x

Iklan

Rofiq al Fikri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jokowi Terkena Jebakan Batman atau Prabowo yang Putus Asa?

Mencermati narasi parpol pengusung Prabowo yang menyebarluaskan isu bahwa pilihan Jokowi kepada Ma'ruf Amin adalah jebakan mereka

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Politisi senior Amerika pernah mengatakan "untuk menutupi keburukanmu, kampanyekanlah keburukan lawanmu meskipun engkau berbohong" 

 

Sejak kemarin beredar video atau pun cerita yang disebar luaskan oleh parpol Islam pendukung Prabowo-Sandi (PAN dan PKS) yang mengatakan Jokowi terkena jebakan kubu Prabowo karena merangkul ulama, yaitu K.H. Ma’ruf Amin sebagai cawapres. Video itu memperlihatkan seseorang yang bernama Haikal Hassan Baras, buzzer medsos pendukung Prabowo (sebelumnya marketing swasta yang mendapat banyak job saat PKS menjadi partai pemerintah di era SBY) sedang makan dan berbicara seolah membeberkan strategi kubu Prabowo yang “bohong-bohongan” membuat ijtima ulama agar Jokowi memilih ulama sebagai wapres.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Haikal yang bukan siapa-siapa dan tidak pernah ikut rapat koalisi partai Bowo pun seolah bangga mengatakan membocorkan strategi Prabwo bahwa Sandiaga adalah cawapres Prabowo (bukan ulama tapi pemain bisnis yang kerap merugi) yang sebenarnya sudah dipersiapkan sejak lama. Hal yang omong kosong, karena dalam politik hukumnya adalah tidak ada strategi yang disebarluaskan ke publik. Dimaklumi kalau dia tidak paham politik.  

 

Narasi itu dibuat dan disebarluaskan oleh parpol Islam pendukung Bowo seperti PKS (Mardani) dan PAN (yang sejak lama pasang harga mati bahwa cawapresnya harus dari kalangan ulama) dengan tujuan meyakinkan pendukungnya selama ini yang sudah mulai goyah karena pilihan Prabowo dan menyelamatkan muka partai mereka karena usulannya dicuekin oleh Bowo.

 

Manfaat bonus yang mereka harapkan dari tersebarnya narasi tersebut adalah pemilih minoritas, ahoker, dan milenial (yang cerdas) yang selama ini mendukung Jokowi akan ragu bahkan bisa “DIGOLPUTkan” agar tidak memilih Jokowi. Jadi, calon mereka yang sudah hampir kalah masih bisa ada harapan menang. Itu lah tujuannya.

 

Pertama, bagi saya, narasi itu menunjukkan bahwa kubu Bowo saat ini sudah berada di titik putus asa menatap pertempuran. Bagaimana tidak, senjata terbesar mereka selama ini, yaitu politisasi isu agama bahwa pemerintah dianggap tidak “pro-ulama” (narasi yang sukses di Pilkada DKI dan hampir sukses di Pilkada Jabar) seolah lenyap seketika saat Jokowi menggandeng Ma’ruf Amin, Ketua Majelis Ulama Indonesia sebagai cawapresnya. Menggandeng bukan sekadar menjadikan bumper atau timses, melainkan memberikan tempat terhormat kepada ulama, yaitu duduk di kursi RI 2.  

 

Pilihan Jokowi pun mengejutkan semua pihak, karena nama yang berhembus kencang dua hari sebelum pendaftaran adalah Mahfud MD (mantan Ketua MK) sosok yang lebih mewakili golongan cendekiawan ketimbang ulama. Kelompok Bowo pun sudah menyerang habis-habisan dengan isu SARA kepada Mahfud.  

 

Mengetahui Mahfud MD akan menjadi cawapres Jokowi, sehari setelahnya Bowo berani mengkhianati Demokrat dengan tidak memilih AHY sekaligus mengkhianati ulama GNPF dengan tidak memilih cawapres hasil ijtima mereka (Ustad Abdul Somad atau Salim Segaf al Jufri). Bowo memilih Sandiaga, kader partainya yang menjanjikan triliunan rupiah sebagai modal kampanye.

 

Bowo tetap percaya diri dapat menggunakan isu SARA karena yakin cawapres Jokowi (Mahfud) pun dianggap bukan sepenuhnya ulama. PKS dan PAN pun sudah “diam” karena disantuni uang muka Rp 500 milyar dari Sandiaga sebagai biaya tanda tangan rekomendasi pencalonan.

 

Faktanya, Bowo dan partai pendukungnya terbelalak saat akhirnya mengetahui Ma’ruf lah yang jadi cawapres Jokowi. Salah satu kader partai pengusung Bowo sempat bercerita di media, Kyai Ma’ruf bahkan sebenarnya sudah diajak Bowo untuk menjadi cawapresnya namun ia menolak. Saat diajak kubu Jokowi, kyai Ma’ruf lantas Salat Istiqarah (meminta petunjuk kepada Allah agar di arahkan ke jalan yang benar) dan akhirnya menerima pinangan Jokowi atas alasan “menyelamatkan negara” dari ancaman yang ada di kubu lawannya. Bahkan, Ketua Umum PPP Romahurmuzhy menegaskan, nama Ma’ruf Amin sudah diajukan partainya sebagai pendamping Jokowi sejak Desember 2017.      

 

Sampai sini anda tahu kan siapa yang sebenarnya terjebak? Terjebaknya kubu Bowo sangat jelas terlihat saat sekutunya Demokrat jelas-jelas menghina Prabowo sebagai jenderal Kardus (ingKAR dan DUSta) dan mata duitan karena terbuai triliunan uang milik Sandi (yang akan menjadikan negara sebagai lahan bisnis pribadinya yang baru).

 

Pun demikian, dengan PAN dan PKS yang sampai detik akhir masih mengancam Prabowo agar menggandeng ulama, bila tidak akan meninggalkannya. Nama Sandi pun betul-betul muncul H-2 pendaftaran. Mereka bertengkar dan saling mengancam di depan publik. Sangat sulit diterima akal sehat kalau ini dikatakan strategi mereka.

 

Bahkan, pasca pengumuman cawapres Jokowi, ulama GNPF mengadakan rapat darurat yang hasilnya kembali menyodorkan dua nama ulama alternatif, yaitu Ustad Yusuf Masnyur (pengusaha besar untuk menjawab isu kekurangan logistik Prabowo) atau Ustad Arifin Ilham. Namun, “deal” sudah terlanjur dilakukan Prabowo. Sandi pun tetap dijadikan cawapres. Ulama GNPF pun terus tidak didengar. Kekesalan ulama GNPF terlontar saat dihadapan media salah seorang pimpinannya Yusuf Martak seperti keceplosan mengatakan, Jokowi lebih cerdas daripada Prabowo karena memilih ulama sebagai wakilnya.  

 

Apa sebenarnya ijtima Ulama GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama)? Itu adalah skenario yg disetting Bowo sebagai forum ulama yang seolah-olah sangat penting. Padahal isinya sebagian besar pendukung HTI khilafah yg sakit hati pada Jokowi. Hasilnya bisa ketebak, Itjima Ulama jadi-jadian diatur untuk legitimasi Jenderal Kardus untuk Nyapres. Imbalannya, UU Perppu Ormas dicabut,  HTI dipulihkan, buronan Rizieq Shihab dibebaskan dan Syariat Islam diterapkan sebagai hukum negara.

 

Jangan kaget, walaupun hasil ijtima tidak didengar, nanti ijtima susulan akan segera diadakan kembali dan hasilnya pasti mendukung Prabowo-Sandi walaupun sama sekali tidak ada unsur ulama di paslon tersebut. Bagi mereka, “harga” yang dibayarkan Sandi lebih penting dibanding aqidah. Umat Islam perlu tahu kelakuan mereka yang sebenarnya.

 

Berbeda dengan Mahfud MD yang jelas mengatakan pilihan Jokowi yang terbaik bagi keselamatan negara dan akan mendukung Jokowi. Kubu lawan masih tidak ikhlas Sandi menjadi cawapres Bowo. Bahkan SBY sampai enggan kembali tampil di publik menyatakan sikap partainya yang akhirnya “terpaksa”mendukung Prabowo. Tentu itu jelas bukan sebuah strategi.

 

Bukan kah Ma’ruf salah satu dari mereka (penggerak aksi 212) dan tentu itu akan mengancam pluralisme yang sudah dibangun susah payah oleh Jokowi yang seorang nasionalis? Tunggu dulu, lupakah kalian bahwa Allah SWT adalah Dzat yang maha membolak balikan hati? “Wahai Dzat yg membolak balikkan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepadamu [HR. Muslim: 2654]” 

 

Ya, berkat pentunjuk Allah, kini Ma’ruf beralih menjadi sangat toleran. Lihat saja beberapa pidato terakhirnya yang menyeru agar para khotib tidak menebar kebencian saat berceramah. Pun dengan imbauannya yang menyeru agar tidak ada lagi aksi lanjutan mengatasnamakan alumni 212. Di pidato terakhirnya di Istana saat memimpin Dzikir kemerdekaan, ia bahkan menegaskan jika Pancasila yang dibangun oleh semua ras dan golongan di Indonesia sudah final dan tidak bisa dirubah.

 

Kyai Ma'ruf Amin berasal dari Islam tradisional NU yang sudah lama dekat dengan Jokowi. Kyai Ma'ruf adalah cicit Ulama besar Syaikh Nawawi Banten, yg pernah jadi imam di Masjidil Haram. Ini cerdasnya Jokowi. Kyai Ma'ruf yg awalnya dikuasai kelompok konservatif di MUI, pelan-pelan disadarkan agar bersikap lebih toleran.

 

Belakangan, sikap dan pernyataannya sangat apresiatif pada kebijakan Jokowi terutama umat Islam. Jokowi juga banyak mendengar saran Kyai Ma'ruf dalam penguatan ekonomi umat. Ya, disertasi Doctoral Ma’ruf berbicara tentang bagaimana pemberdayaan ekonomi.

 

Kini semua menjadi jelas, narasi jebakan “batman” mereka adalah omong kosong. Mereka menggunakan cara Hitler “kebohongan yang dikampanyekan terus menerus akan dipercaya oleh rakyat sebagai kebenaran”. Mereka hanya sedang mencoba menyelamatkan mukanya dan mencegah loyalisnya yang ingin kabur karena tertipu janji manis bahwa mereka akan merangkul ulama.

 

Mereka jelas sedang putus asa. Lihat saja yang bisa mereka lakukan saat ini hanya sebatas mengerahkan buzzernya untuk adu polling di medsos agar terlihat menang. Bahkan, kampanye mereka salah satunya berbunyi “jangan coblos ulama nanti, tidak sopan” atau “kasihanilah mbah Ma’ruf agar tidak mendapatkan beban berat sebagai wapres”. Haha. Konyol bukan?

Ikuti tulisan menarik Rofiq al Fikri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB