x

Iklan

Rofiq al Fikri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jokowi / Prabowo di 2019 dan Bagaimana Selamatkan Negara

Jangan Sampai Ibu Pertiwi Jatuh di Tangan Orang yang Rela "Menggadai" Negara Demi Kepentingan Pribadinya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seiring hampir pastinya Prabowo Subianto (PS) kembali akan menjadi penantang Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019, berbagai tulisan dan opini pun mulai beredar luas di media sosial. Pendapat yang tidak berdasarkan data valid disebarluaskan dengan tujuan yang terlihat jelas “menjelek-jelekan” Jokowi dan sebaliknya, mengelu-elu kan PS agar dipilih. Sesuatu yang jelas akan saya sanggah berdasarkan bukti dan pengalaman hidup saya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jokowi difitnah membuat BUMN merugi, mencabut subsidi BBM, memperbanyak Tenaga Kerja Asing, dan menyebabkan pendapatan pajak turun. Kenapa saya bilang fitnah? Sesuai laporan resmi Kementerian BUMN, pada 2017 BUMN mengalami kerugian Rp 5,2 triliun yang disumbang oleh kerugian 24 BUMN dari total 118 BUMN yang ada.

Jumlah itu jauh lebih sedikit dibandingkan tahun 2013 (penghujung kepemimpinan SBY selama 10 tahun), di mana BUMN total mengalami kerugian Rp 32,6 triliun yang disumbang dari 30 BUMN rugi. Jadi, sebenarnya Jokowi sudah mencoba menyelamatkan BUMN dengan mengurangi jumlah kerugiannya enam kali lipat atau 84 persen. Kita semua tahu kini SBY mendukung PS sebagai capres di 2019.

Dikatakan juga subsidi BBM dicabut? Subsidi dicabut itu adalah pendapat yang sangat konyol. Pencabutan subsidi BBM (untuk Solar dan Premium) seharusnya berdampak pada kenaikan harga BBM? Nyatanya? Premium dan Solar tidak pernah naik harganya dalam beberapa tahun. Bahkan, harga BBM di seluruh Indonesia sudah sama. Contohnya di Papua, yang tadinya Premium seliter bisa mencapai Rp 50.000, justru saat ini sudah disamakan harganya dengan harga Premium atau Solar di Jawa. Untuk premium Rp 6.450 dan Solar Rp 5.150 per liter.

Mengacu harga minyak dunia, seharusnya harga normal Solar per liter, yaitu Rp 8.350 per liter dan Rp 8.600 per liter untuk Premium. Harga tidak dinaikan karena selisih harga untuk Solar disubsidi oleh APBN pemerintah, sementara untuk Premium disubsidi oleh Pertamina dari hasil keuntungan berbagai usahanya yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Itu dilakukan karena Pertamina si era Jokowi mengalami peningkatan keuntungan yang sangat pesat.

Terkait isu serbuan TKA asing Cina, khususnya di Morowali, Sulawesi, isu itu pun sudah dibantahkan oleh rombongan Komisi IX DPR RI yang mengecek langsung ke lokasi. Bahkan perwakilan Partai Demokrat Dede Yusuf secara jujur menegaskan bahwa isu serbuan TKA tidak benar. Di sana, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Dede Yusuf hanya menemukan 2.500 TKA sementara tenaga kerja lokal dari sekitar Sulawesi ada 28.000. Semua TKA pun memiliki izin yang sah dari imigrasi.

Justru, PS lah yang tidak menghargai tenaga kerja lokal (asli Indonesia). Sebagai pemilik PT Kiani atau PT Kertas Nusantara di Kaltim, PS pun masih belum membayar gaji ribuan pegawainya. Tanpa pesangon, ribuan pegawainya pun dirumahkan. Saya katakan ini karena saudara kandung saya menjadi korbannya. Bila tidak ingin melihat adanya penindasan dalam hubungan kerja kita, tentu memilih PS adalah hal yang sangat keliru.

Kemudian ada yang bilang penerimaan pajak di era Jokowi turun. Itu pun sangat mengada-ada. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan realisasi penerimaan perpajakan Januari hingga Maret 2018 mengalami pertumbuhan sebesar 16,2 persen (dibanding tahun 2017), yakni Rp262,4 triliun. Bahkan program pengampunan pajak di 2017 dipuji dunia Internasional keberhasilannya.

Ngomong-ngomong soal pajak, ingatkah justru Prabowo Subianto adalah orang yang namanya tercatat di Panama Papers? Salah satu dokumen yang diungkap aliansi Jurnalis Internasional tentang konglomerat atau pengusaha dari berbagai negara yang memarkir uangnya di Panama agar dapat “lari” dari kewajiban pajak di negaranya. Kalau tidak ingin melihat para pemimpin politik, pengusaha di negeri ini ramai-ramai dengan leluasa lari dan tidak mau membayar pajak, maka memilih PS nanti tentu sangat tidak direkomendasikan.

Jika PS menjadi Presiden, mungkin kita akan melihat KPK yang selama ini garang akan seperti “macan ompong”. Bagaimana tidak, Partai Gerindra yang diketuai oleh PS memiliki jumlah caleg di 2019 yang mantan koruptor terbanyak dibandingkan partai lain (25 caleg).

Para elit ekonomi pun akan kembali mendapatkan “tempat nyamannya” jika PS menjadi Presiden. Mereka yang selama ini “tersiksa” untuk dapat taat peraturan, di era PS akan kembali melanggar aturan. Bayangkan “mereka” tidak rela PT Freeport dikuasai kembali oleh Indonesia (saat Jokowi resmi mengumumkan 51 divestasi saham  PT Freeport, tambang emas terbesar di dunia).

PS dan konglomerat disampingnya (salah satunya Bakrie Group yang sebelumnya mendukung Prabowo di 2014, pernah menjadi pemilik saham Freeport secara pribadi) akan berusaha mengeruk kembali keuntungan pribadi jika ia menjadi presiden.

Kelompok PS selama ini menggembar gemborkan seolah di era Jokowi ekonomi hancur. Akan tetapi, yang sebenarnya kehancuran ekonomi hanya terjadi kepada dirinya dan kelompoknya karena jatah untuk rakyat yang selama ini mereka “rampok” (sebelum era Jokowi) perlahan dikembalikan ke rakyat di era Jokowi. Lihat berbagai pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia, pembagian bansos, dan Rp 1 milyar per desa.

Semua hak rakyat yang kini sudah dinikmati akan kembali “dirampas” para elit politik dan ekonomi saat PS berkuasa di 2019. Negara pun rela digadai demi kepentingannya. Jadi, memilih Jokowi adalah cara menyelamatkan negara.     

Rofiq Al Fikri

Koordinator Jaringan Masyarakat Muslim Melayu (JAMMAL)

Ikuti tulisan menarik Rofiq al Fikri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler