x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Label PKI

Bila kita ingin menghentikan label PKI, maka terlebih dahulu kita harus membongkar bangunan pengetahuan tentang PKI versi Orde Baru.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

”Bung Karno itu pendiri PNI (Partai Nasional Indonesia), kok dikatakan PKI (Partai Komunis Indonesia),” ujar Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam pidato di peringatan HUT PDIP ke-45 beberapa waktu yang lalu. Ungkapan Megawati itu adalah bentuk kegusaran terhadap maraknya politik label hantu PKI yang makin marak akhir-akhir ini.

Dulu politik dengan menyematkan label PKI kerap dilakukan oleh rejim otoritarian Orde Baru ketika berkuasa. Jika seseorang atau kelompok sudah diberikan label PKI maka, seakan-akan semua tindakan, meski di luar hukum, menjadi sah untuk dilakukan terhadap orang atau pihak tersebut. Bahkan dalam sejarah gelap bangsa Indonesia di tahun 1965-1966, ratusan ribu hingga jutaan orang dibunuh dan dipenjara tanpa proses pengadilan gara-gara label PKI ini.

 PKI menurut rejim otoritarian Orde Baru adalah kelompok yang anti-agama, tak bertuhan dan anti-Pancasila. Meskipun, jika kita menelisik sejarah secara lebih mendalam ternyata klaim itu tidaklah benar. Namun sayang, justru bila ada pihak yang berupaya menelisik sejarah PKI segera diberikan label PKI.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kebenaran dari label tidak penting, karena dari awal politik label tidak bertujuan untuk mencari kebenaran dari label yang telah disematkan. Politik label PKI bertujuan untuk mengaburkan substansi dari persoalan atau isu yang dikemukakan oleh orang atau pihak yang diberikan label. Pendeknya label PKI sebenarnya ingin membungkam pembawa pesan, bukan mendiskusikan isi pesan yang disampaikan itu. Di Indonesia, sejak rejim otoritarian Orde Baru berkuasa, seseorang atau pihak yang terkena label PKI menjadi tidak relevan untuk menyampaikan pesan apapun.

Saat rejim otoritarian Orde Baru berkuasa misalnya, para petani yang menolak pembangunan waduk di Kedung Ombo juga pernah mendapatkan label PKI. Penguasa Orde Baru saat itu mengungkapkan bahwa daerah Kedung Ombo dahulunya adalah basis PKI. Label PKI itu tidak akan diberikan oleh rejim otoritarian Orde Baru, jika petani tidak melawan proyek penggusuran itu. Label PKI yang disematkan kepada para petani yang melawan penggusuran bertujuan untuk melemahkan bahkan membungkam perlawanan dari para petani terhadap proyek penggusuran yang didanai oleh lembaga bisnis bantuan internasional pada saat itu.

Tahun 1998, Soeharto sebagai salah satu tokoh pendiri Orde Baru telah lengser dari kekuasaan yang telah digenggamnya selama 32 tahun. Meskipun sudah lengser namun label PKI itu masih sering digunakan hingga kini. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri adalah salah satu korban label PKI itu pada saat pilpres 2014 lalu.

Label PKI juga disematkan kepada masyarakat yang mencoba melakukan perlawanan terhadap proyek-proyek yang merugikan kehidupannya, baik dari sisi ekonomi maupun ekologis. Baru-baru ini label PKI juga disematkan pada warga Banyuwangi yang menolak hadirnya perusahaan tambang emas di Tumpang Pitu.

Gunung Tumpang Pitu adalah hutan yang mungkin adalah salah satu hutan yang tersisa di Pulau Jawa. Bayangkan saja, di tahun 2006, Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat luas hutan P. Jawa tinggal 11 persen. Sebagaimana layaknya hutan pada umumnya, hutan di kawasan Tumpang Pitu memiliki fungsi ekologis bagi masyarakat sekitar. Bila kemudian fungsi ekologis itu hancur maka keselamatan masyarakat sekitar yang akan menjadi taruhannya.

Potensi kerusakan alam yang begitu besar di Tumpang Pitu itulah yang menggerakan warga untuk mengorganisir diri melakukan perlawanan terhadap industri tambang di kawasan itu. Namun, alih-alih mendiskusikan pesan yang disampaikan oleh masyarakat yang menolak tambang tersebut, aparat pemerintah justru membungkam suara warga dengan label PKI.

Adalah Heri Budiawan alias Budi Pego, aktivis penolak tambang emas Gunung Tumpang Pitu, yang menjadi korban dari politik label PKI itu. Pada 2017 silam, Budi Pego ditahan Kejaksaan Negeri Banyuwangi, dengan tuduhan penyebaran paham komunisme melalui spanduk kampanye anti-tambang. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa label PKI yang ditujukan pada Budi Pego itu tidak bertujuan untuk melemahkan perjuangan masyarakat Banyuwangi yang sedang menolak tambang.

Sebelumnya label PKI juga pernah disematkan kepada petani Kendeng yang menolak kehadiran pabrik semen di kawasannya. Sama seperti warga Banyuwangi yang menolak tambang di Tumpang Pitu, petani Kendeng menilai kehadiran pabrik semen justru akan merusak alam. Kerusakan alam adalah mimpi buruk bagi petani Kendeng. Untuk itulah mereka melawan. Untuk melemahkan dan membungkam perlawanan petani Kendeng itulah label PKI disematkan.

Pertanyaan berikutnya adalah kenapa label PKI masih laku digunakan di saat rejim otoritarian Orde Baru sudah tumbang? Meskipun rejim otoritarian Orde Baru, sebagai pihak yang memproduksi label PKI sudah tumbang, namun pengetahuan tentang PKI tidak berubah. Pengetahuan tentang PKI, masih didominasi oleh pengetahuan yang diproduksi rejim otoritarian Orde Baru. Bahkan untuk menancapkan pengetahuan tentang PKI versi Orde Baru itulah, beberapa waktu lalu, pemerintah justru menyeponsori nobar film G30S/PKI. Padahal pengetahuan yang diproduksi rejim Orde Baru tentang PKI bukanlah sesuatu yang netral. Pengetahuan itu sarat dengan kepentingan ekonomi-politik yang menyertainya.

Celakanya, bila ada pihak yang menggugat sejarah 1965 berikut pembantaian massal yang mengikutinya langsung diberikan label komunis. Kenapa demikian? Hal itu disebabkan keiginan untuk terus mempertahankan bangunan pengetahuan tentang PKI versi Orde Baru. Bila kita ingin menghentikan label PKI, yang digunakan untuk membungkam suara rakyat atau lawan politik, maka terlebih dahulu kita perlu membongkar bangunan pengetahuan tentang PKI versi Orde Baru yang sudah ditancapkan selama 32 tahun. Pertanyaannya adalah beranikah pemerintah membongkar struktur pengetahuan versi Orde Baru itu? Bukankah sebagian aparat pemerintah juga tak jarang memanfaatkan label PKI untuk membungkam suara rakyat, seperti terjadi di Tumpang Pitu dan Kendeng?

 

Sumber foto: https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_Indonesia

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB