x

Iklan

Deas Markustianto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mendidik Anak Sekolah dari Uang Saku

Memberikan Pembelajaran Mengenai Keuangan Bagi Anak

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebelum anak berangkat sekolah atau berpergian, orang tua selalu memberikan sejumlah uang saku. Uang saku ini dimaksudkan agar mereka menggunakannya untuk membeli makanan saat jam istirahat. Orang tua memberikan uang saku dengan besaran atau jumlah yang berbeda terhadap anak tergantung usia dan kebutuhannya.

Penggunaan uang saku ini, selanjutnya sudah menjadi hak atas anak. Anak belum tentu menggunakannya untuk membeli makanan, tetapi bisa jadi untuk hal lain yang sedang mereka butuhkan atau inginkan. Ada juga anak yang menyisihkan sebagian uang sakunya untuk ditabung atau tidak digunakan sama sekali. Kemudian terkadang orang tua dalam hal ini pun juga tidak menindaklanjuti terkait penggunaan uang saku anak mereka.

Di sisi lain, sebagian orang tua merasa tidak perlu memberikan uang saku kepada anak. Alasannya, mereka tidak ingin anak-anaknya jajan sembarangan atau jadi terbiasa menghabiskan uang alias boros. Namun, pada 2017 sebuah platform iklan dan konten digital ramah anak TotallyAwesome mengumumkan hasil survei yang dilakukan sejak 2016 tentang uang jajan anak-anak di Asia Pasifik. Menurut lembaga tersebut, sebagian besar anak usia 6–14 tahun di Asia Tenggara mendapatkan uang jajan secara reguler dari orang tuanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Khusus di Indonesia, lebih dari 65 persen anak mendapat uang jajan setiap hari untuk berbagai kebutuhan; makanan (76%), minuman (68%), mainan (50%), snack (35%), dan buku (35%). Rata-rata jumlah uang jajan yang diterima anak Indonesia Rp 550 ribu per bulan, jauh lebih kecil dari jumlah yang diterima anak-anak di Australia (Rp1,7 juta) dan di Singapura (Rp1,4 juta).

Data tersebut membuktikan bahwa perlu adanya bimbingan dari orang tua terhadap anak dalam hal pengelolaan keuangan. Anak-anak khususnya yang mereka masih sekolah, hanya menganggap uang untuk sekedar memenuhi keinginan dan bagaimana caranya untuk menghabiskan uang saku tersebut.

Orang tua hendaknya perlu memberikan konsep keuangan kepada anak-anak sejak dini demi mengembangan kemampuan anak ketika mereka dewasa nanti. Dengan mengenalkan uang, diharapkan kelak anak dapat berhemat dan membentuk karakter yang baik. Menurut senior penelitian ilmuwan di Universitas Yale yaitu Dorothy Singer, mengajarkan managemen keuangan pada anak sejak dini dapat membantunya untuk hidup lebih teratur sampai dewasa nanti.

Mungkin dalam hal ini, orang tua dapat memulainya dengan melatih anak untuk mengenal uang melalui permainan ukuran koin pada usia 2 dan 3 tahun. Kemudian untuk usia 4 dan 5 tahun, mengajak anak untuk ikut berbelanja agar ia mengetahui kebutuhan terpenting yang harus dibeli dengan uang seperti nasi, sayur mayur dan buah-buahan. Orang tua juga dapat memberikan penjelasan kepada anak jika membeli mainan bisa ditunda, sedangkan membeli makanan harus diutamakan.

Selanjutnya ketika anak memasuki usia sekolah, yaitu dimulai dari 6—16 tahun orang tua sudah menanamkan dan mengajarkan managemen keuangan kepada mereka. Memberikan uang saku pada anak seharusnya menjadi sarana manajeman keuangan yang baik yang bisa diterapkan oleh anak-anak dan bukan sebagai imbalan atas pelaksanaan kewajiban mereka.

Saat anak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), orang tua mengajarkan anak untuk mulai menabung khususnya demi membeli sesuatu yang mereka inginkan. Orang tua juga bisa mengajak anak untuk melakukan perjalanan ke Bank serta membuka rekening tabungan dan mendorong anak untuk membuat tabungan biasa atau “celengan”. Di samping itu, juga dapat membicarakan kepada anak untuk membedakan tabungan menjadi tiga macam yaitu sebagai simpanan, berbelanja, dan beramal.

Kemudian setelah anak masuk usia Sekolah Menengah Pertama (SMP), adalah waktu yang tepat untuk mengajarkan perbandingan harga kepada anak. Orang tua dapat melibatkan anak untuk mengambil keputusan sederhana berkaitan dengan uang. Misalnya mengajari anak untuk membaca label harga toko, melihat ukuran dan harga, dan membandingkan jumlah ketika membeli banyak dengan tidak melupakan kualitas.

Pada usia 16 tahun keatas, orang tua dapat mengajarkan tentang pasar saham. Bisa berpura-pura untuk berinvestasi di perusahaan anak mereka. Membuat kegiatan untuk setiap anggota keluarga memilih saham. Setelah itu membaca koran atau menonton berita keuangan bersama-sama, dan mendiskusikan bagaimana nilai-nilai saham pilihan semua orang berfluktuasi. Mengajarkan anak tentang nilai kartu kredit dengan penuh tanggung jawab dan pengawasan penuh.

Selain itu, Jangan lupa juga memberikan untuk amal sebagai bagian dari mentalitas anak. Menyumbang dapat menjadi lebih dari sebuah pelajaran keuangan, karena dapat mengajarkan tanggung jawab sosial. Hal-halk ini akan memberikan dampak langsung terhadap anak, ketimbang hanya kata-kata belaka.

 

 

Ikuti tulisan menarik Deas Markustianto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu