x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Anda Merasa Siap jadi Pemimpin Hari Ini?

Kepemimpinan yang tidak efektif dalam banyak kasus bisa menyebabkan biaya operasional (dan mungkin juga HPP/COGS) bertambah besar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: To Make Real Time Decision Across Function

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

Sekian bulan menjelang Pilkada serempak di seluruh Indonesia, kita menemukan deretan poster hampir di setiap tikungan penting di pelbagai kota dan daerah, menampilkan wajah orang-orang yang ingin berperan dalam politik daerah dan nasional. Sebagian wajah sudah top di level nasional. Sebagian yang top itu juga menampilkan Presiden RI, seperti menegaskan kesetiaan politiknya.

Bagi kalangan pengrajin poster, juga kalangan pembuat survei, perhelatan politik merupakan peluang bisnis. Banyak yang dulunya mengaku intelektual, bahkan berpendidikan doktor luar negeri, belakangan lebih fokus sebagai pemasok survei yang gigih. Itu proses alamiah dan pilihan sikap profesi, tidak ada yang salah.

Narsisisme memberikan peluang bisnis bagi siapa saja yang mau mengelolanya. Siapa yang tidak menggelembung egonya jika menurut survei ada dukungan publik untuk dirinya? Sementara itu, kalangan pembuat telepon genggam ada yang menjadikan fitur kecanggihan ber-selfie sebagai unggulan. Narsisisme menjadi menyenangkan bagi hampir semua usia, jenis profesi, dan lintas gender.

Rupanya kehidupan merupakan perjalanan yang fun – tastic. Menurut psikologi, narcissism adalah “extreme selfishness, with a grandiose view of one's own talents and a craving for admiration, as characterizing a personality type.”   

Belakangan terdengar kecemasan dari kalangan ahli, jika narsisisme berkembang, empati cenderung layu. Psikolog sosial Sara Konrath melakukan analisis atas 72 studi, berdasarkan Davis Interpersonal Reactivity Index (IRI) mengajukan kuisoner kepada mahasiswa antara 1979 sampai 2009. IRI -- dikembangkan Mark H. Davis, professor psikologi di Eckerd College, Florida -- dianggap memenuhi gold standard untuk mengukur kapasitas seseorang dalam ber-empati.

Konrath mendapati kenyataan, para mahasiswa yang menjalani tes, skor empatinya turun 40% dibandingkan skor mahasiswa 20 tahun sebelumnya. Penurunan skor kemampuan berempati turun tajam utamanya sejak 2000. Sementara itu, hasil skor terhadap narsisisme meningkat.

Empati, kemampuan melihat dan merasakan dari kondisi dan perspektif pihak lain, sebenarnya merupakan aset bernilai tinggi dalam interaksi antar manusia. Dalam kegiatan organisasi bisnis, non-bisnis, dan di institusi pemerintahan. 

Phil Styrlund dan Tom Hayes (plus Marian Deegan) menulis Relevance, Matter More, buku menarik tentang bagaimana agar kehadiran kita di bumi ini menjadi berarti, relevan. Apa pun profesi Anda, pengusaha, pemimpin komunitas, pejabat pemerintahan, anggota parlemen, atau eksekutif dan leader di korporasi, tentunya sangat berkepentingan untuk terus relevan, utamanya bagi para stakeholders dan masyarakat luas. Kalau tidak relevan, mana mungkin Anda eksis?

How we show up in the world matters; in fact, how we show up is our only sustainable distinguisher in a commoditized world. Being empathetic gives us a natural advantage; it allows us to be relevantly engaged in ways that narcissists can never be,” kata Phil dan Tom. Para pemimpin yang narsis umumnya gagal.

Menurut Phil dan Tom, Empathy merupakan satu dari empat faktor yang sama-sama berperan agar kita tetap relevan dengan kehidupan ini – tiga lainnya Authenticity, Mastery, dan Action. Peran Action sangat menentukan.

Kemampuan berempati disebutkan bahkan sangat membantu dalam kesuksesan sales team untuk meningkatkan revenue perusahaan. Karena, tanpa empati, banyak sales persons bekerja jadi brosur atau katalog berjalan, mendesakkan deretan fitur produk dan jasa perusahaan yang diwakilinya, tanpa mampu mengenali kebutuhan calon pembeli, apalagi menyelami perspektif prospek.

Bagi para eksekutif dan leaders di organisasi rasanya sangat berkepentingan menyimak Global Human Capital Trends 2018, hasil survei Deloitte terhadap 11.070 responden. Menurut Deloitte Insight, “Senior leaders now realize that they must move beyond their functional roles and operate as a team. In this new constructs, C-suite executives combine business unit and functional ownership with cross-functional teaming to run the organization as an agile network.

Menjadikan organisasi bergerak tangkas, agile, menghadapi perubahan-perubahan yang demikian dinamis hari-hari ini, memerlukan kesediaan para eksekutif dan leaders berkolaborasi dengan kolega dan tim secara lebih efektif. Untuk itu narsisisme divisi, silo, unit, apalagi narsisisme pribadi, sudah selayaknya segera ditanggalkan. Menumbuhkan empati akan menurunkan narsisisme.

Situasi tersebut, yang menggambarkan pentingnya mengimplementasikan sharing leadership, sesungguhnya sudah terdeteksi ketika beberapa tahun lalu 18 thought leaders, para praktisi/pemimpin organisasi, dan kalangan konsultan memimpin survei komprehensif untuk mengantisipasi kebutuhan leader Abad 21. Survei dilakukan terhadap 500 responden di 200 organisasi di enam benua.

Marshall Goldsmith, Cathy L. Greenberg, Alastair Robertson, dan Maya Hu Chan menyusun hasil survei yang sudah divalidasi dalam bentuk buku Global Leadership, The Next Generation. Ini jadi salah satu pegangan para coaches bersertifikat Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC).

Hasil survei tersebut menunjukkan 15 kompetensi yang sangat perlu dikuasai para eksekutif dan leaders di era globalisasi sekarang. Lima di antara 15 kompetensi tersebut masuk ketegori segera diperlukan. Kelimanya: Thinking Globally, Appreciating Diversity, Building Partnership, Sharing Leadership, Developing Technological Savvy.

Untuk memiliki kompetensi-kompetensi tersebut sangat jelas semuanya memerlukan kemampuan para eksekutif dan leaders mengembangkan empati. Tanpa empati mana mungkin kita dapat menghargai perbedaan, berbagi kepemimpinan, bekerja sama dengan semangat win – win, dan meluaskan pemikiran ke ranah-ranah baru yang selalu bermunculan hari-hari ini. 

Sekarang, apakah Anda sudah menyadari betapa pentingnya menjadi pemimpin lebih efektif, mampu action membuat real time decision across function? Apakah peluang menjadi pemimpin yang sanggup menumbuhkan organisasi menjadi hebat akan Anda kesampingkan, dengan excuses ini-itu? Sampai kapan?

Mohon diingat, waktu selalu berkelebat, tidak sedetik pun dapat kita tabung. Para pemimpin efektif lazimnya segera action, melakukan yang benar dan bermanfaat jangka panjang bagi kepentingan organisasi plus stakeholders.

Sebaliknya, orang-orang yang cenderung banyak excuses, senang sibuk dalam badai yang urgent-urgent, melupakan yang sangat important, hidupnya terpontal-pontal, bahkan bisa menjadi tidak relevan lagi bagi organisasi. Kepemimpinan yang tidak efektif – mungkin juga akibat narsisisme --  dalam banyak kasus bisa menyebabkan biaya operasional (dan mungkin juga HPP/COGS) bertambah besar. Barangkali Anda berhasil meningkatkan revenue saat ini, tapi apakah memiliki arti signifikan kalau biaya-biaya juga melonjak?

Ketika pendelegasian tidak efektif dan Anda senang terlibat hal-hal trivial, urusan harian yang urgent-urgent, sembari memperlihatkan kemenangan diri di depan tim, maka Anda dapat dianggap terlibat narsisisme. Kepemimpinan semacam itu menguras resources – uang, waktu, dan kecerdasan. Akibatnya Anda tidak sempat berpikir strategis dan bertindak lebih efektif.

Anda tentunya ingin lebih baik dan efektif kan? Itu bukti Anda eksis.

 

Mohamad Cholidadalah Head Coach di Next Stage Coaching.

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(http://sccoaching.com/coach/mcholid1)

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler