x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching:Punya Siasat dan Nyali Menghadapi Dollar?

Anda siap naik ke the next stage of success, lebih sigap sebagai nakhoda dalam mengarungi gelombang perubahan dan ketidakpastian?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

#Leadership Growth: How Secure Are You Today?

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Executive and Leadership Coach

                                               

Kesegaran udara pagi bagi Jon sekeluarga sudah biasa, mengingat rumah mereka dekat lapangan golf. Namun halaman sendiri menjadi lebih hijau segar karena siraman hujan beberapa malam terakhir ini membuat Jon tambah bungah. Apalagi istrinya membuatkan French toast kesukaannya, untuk siap diolesi madu yang dia beli di Bandara Dubai dalam perjalanan dinas dua pekan lalu.

Semua itu menghibur batin Jon di tengah kegalauan akibat dolar menguat (atau rupiah melemah) dan juga lantaran ia seperti dikejar untuk terus membuktikan diri sebagai eksekutif yang dapat diandalkan memimpin pertumbuhan usaha dengan cara yang lebih sehat.

Jon Korlioni lahir 1973, saat ayahnya baru balik nonton film The Godfather di bioskop dekat restoran milik keluarga. Bisnis kuliner keluarga sekarang dikelola oleh kakak dan kedua adik-adiknya, sementara Jon berkarir sebagai profesional dan kini memimpin usaha dengan revenue sekitar Rp 2,5 trilyun.

Hebat? Barangkali ya, mungkin juga belum.

Sebagai eksekutif berpengalaman, Jon menyadari bahwa ketidakpastian yang  muncul akibat perubahan yang makin dinamis di Abad 21 ini hampir menjadi menu sehari-hari yang harus dikunyah, ditelan, sekalipun kadang pahit. Namun, dengan dolar makin mahal beberapa bulan terakhir ini, Jon merasa nyali dan kompetensinya diuji kembali dalam mengatasi tantangan pengembangan bisnis.

Sebagaimana kita ketahui, dalam tahun 2018 ini rupiah sungguh terpuruk, anjlok hampir 9% atau mendekati posisi ketika kerjadi krisis keuangan Asia 1997-1998. Untuk meredam gejolak akibat kenaikan dolar AS itu, Bank Indonesia tercatat paling agresif dibanding bank sentral negara-negara Asia lain, dengan menaikkan pagu suku bunga maupun melakukan intervensi mata uang asing.

Cadangan devisa tergerus, Agustus kemaren tercatat pada posisi $117.9 milyar. Ini posisi terendah terhitung sejak Januari 2017, kendati masih mencukupi untuk membiayai impor sampai 6,6 bulan plus bayar cicilan pinjaman luar negeri pemerintah. Demikian menurut Bank Indonesia.

Apa sikap Jon Korlioni menghadapi situasi moneter yang mendebarkan itu?

Dengan menambahkan Korlioni pada namanya, yang semula Jon Samino, almarhum ayahnya mengharapkan Jon tangguh dalam memimpin bisnis, sekaligus bisa hangat kepada keluarga, seperti Don Corleone dalam The Godfather – walaupun sama sekali beliau tidak berniat menjadikan Jon bos mafia Italia.

Jon memang tangguh, terbukti berhasil menaiki tangga karir dengan segala tantangan dan ujiannya sampai di posisi sekarang. Tapi dia juga menyadari, terasa ada yang masih kurang dalam dirinya. Pagi itu, saat bercermin di kamar sebelum berangkat ke kantornya, Jon seperti disergap pertanyaan yang sesungguhnya sudah beberapa kali terlintas di benaknya, “Siapakah saya sebenarnya?”

Sekian belas tahun berkarir sampai menempati posisi puncak sekarang ini, ternyata belum membuatnya fulfilled. Sekarang diuji pula oleh fluktuasi dolar. Sementara itu, sekian calon mitra asing bimbang, akibat daya pikat Indonesia bagi investor sedang turun dibanding negara-negara ASEAN lainnya. Ia gundah.

Beberapa relasinya menyarankan Jon ikut program peningkatan efektivitas kepemimpinan berstandar internasional, dari institusi yang metodenya sudah proven membantu ribuan perusahaan multinasional. Supaya lebih siap menghadapi tantangan globalisasi. Kondisi saat ini mustahil dihadapi hanya dengan jurus-jurus sukses yang diandalkan beberapa tahun sebelumnya.

Marshall Goldsmith, #1 Leadership Thinker di dunia, sudah mengingatkan hal tersebut, terutama melalui salah satu bukunya What Got You Here Won’t Get You There (2007) – mengungkap 20 habit yang menghambat dan bagaimana mengatasinya agar menjadi eksekutif yang lebih efektif dan lebih sukses lagi.

Pembelajaran pertama yang mesti diselesaikan Jon dan juga para eksekutif lain yang ingin memimpin lebih efektif di Abad 21 ini adalah menggali diri sendiri, melihat cermin, utamanya melalui persepsi para stakeholders. Itu dilakukan sebelum menentukan pilihan leadership area yang perlu dikembangkan.

Who am I today? Berapa persen di antara kita yang selalu menanyakan diri sendiri “Siapakah aku sebenarnya hari ini?”. Pertanyaan tersebut layak kita ulang untuk mengingatkan bahwa kita sesungguhnya bukanlah posisi kita, jabatan kita, tidak pula kekayaan dan rumah mewah kita – karena semua itu hanya “tempat indekos” dalam perjalanan satu arah menuju sukses berikutnya dan tentu kematian.

Selanjutnya, pertanyaan dasar yang berlaku bagi semua orang adalah: Bagaimana menjadi versi terbaik diri kita sendiri dalam ruang dan waktu yang kita bangun. How you can be the best version of you in your own space, day in day out?

Bagi para eksekutif dan leaders di organisasi yang sungguh-sungguh ingin berkembang, belakangan ini makin penting untuk tidak hanya mempelajari The Art of War karya Sun Tzu plus sejumlah buku strategi bisnis yang umum dipakai dalam pendidikan MBA atau MM.

Itu semua mesti dilengkapi dengan kepiawaian mengetrapkan l’art de vivre (the art of living), yaitu bagaimana secara berkesinambungan dan terukur meningkatkan kompetensi dan efektivitas kepemimpinan dalam realitas kerja sehari-hari. Kata orang-orang bijak, stop learning stop leading.

Tujuannya supaya bisa terus relevan dan menegaskan kontek kehadiran di zaman ini, sesuai fungsi dan tanggung jawab masing-masing. Selalu fit untuk mensiasati setiap tantangan, termasuk saat terjadi gejolak ekonomi, ketidakstabilan moneter, dan ketidakpastian lainnya. Selalu menyadari, di dunia ini yang pasti adalah pajak, kematian, dan perubahan (termasuk ketidakpastian di dalamnya).

Para eksekutif dan leaders perlu mendalami skill yang dapat mengenali dengan jeli mana gejala, symptom, mana problem sebenarnya. Apakah dolar naik dan daya tarik investasi Indonesia turun itu symptom atau problem? Bukankah induk persoalannya berada di wilayah dinamika pasar uang global (di mana para pengendali dana-dana besar selalu mengejar gain terbaik) dan, dalam kasus Indonesia yang nilai mata uangnya anjlok, masalahnya adalah pada penyelengaraan negara yang terlalu bergantung pada pinjaman luar negeri?

Semua itu sepantasnya selalu perlu diwaspadai dan diantisipasi. Sikap reaktif sebagaimana para eksekutif di sejumlah organisasi belakangan ini memperlihatkan mereka selama ini abai, kurang siap, atau mungkin juga hubris.

Itu sikap ke luar. Langkah ke dalam organisasi, kalau kita tahapannya fokus pada meningkatkan efektivitas perilaku kepemimpinan para eksekutif demi performance terbaik, ada tiga hal yang perlu dicermati – kalau perlu tata ulang.

Pertama, business results sangat dipengaruhi oleh key behaviors Anda dan orang lain (atasan, tim dan peers) yang saling mendukung. Apakah Anda sudah dapat membangun tim untuk lebih engaged, memiliki kreativitas tinggi? Apakah atasan dan kolega Anda memberikan dukungan tulus untuk meraih goal bersama? Etc.

Kedua, leader interpersonal behavior. Untuk bekerja secara lebih efektif dengan orang lain, Anda memerlukan stamina fisik dan mental endurance yang kuat. Tantangan-tantangan yang muncul dalam hubungan interpersonal menuntut stamina dan endurance, agar bisa menjadi versi terbaik diri Anda setiap hari.

Ketiga, team interactions. Sebagai leader, Anda selayaknya mampu mengidentifikasi pola-pola hubungan yang tidak produktif antara Anda dan tim dan antara anggota tim, lalu melakukan transformasi semua itu menjadi lebih efektif mendukung tujuan-tujuan organisasi.

Ketiga hal tersebut saling berkaitan. Untuk berhasil melakukan orkestrasi ketiganya dengan baik, diperlukan courage (keberanian merambah wilayah pemikiran baru, do what it takes to change), humility (mengakui ketidaksempurnaan diri dan perlu bantuan pihak lain untuk berkembang), dan discipline (implementasi dan asah terus perilaku efektif).

Courage, humility, dan discipline merupakan tiga kebajikan yang selama lebih dari 25 tahun ini dipraktikkan Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC) dalam membantu orang-orang sukses menjadi lebih berhasil lagi.

Tingkat kehandalan Anda sebagai eksekutif dan leader menghadapi kompetisi global selayaknya diukur juga, melalui Global Leadership Assessment (GLA 360), melibatkan para stakeholders. Ini untuk mengetahui secara lebih mendalam kompetensi di bidang apa saja yang perlu segera dikembangkan, berbasis 15 kompetensi yang belakangan ini lazim dipraktikkan di perusahaan multinasional.

Artinya, setiap eksekutif dan leader peserta GLA 360 diukur kompetensi masing-masing berdasarkan standar kompetensi yang berlaku dalam percaturan organisasi-organisasi multinasional. 

Anda siap naik ke the next stage of success, menjadi lebih sigap sebagai nakhoda dalam mengarungi gelombang perubahan dan ketidakpastian?

 

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Coaching.

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(http://sccoaching.com/coach/mcholid1). 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler