x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Hidup Normal Yuk, Lebih Efektif

Siapa di antara Anda yang ingin masuk sorga tapi menolak taat pada Tuhan dan tidak bersedia meninggal dulu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Be Effective Please, No More Question

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

This above all: to thine own self be true,

And it must follow, as the night the day,

Thou canst not then be false to any man.

Farewell, my blessing season this in thee!

William Shakespeare (Hamlet, Act-1, Scene-III, 78–82)

 

Kutipan tersebut adalah wejangan Polonius kepada Laertes, anak lelakinya, saat mau berangkat ke Paris dalam lakon Hamlet. Tafsir dari waktu ke waktu atas kalimat-kalimat itu – yang menegaskan pentingnya kejujuran, dedikasi, dan komitmen -- tentunya selalu relevan sampai hari ini.

Interpretasi lainnya adalah: Selalu membenahi diri sendiri dulu sebelum menilai pihak lain, lakukan eksekusi yang benar pada saat yang tepat, hari demi hari. Dan bagaimana menjalani hidup secara seimbang.

Apakah di antara kita sekarang ini ada yang menyangkal pentingnya semua itu?

Untuk melihat realitas diri secara obyektif, terkait konteks strategis kita di organisasi, kita cek ulang: apakah hidup kita sudah seimbang antara kepentingan organisasi/perusahaan, upaya pengembangan diri, dan keluarga? Apakah goal dan cita-cita pribadi kita aligned dengan tujuan-tujuan organisasi?

Lebih dari itu, bagaimana pula menyeimbangkan kepentingan dunia dan urusan akhirat? Sudah sejauh mana kita memahami dan mentaati hukum sebab-akibat?

Tanpa melihat dengan jernih realitas diri, tidak memahami hukum sebab-akibat, akan menyebabkan manusia buru-buru (atau grusa-grusu, kata orang Jawa) ingin mendapatkan hasil, tanpa perencanaan strategis dan tindakan taktis, tanpa proses terukur setiap harinya. Ibarat maunya langsung masuk sorga tapi tidak taat pada Pencipta Alam Semesta dan menolak melalui proses meninggal lebih dulu.

Bukankah apa pun yang ingin kita capai selalu memerlukan pengorbanan, upaya, ihtiar? Dalam banyak urusan, pengorbanan paling berat biasanya ego.

Coba ingat, golf clubs kita mungkin merupakan produk terbaru dari merek ternama menggunakan teknologi canggih. Tapi kalau tidak rendah hati berlatih rutin didampingi coach yang bisa memberikan challenge dan support, mana mungkin bermain indah -- apalagi mau mencapai handicap 0.

Atau kita memiliki perkakas fitness hebat di rumah, sepatu cross training merek top, buku petunjuk latihan juga banyak. Tapi kalau semua itu hanya jadi pajangan, kita tidak pernah/sangat jarang (karena tergantung mood) mau mengucurkan keringat memanfaatkannya, sudah dapat dipastikan berat badan makin tambah, lemak tidak terkendali.  

Kalau kita ingin menjalani hidup normal, seimbang, selalu akan diminta membangun penyebab untuk melahirkan akibat/hasil yang kita inginkan.

Namun hari-hari ini masih banyak orang salah paham, mereka mencintai dan mengimpikan, bahkan ngebet, sukses kalau bisa tanpa berkeringat dan tak perlu mengeluarkan ongkos re-edukasi. Mereka menempuh jalan pintas, melahirkan korupsi mental dan pikiran. Anda tentunya menyadari, inilah penyebab utama terjadinya penyalahgunaan uang dan fasilitas, serta chaos, dalam organisasi. 

Di lingkungan bisnis dan institusi non-bisnis, umumnya para eksekutif jatuh cinta pada KPI (key performance indicator). KPI memang tool yang seksi, tapi itu merupakan hasil atau gambaran keadaan yang sudah terjadi -- disebut sebagai lag measure, hasil autopsi fakta untuk analisis bisnis. Bukan merupakan hal yang prediktif dan dapat kita ubah untuk meraih hasil yang berbeda atau lebih baik.

Apakah di antara kita ada yang bisa mengontrol hasil yang sudah terpateri dalam jurnal? Apakah kita bisa mengubah jarum dan angka yang tertera di timbangan? (Kecuali manipulasi, pakai timbangan lain dan programnya disetel ulang – seperti kemungkinan masih terjadi di sejumlah institusi, merekayasa laporan keuangan agar kelihatan berprestasi).

Bukankah yang dapat kita kendalikan adalah prosesnya atau aktivitas nyata, actions, dan eksekusi-eksekusi sebelum munculnya KPI? Kalau angka di timbangan memperlihatkan kita overweight, yang dapat kita perbaiki dan kontrol adalah perilaku kita, cara makan kita, dan pola olah raga kita. Benar?

Komponen dan proses sebelum muncul KPI itulah yang dapat kita kendalikan. Ini langkah-langkah prediktif. Terukur. Lebih mulia lagi jika proses ini melibatkan tim, meningkatkan ownership mereka.

Jika kita dapat melakukan eksekusi secara konsisten dan terukur terhadap pelbagai komponen peyebabnya, KPI atau outcome akan menyesuaikan dengan sendirinya. Eksekusi atas hal-hal yang benar (sepantasnya dilakukan sesuai dengan goal dan tanggung jawab Anda), doing the right things in the right way pada saat yang tepat secara konsisten, akan menghasilkan KPI cemerlang .

Proses tersebut akan terakselerasi kalau para eksekutif dan leaders mengubah perilaku kepemimpinan, cara kerja, dan membangun habit baru yang lebih efektif. Berdasarkan pengalaman ribuan organisasi di pelbagai negara, ini upaya nyata mengantisipasi hasil – membangun masa depan. Faktor-faktor penyebab munculnya KPI itu lazim disebut sebagai critical drivers.

Pemahaman dalam pengembangan bisnis: Critical drivers are those key metrics, tested and tracked daily, that assist you to anticipate the future.

Mengidentifikasi dan mengelola critical drivers merupakan cara terbaik meraih sukses berkesinambungan.

Setiap jenis industri, organisasi, dan bahkan setiap divisi dalam organisasi besar, dapat menentukan critical drivers masing-masing, sesuai dengan goal spesifik yang ingin diraih. Bisa terkait finansial (misalnya 55% gross margin); dapat berupa jumlah team leaders, para eksekutif kunci berkompetensi tinggi dalam mengawal transformasi organisasi; serta bisa juga dalam bentuk tingkat utilisasi asset, efisiensi dan efektivitas resources (uang, waktu, dan kecerdasan), etc.  

Untuk sebagian orang, upaya mengendalikan critical drivers, melakukan eksekusi hal-hal penting dan mendasar dengan benar secara konsisten merupakan tindakan counterintuitive. Sama counterintuitive-nya seperti harus olah-raga rutin untuk mengontrol berat badan atau secara seksama melakukan re-edukasi (baca buku, ikut workshop, coaching) untuk mengembangkan kompetensi.

Pelatihan Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC) sesungguhnya untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan para eksekutif dan leaders agar dapat lebih efektif mengelola critical drivers sesuai dengan goal dan tanggung jawab masing-masing.

Sepanjang mereka committed bertindak sesuai tiga kebajikan MGSCC, yaitu courage, humility, dan discipline, jujur pada diri sendiri, terbuka pada stakeholders, dan mau hidup seimbang, hasilnya memberikan benefit signifikan bagi masing-masing leader, para stakeholders, dan organisasi. Berdasarkan survei atas 11.000 eksekutif di empat benua, 95% leaders peserta MGSCC yang konsisten melibatkan stakeholders efektivitasnya meningkat.

Itu contoh hidup normal, seimbang, selalu meningkatkan kompetensi dan efektivitas kepemimpinan. To Be or not to Be, just do it, no more question.

 

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Coaching.

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler