x

Iklan

Muchlis R Luddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Teknologi di Era Disrupsi dan Masa Depan Manusia

Suatu saat nanti entah itu besok atau lusa, atau beberapa tahun ke depan, kita akan menyaksikan sebuah revolusi baru

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

*oleh: Prof. Dr. Muchlis R Luddin

Suatu saat nanti entah itu besok atau lusa, atau beberapa tahun ke depan, kita akan menyaksikan sebuah revolusi baru dalam cara mengganti organ manusia yang telah rusak.

Para dokter atau ahli mungkin tak lagi mengobati organ kita yang rusak karena telah lama diserang penyakit, dengan menyuntikan ramuan obat, tetapi mereka langsung mengganti saja organ yang rusak itu dengan organ baru, seperti seorang montir mobil mengganti bagian-bagian mobil yang rusak, kemudian mencopotnya, dan memasangkan organ baru ditempat orderdil yang rusak tadi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengobatan orang sakit tak lagi dilakukan secara konvensional dengan menyuntikkan obat ke dalam tubuh manusia, menunggu cairan obat bekerja memerangi virus atau bakteri yang menyerang organ yang sakit. Tetapi pengobatan orang yang sakit dilakukan dengan menggonta-ganti organ yang sakit.

Organ yang terkena serangan penyakit dicabut, kemudian ditempatnya dimasukan organ baru “yang orisinil” dan kemudian penyakitpun hilang. Orang kembali sehat serta bugar. Itulah salah satu “the tipping point” dari implikasi penerapan teknologi 3D Printing yang menjadi salah satu pendorong dimulainya era revolusi industri ke-4.

Teknologi 3D printers tak hanya bisa menciptakan barang-barang baru, tetapi diprediksi teknologi ini juga akan mampu membuat organ manusia yang bisa menggantikan organ lama yang telah rusak.

Proses pembuatan “the new human organ” itu sering dikenal sebagai sebuah proses “bioprinting”. Sebuah organ diprint lapis demi lapis dari “a digital 3D model”. Model printers ini diprediksi dapat mengerjakan layanan “custom design needs”, termasuk layanan untuk membuat “more custom a human body”.

Membaca prediksi implikasi temuan teknologi mutakhir ini, saya juga merasakan telah dekatnya era baru dalam teknik pengobatan manusia yang mengalami penderitaan akibat penyakit, yakni dengan “the production of body parts”.

Bagian-bagian tubuh manusia dapat diproduksi secara masal. Kemudian spare-part tubuh manusia itu dijual bebas, sebagai bahan mengganti terhadap bagian tubuh manusia yang harus diganti, karena bagian tubuh manusia yang sakit itu sudah rusak.

Dengan begitu kehidupan manusia telah beradaptasi, dan bermetamorfosis seperti layaknya kehidupan sebuah mesin mobil. Ketika mobil mogok, yang dicari adalah bagian mana dari mesin mobil itu yang rusak. Setelah ditemukan bagian mana yang rusak itu, kita tinggal menggantikan bagian dari yang rusak itu, seperti juga layaknya kita mengganti sebuah spare-part mobil.

Saya membaca kembali karakteristik-karakteristik perubahan ini. Semua sektor kehidupan kita akan mengalami perubahan. Di dunia kesehatan terjadi personalisasi pengobatan. Forum Ekonomi Dunia (2016) merumuskannya sebagai “more personalized and personal fabrication”.

Di dunia pendidikan, institusi-institusi menggunakan teknologi 3D printers untuk mengakselerasi proses belajar mengajar, bahkan untuk mendorong terbangunnya pemahaman baru peserta didik terhadap segala sesuatu yang menjadi bahan pembicaraan atau bahan kajian.

Dunia kehidupan kita memang telah dipenuhi oleh segala sesuatu yang baru. Apa yang lama, secara tak disadari digantikan dengan apa yang baru. Bahkan datangnya yang baru tak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang baru datang mendisrupsi yang lama.

Orang-orang tak lagi betah dengan yang lama, mereka ingin sesuatu yang baru yang menjanjikan cara berpikir baru, cara kerja baru, cara berbudaya baru, cara berkomunikasi baru, dan kemudian membentuk gaya hidup baru.

Itulah yang oleh Clayton M. Christensen (2015) dikatakan sebagai “a disruptive innovation”. Inovasi disemua sektor kehidupan yang menyalip yang mapan, menggantikannya dengan yang baru. Sesuatu yang lebih modern serta bersifat come in era.

Yang mapan menjadi obsolete. Digantikan oleh yang baru, yang menjadi gaya hidup baru. Sebuah gaya hidup yang memiliki daya paksa: “Bagi mereka yang tak mau adaptif terhadap gaya hidup baru, maka mereka harus bergeser kepinggir”.

Menyelesaikan periode konvensionalnya sendiri sampai akhir, sambil melihat fenomena baru yang tengah berlangsung di sekitarnya dengan terpana; berdiri di sebuah sudut dengan “marginalized psychological feeling”.

Model gaya-gaya baru dalam ranah kehidupan kita bersama akan berubah terus menerus dengan gerak yang bersifat eksponensial. Tatanan lama akan senantiasa bersentuhan dengan tatanan baru. Kerap sentuhan itu tak berlangsung dengan lunak, tetapi persentuhannya berlangsung dengan keras: mematahkan yang lama, meremukkannya berkeping-keping tanpa sisa yang bisa diakumulasikan kembali.

Itu sebabnya kesiapan menghadapi disrupsi harus menjadi kesadaran kita semua, sehingga kita tak terlalu terkejut apabila melihat bahwa dunia di sekeliling kita telah berubah, lantas kita merasa menjadi aneh sendiri.

Itulah kehidupan masa depan, yang digambarkan oleh Daniel Pink (2001) sebagai “The Future of Working for Yourself”. Semoga kita telah menyiapkan diri memasuki tahap-tahap perubahan kehidupan masa depan, karena yang tahu persis bagaimana bentuk (perubahan) masa depan itu hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa: “Dialah yang menguasai dan menentukan masa depan!”

*Penulis adalah Guru Besar Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

Ikuti tulisan menarik Muchlis R Luddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler