sepanjang bulan itu direkayasa ulang agar kompatibel dengan siklus kehidupan manusia sebagai human being.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu siklus penting kehidupan, di luar siklus yang lainnya adalah kapan kita harus tidur? Mengapa kita harus tidur? Dan bagaimana kita harus mengatur waktu tidur? Persoalan tidur tak banyak diperhatikan orang, padahal kita tahu, tidur adalah sebuah titik kunci dari praktik kehidupan dan siklus kesehatan manusia: pengaturan tidurlah yang bisa merefleksikan produktif atau tidaknya seseorang dalam mengarungi kehidupannya.

Umumnya, kita menghabiskan waktu untuk tidur empat sampai delapan jam satu hari. Tidur selama itu diyakini oleh kita dapat mempertahankan sistem imunitas kita. Jika kita tidur kurang dari enam jam sehari, misalnya, maka kita telah mulai melakukan “demolishes your immune syatem”.

Kecukupan atau ketidakcukupan waktu tidur yang ada pada setiap orang menunjukan sebuah kunci gaya hidup yang dipegang oleh seseorang. Karena kadar kecukupan (terpenuhinya) waktu tidur pada seseorang merupakan instrumen penting bagi pengaturan beragam organ penting dalam diri manusia, seperti derajat gula darah, pengaturan tingkat depresi, tingkat kecemasan, serta banyak “major psychiatric conditions” lainnya.

Untuk mengetahui mengapa kita (harus tidur) dan mengaturnya, Pada bulan April 2018 lalu, Matthew Walker seorang guru besar psikiatri di Harvard Medical School, juga seorang guru besar neuroscience dan psikologi di Universitas California, Berkeley menulis sebuah buku, sebagai hasil penelitiannya puluhan tahun yang lalu. Bukunya itu diberi judul “Why We Sleep, The New Science of Sleep and Dreams”.

Saya ingin mengungkapkan sebagian analisisnya untuk menyadarkan kita bahwa urusan pengaturan waktu tidur sangat penting dalam kehidupan manusia, termasuk dalam mendorong produktifitasnya dalam praktik kehidupan. Mumpung kita sedang berada di bulan ramadhan yang memaksa kita untuk mengubah ritme praktik kehidupan kita.

Menurut Walker, banyak orang karena “gila kerja” terlalu sedikit memanfaatkan waktu tidur. Padahal waktu tidur yang kurang bisa mengakibatkan terganggunya konsentrasi hormon yang merangsang rasa lapar dan kehendak memenuhi/mengendalikan rasa lapar. Pengaturan waktu tidur dapat menyeimbangkan konsentrasi hormon tersebut, sehingga kita tak mudah mengalami defisiensi dalam tubuh kita.

Adagiumnya adalah “The shorter your sleep, the shorter your life span”. Itu sebabnya, kekurangan waktu tidur secara terus menerus bisa menimbulkan (dalam bahasa Walker), “You will be dead sooner and the quality of that (shorter) life will be worse”.

Adigium di atas sejalan dengan bunyi deklarasi World Health Organization (WHO) yang menyatakan bahwa sekarang ini telah terjadi “a sleep loss epidemic throughout industrialized nations”, dimana waktu tidur yang dibutuhkan manusia mengalami defisiensi: menurun secara dramatik. Dan situasi ini menimbulkan, serta mendorong terjadinya “the aforementioned physical diseases and mental disorders”.

Itu sebabnya, kegagalan kita dalam mengatur dan memanfaatkan waktu tidur, atau sering kita katakan sebagai kekurangan tidur, dapat mempercepat proses kematian. Untuk menjelaskan hal itu, setidaknya ada dua argumen: (1) kekurangan tidur itu merupakan “A very rare genetic disorder”, sehingga ia bisa menyebabkan terjadinya insomnia progresif.

Hal ini biasanya terjadi di dalam pertengahan episode kehidupan kita. Kita bisa terserang stop sleeping dan kemudian menimbulkan kehilangan gairah berpikir, bahkan kehilangan daya fungsi-fungsi tubuh kita. Keadaan ini ditengarai akan bisa membunuh a human being.

(2) persoalan tidur memanglah masih menjadi misteri dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam “biological mysteries”. Ilmu belum banyak mengungkapkan mengapa kita harus tidur? Padahal sepanjang ini, kita hanya berfokus membahas tiga pokok utama yang mendorong kehidupan: “to eat, to drink, and to reproduce”.

Tentang apa yang mendorong mengapa orang harus tidur belum banyak yang membahasnya. Pertanyaan pokok why do we sleep? seringkali kita jawab lewat cara berpikir logis, bahwa kita harus tidur karena (1) kita harus menyimpan energi, mengisi energi, agar dikemudian hari bugar dan bisa beraktifitas lagi dengan segar; (2) kita harus mengistirahatkan mata kita agar “eyeball oxygenation” berlangsung. Mata yang lelah, kemudian mejadi segar kembali;

(3) kita harus mengistirahatkan “non-conscious state” agar kita dapat menurunkan tensi stres, menekan desakan keinginan, sehingga memulihkan keadaan otak dan tubuh kita.

Menurut Walker, tidur itu sangat penting, kebutuhannya harus dipenuhi jangan kurang dan juga jangan berlebih. Ketika seseorang sedang tidur, sesungguhnya tidur itu sedang melakukan pemerkayaan beragam fungsi-fungsi tubuh, antara lain kemampuan kita belajar, memorisasi (kembali), dan membuat keputusan atau pilihan-pilihan logis.

Tidur adalah sebuah proses kalibrasi ulang emosi manusia, mengkalibrasi sirkuit otak manusia, dan mempersiapkan “navigasi” kehidupan sosial dan psikologis manusia untuk hari-hari berikutnya.

Itu sebabnya ketika kita tidur, sesungguhnya kita sedang melakukan “restocks the armory of our immune system”, mencegah infeksi, serta mencegah serangan penyakit. Dengan kata lain, tidur adalah sesuatu perbutan yang paling efektif yang memungkinkan kita untuk “to reset our brain and body health each day”.

Makanya pesan suci telah lama mengingatkan umat manusia bahwa “jadikanlah malam itu untuk tidurmu (istirahatmu), dan jadikanlah siang itu untuk bekerjamu (usahamu)”. Jangan sekali-kali kita membulak-baliknya, karena kita bisa merusak hukum Tuhan, mengganggu ritme dan siklus kehidupan umat manusia.

Di bulan ini, ritme dan siklus normal manusia dikembalikan agar ia ajeg dengan fitrahnya sebagai manusia, bukan sebagai robot. Jika ritme dan siklus itu kembali sedia kala, maka manusia akan tetap bekerja produktif dengan akal budi yang jernih dan tubuh yang sehat. Selamat menjalankan puasa di bulan Ramadan, karena dengan itu kita akan kembali kedalam fitrah sebagai manusia!

*Penulis adalah Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

Ikuti tulisan menarik Muchlis R Luddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler