x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Apa yang Membuatmu Bukan Budhis?

Paparan ciri-ciri budhis dalam kehidupan sehari-hari seseorang

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Apa yang Membuatmu Bukan Buddhis

Judul Asli: What Makes You Not a Buddhist

Penulis: Dzongsar Jamyang Khyentse

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penterjemah: Tim Penerjemah Siddhartha’s Intent

Tahun Terbit: 2018

Penerbit: Siddhartha’s Intent                                                                                      

Tebal: 158

ISBN: 978-1-59030-570-6

Saya suka membaca buku agama lain yang ditulis oleh mereka yang menganutnya. Dulu saya membaca buku agama lain dari penulis yang seagama dengan saya. Namun kesenangan itu saya hentikan karena saya tidak mendapatkan pandangan asli terhadap agama tersebut dari para penulis yang bukan penganutnya. Lebih sering buku agama yang ditulis oleh pihak lain berisi kritik-kritik yang menunjukkan kelemahan agama tersebut. Jarang sekali ada penulis buku agama yang berasal dari luar agama tersebut yang bisa menunjukkan simpati dan secara jujur mengungkapkan inti ajarannya.

Buku “Apa yang Membuatmu Buhan Buddhis” ini aku dapatkan secara tidak sengaja. Ada teman yang mengirimkan versi PDF kepadaku. Buku ini ditulis oleh Dzongsar Jamyang Khyentse. Beliau adalah seorang biksu Buddhisme Tibet yang bepergian dan mengajar di berbagai negara. Beliau adalah kepala Dzongsar Monastery, Dzongsar College, dan Siddhartha’s Intent, serta direktur spiritual pusat meditasi di Vancouver, San Fransisco, Sydney, Hong Kong, dan Taipei. Beliau juga menulis dan menyutradarai film The Cup dan Travellers and Magicians yang banyak memenangkan penghargaan (cover belakang buku). Setelah memeriksa siapa penulisnya, saya berkeputusan untuk membacanya.

Saya berharap mendapatkan pengetahuan tentang apa itu Buddhis dan mengapa ajaran ini menarik banyak manusia untuk mengikutinya. Saya tidak berupaya mencari persamaan pandangan, ajaran, moral atau ritual dari agama yang sama baca dengan agama yang saya yakini. Yang ingin saya dapatkan adalah bagaimana pandangan, ajaran dan moral yang ada pada agama tersebut sehingga saya bisa memahaminya untuk menghargainya. Dengan demikian saya akan terhindar dari menghakimi atau menilai suatu jalan atau agama berdasarkan tampakan luar yang sama sekali tidaklah bijak. Apalagi menilainya dengan prasangka (hal. 133).

Buku ini terdiri atas empat bab pembahasan dan bab kesimpulan. Keempat bab tersebut adalah: (1)  Bentukan dan Ketidakkekalan, (2) Emosi dan Penderitaan, (3) Segala Sesuatu itu Kosong,  dan(4) Nirwana itu Melampaui Segala Konsep.  Melalui keempat bab inilah penulis menjelaskan esensi ajaran Buddha. Ia menyampaikan bahwa setiap orang bisa menjadi pengikut Buddha dengan mempercayai keempat hal tersebut tanpa perlu mengganti agamanya

Sebelumnya penulis menguraikan mengapa ia perlu menulis buku ini. Ia menunjukkan salah kaprahnya orang luar memandang tentang inti ajaran Buddha. Ia ingin membongkar kesalah-pahaman orang luar terhadap ajaran Buddha, yaitu bahwa orang Buddha tidak makan daging (vegetarian), penuh kedamaian, melakukan meditasi dan anti kekerasan. Ia tidak menolak pandangan orang luar tersebut. Namun ia mengatakan bahwa bukan itu ajaran Buddha yang sesungguhnya. Ia menyadari bahwa ajaran Buddha itu sangat sederhana, namun tidak bisa secara mudah dijelaskan (hal. 2).

Dzongsar menggunakan kejadian sehari-hari, peristiwa-peristiwa yang banyak diketahui oleh khalayak umum (khususnya Amerika), untuk menjelaskan keempat segel kebenaran Buddha tersebut. Ia menggunakan perayaan ulang tahun, sejarah suku Navajo, Che Guevarra dan pesohor-pesohor lain untuk menjelaskan keempat segel kebenaran. Namun ia juga menghubungkan semua peristiwa dan contoh-conoth tadi dengan perjuangan Siddhartha untuk mencari kebenaran.

Empat segel kebenaran ini menjadi dasar dalam melakukan tindakan-tindakan. Segel pertama tentang semuanya tidak kekal membuat kita akan lebih bisa bermurah hati. Segel kedua bahwa semua emosi itu menyakitkan, maka kita bisa melepaskan diri dari emosi dan dengan demikian sikap murah hati menjadi lebih menyenangkan. Segel ketiga tentang bahwa semuanya itu tidak memiliki keberadaan yang hakiki, maka kita bisa melakukan kemurahan hati tanpa memandang jumlah yang kita berikan. Dan dengan demikian kita akan sampai kepada nirwana, sebuah kebenaran yang melampai konsep.

Menurut Siddhartha, kemurahan hati harus diukur berdasarkan tingkat kemelekatan yang kita punya terhadap apa yang diberikan dan terhadap diri yang memberikannya. Begitu Anda telah menyadari bahwa diri ini dan semua miliknya ini tidak kekal dan tidak punya sifat keberadaan sejati, maka Anda tidak melekat, dan itulah kemurahan hati sempurna. Karena alasan inilah, tindakan pertama yang dianjurkan dalam berbagai sutra Buddhis adalah praktik kemurahan hati (hal. 137).

Jika anda melakukan keempat segel kebenaran ini maka Anda adalah seorang Buddha tanpa perlu mengganti agama Anda dan tanpa perlu mendeklarasikan diri bahwa Anda adalah seorang Buddha. Demikianlah Dzongsar Jamyang Khyentse menyimpulkan.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler