x

Iklan

Era Sofiyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Konfigurasi Ideal Trisentra di Satuan Pendidikan Anak

konfigurasi ideal trisentra untuk pendidikan indonesia lebih berkualitas

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dewasa ini, kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan yang berlangsung di sekolah, namun ditentukan pula oleh kondisi atau lingkungan keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat atau dikenal juga dengan sebutan trisentra pendidikan. Pengaruh pendidikan tersebut akan berbeda-beda baik dari aspek intensitas maupun substansinya.

 

Sementara menurut UNICEF (2000) kualitas pendidikan, sangat berkait dengan konteks politik, kultural, dan ekonomi lingkungannya. Hal ini terjadi karena kualitas pendidikan harus relevan dengan lokalnya (locally relevant) dan tepat dengan kulturnya (culturally appropiate). Untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang tinggi, perlu adanya perencanaan yang matang, implementasi yang konsisten, serta pengendalian yang efektif.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Pada satuan pendidikan, penguatan kapasitas tercermin dari kemampuan satuan pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran efektif untuk mencapai standar nasional pendidikan. Untuk itu, demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

 

Masyarakat dalam hal ini memiliki posisi ganda, yaitu sebagai objek dan sekaligus subjek yang keduanya memiliki makna fungsional bagi pengelolaan lembaga pendidikan. Ketika lembaga pendidikan sedang melakukan promosi penerimaan calon siswa baru, maka masyarakat merupakan objek yang mutlak dibutuhkan. Sementara itu, respons masyarakat terhadap promosi itu menempatkan mereka sebagai subjek yang memiliki kewenangan penuh untuk menerima atau menolaknya. Posisi masyarakat sebagai subjek juga terjadi ketika mereka menjadi pengguna lulusan lembaga pendidikan. Oleh karena itu, partisipasi dan hubungan yang baik dengan masyarakat harus dikelola dengan baik.

 

Di negara-negara maju, sekolah dikreasikan oleh masyarakat, sehingga kualitas sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu mereka upayakan untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka meyakini bahwa sekolah merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk membina perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Ibarat “telur dan ayam”. Masyarakat maju karena pendidikan dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan dalam masyarakat yang maju pula. Kerjasama antara keduanya sangat penting untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan operasional, baik moral maupun finansial..

 

Sementara, partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pendidikan pada sebagian negara berkembang (dalam hal ini termasuk Indonesia), belum seoptimal sebagaimana yang terjadi di negara maju.Hal ini disampaikan oleh Bank Dunia (2005), bahwa the quality of schooling in Indonesia is low and declining, misal: ekspansi pendidikan tidak menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membangun masyarakat dan kompetisi ekonomi yang kuat untuk masa yang akan datang. Di sisi lain,sekolah di Indonesia tidak dipelihara secara teratur (schools are not regularly maintained).

 

Ada tiga faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia tidak mengalami peningkatan secara merata, yaitu:

 

(1) kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan analisis input-output tidak dilaksanakan secara konsekuen,

(2) penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik, sehingga ketergantungan sekolah sangat tinggi dan kebijakan dari atas tidak sesuai dengan kondisi lokal sekolah,

(3) peran serta warga sekolah khususnya guru dan peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa masih sangat minim.

 

Sejak tahun 1999 Pemerintah telah menerapkan kebijakan peningkatan kualitas pendidikan melalui pergeseran kewenangan dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik agar dapat menjawab langsung permasalahan permasalahan pendidikan di daerah bahkan di sekolah. Program tersebut dikenal dengan sebutan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah atau disingkat MPMBS (Depdiknas, 2002), yang memiliki tiga esensi, yaitu: memperluas otonomi sekolah, meningkatkan partisipasi aktif semua komponen sekolah, dan meningkatkan fleksibilitas sesuai situasi, kondisi, dan kemampuan sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

 

Dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah sesuai dengan prinsip MBS, maka sekolah perlu memberdayakan masyarakat dan lingkungan secara optimal. Hal ini penting karena sekolah memerlukan masukan dari masyarakat dalam menyusun program yang relevan, sekaligus memerlukan dukungan masyarakat dalam melaksanakan program tersebut. Disisi lain masyarakat memerlukan jasa sekolah untuk mendapatkan program-program pendidikan sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, sekolah berkewajiban memberi penerangan tentang tujuan-tujuan, dan program sekolah sehingga sesuai dengan kebutuhan dan harapan masayarakat terhadap sekolah. Dengan kata lain, antara sekolah dan masyarakat harus dibina dan dikembangkan suatu hubungan yang harmonis.

 

Sementara UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 54 dikemukakan: Masyarakat dapat berperan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Oleh karena itu,masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat, dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

 

Sedangkan pada pasal 56 lebih spesifik disebutkan peran dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri yang berperan serta dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Adapun komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari atas unsur orangtua/ wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

 

Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan tuntutan untuk lebih meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat. Tuntutan tersebut lahir seiring dengan terjadinya perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Komite sekolah diharapkan menjadi mitra sekolah yang dapat mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dalam program pendidikan disekolah baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah.

 

Kebijakan dan program untuk menguatkan kemitraan antara satuan pendidikan dengan masyarakat juga merupakan salah satu respons atas semakin maraknya aksi kekerasan dan perilaku menyimpang lainnya. Kondisi ini dapat menghambat terbangunnya lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak. Jika dibiarkan akan membuat perkembangan dan potensi peserta didik tidak berkembang secara optimal.

 

Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, orang tua dan masyarakat diharapkan selalu mengikuti perkembangan proses pembelajaran dan pendidikan terhadap anak-anaknya serta melakukan evaluasi dan pengawasan.  Cara untuk menyalurkan aspirasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau komunitas tempat masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntun kesigapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusikan peran dan kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan partisipasi masyarakat.

 

Pada akhirnya, Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarah-kan pada pencapaian mutu pendidikan yang semakin meningkat yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) meliputi berbagai komponen yang terkait dengan mutu pendidikan mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian.

 

Bahwa kualitas sekolah secara utuh harus terus diperjuangkan agar mampu memberi kepuasan dan meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat.  Setiap rupiah atau tenaga yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam kerangka kegiatan pendidikan dan pembelajaran hendaknya bukan ditafsirkan sebagai harga sebuah sekolah, melainkan harga dari mutu proses dan produk pendidikan atau pembelajaran yang dikehendaki. Hubungan yang harmonis antara orang tua peserta didik, masyarakat dan pihak sekolah yang dijembatani oleh komite sekolah sangat diperlukan untuk menghasilkan pelayanan maksimal terhadap dunia pendidikan yang berdampak kepada peningkatan mutu pendidikan.

 

Oleh karena itu, perlu terus diupayakan untuk menemukan atau menghasilkan pola konfigurasi ideal pendidikan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat yang baik, harmonis, kondusif, dan produktif untuk terciptanya kualitas proses dan hasil pendidikan sesuai dengan spesifikasinya dan kebutuhan masyarakat.

 

 

Ikuti tulisan menarik Era Sofiyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler