x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Politikus Loncat

Di masa sekarang, yang bisa meloncat bukan hanya kutu. Politikus pun bisa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di masa sekarang, yang bisa meloncat bukan hanya kutu. Politikus pun bisa. Buktinya, di saat tahun politik mulai menghangat, sejumlah politikus melakukan aksinya: loncat sana, loncat sini. Ada yang tiba-tiba pindah ke partai lain tanpa ba bi bu lebih dulu, ada yang baru saja pindah partai eh sekarang pindah partai lagi, ada yang jadi petinggi partai X tapi mendukung calon partai Y. Fenomenal!

Sebagian politikus, dan kebetulan mereka politikus populer dan punya posisi di partai maupun sebagai pejabat publik, mungkin beranggapan bahwa pindah partai merupakan hal yang lumrah, tak ubahnya membalik telapak tangan. Peduli amat dengan ideologi, peduli amat dengan cita-cita partai. Kemana angin berembus, ke sanalah mereka berlari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa motif pindah partai? Tak mudah diketahui. Rakyat tidak pernah tahu alasannya, karena jarang politikus yang mengumumkan alasan pindah partai. Ada sih pernyataan yang muncul untuk konsumsi publik karena ditanya jurnalis, dan kita tahu bahwa itu lebih pas disebut pemanis bibir saja. Akhirnya, kita orang awam hanya bisa menduga-duga saja apa latar belakang aksi loncat partai mereka.

Dugaan pertama, politikus ini sedang diusik masalah dan kemudian mencari perlindungan politik ke pihak lain yang sedang berada di lingkaran kekuasaan. Mungkin ia beranggapan, dengan mendukung petahana, ia tidak akan diganggu lagi. Apakah ada barter dengan sesuatu? Kita orang awam tidak tahu, hanya dapat menduga: akankah sebuah partai menerima pendatang baru dari partai pesaing bila tidak ada sesuatu yang dibawa oleh pendatang baru itu?

Dugaan kedua, politikus ini sudah melakukan kalkulasi dan memperkirakan ke arah mana angin bertiup bila saat pemilihan tiba. Ia akan mendukung figur dan partai yang menurut perhitungannya akan unggul dalam kompetisi. Karena itu, ia tinggalkan partai lama yang menurut perhitungannya akan kalah dalam kompetisi (“Tinggalkan saja kapal yang mau karam,” begitu pikir mereka. Tentu saja, lagi-lagi, tidak ada makan siang gratis.

Dugaan ketiga, beralih partai merupakan cara agar bisa bertahan di jajaran elite. Ketika di partai lama suaranya makin tenggelam, maka loncat partai berarti membuka peluang untuk tetap diperhitungkan. Mereka berusaha agar tetap memiliki akses politik dan ekonomi yang menentukan dengan terus berusaha bertahan dalam jaringan dan lingkaran elite politik.

Bagi mereka, pindah partai tidak ubahnya pesepakbola berpindah klub—di dunia sepakbola, umumnya, fanatisme pemain kepada klubnya lebih rendah dibandingkan fanatisme penggemar.

Sembari memperhatikan sepak terjang mereka, kita bisa mengingat bagaimana sosok seperti Sjahrir, Hatta, Soekarno, dan generasi pejuang kemerdekaan kita berpolitik. Bagi mereka, terjun ke politik adalah jalan untuk memperbaiki nasib rakyat dalam arti sebenarnya. Oleh sebab itu, mereka memegang teguh cita-cita ideal serta jalan untuk mencapainya.

Tak mudah bagi mereka untuk berpaling ke partai lain hanya karena dalam sebuah pemilu partainya mungkin akan kalah atau terbukti sudah kalah. Mereka tetap berjuang di partai masing-masing, tak terpikir untuk loncat ke sana kemari. Tak terbayangkan di benak mereka untuk membuka kartu teman sendiri di hadapan lawan politik hanya agar dirinya diterima di tempat yang baru. Namun, di masa sekarang, kepentingan pragmatis memungkinkan hal itu terjadi. Yang pragmatis lebih kuasa dibanding yang ideal. Zaman memang sudah berubah. “Iki zaman edan, yen ora melu edan, ora keduman (Ini zaman kegilaan, jika tidak ikut gila, tidak akan kebagian),” kata pujangga Ronggowarsito, tentu saja maksudnya terkait urusan dunia. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

49 menit lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB