Tak pernah ada kezaliman tunggal. Karana tiap kezaliman akan cenderung berakibat berantai dan karena itu dampaknya selalu berlapis-lapis. Konsekuensi lanjutannya, tiap kezaliman akan memicu kerusakan spiral.
Seorang koruptor yang mencuri harta publik sebesar miliaran rupiah, misalnya, bisa mengakibatkan banyak keluarga tertunda kesejahteraannya. Dan tiap keluarga akan terdiri dari beberapa orang (suami-istri-anak dan mungkin cucu).
Selanjutnya, ketertundaan kesejahteraan dalam tiap keluarga itu, bukan hanya mengakibatkan kemelaratan relatif, tapi juga menurunkan kualitas hidup, kualitas pendidikan, dan dengan sendirinya juga kualitas pekerjaan bagi generasi berikutnya: anak dan mungkin cucu-cucunya.
Sebuah kebijakan berskala besar, yang mengakibatkan ribuan orang terdampak negatif, bukan hanya menciptakan kezaliman berlapis-lapis, tapi juga bertumpuk-tumpuk. Sebab tiap tindakan atau kebijakan yang korup, secara langsung ataupun tidak langsung, akan memicu kerusakan spiral.
Mungkin itulah sebabnya, kata corruption (Bahasa Inggris) yang kita adopsi menjdi korupsi, diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab dengan kata fasad (kerusakan). Dan pelakunya diancam hukuman mati. Karana dampak dari sebuah kebijakan dan tindakan zalim akan menciptakan kerusakan struktural.
Karana tiap kezaliman berpotenai menciptakan kezaliman berantai, berlapis-lapis dan bertumpuk, juga kerusakan spiral, maka tiap kebijakan dan tindakan kezaliman akan memicu “laknat sunyi” dari mereka yang terzalimi.
Syarifuddin Abdullah | 02 Juni 2018 / 17 Ramadhan 1439H
Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.