x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Saatnya Anda Tampil Terbaik

Sesungguhnya multitasking menggerogoti produktivitas

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

#Leadership Growth: It’s Showtime

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Executive and Leadership Coach

 

Lakon The Mousetrap karya Agatha Christie dipanggungkan pertama pada 25 November 1952 di The Ambassador Theater, dengan pemeran utama Richard Attenborough dan Sheila Sim. Saat 1974 pindah ke St. Martin’s Theater, tak satu pun pertunjukan tertunda penampilannya. Sekarang The Mousetrap sudah 65 tahun dipanggungkan dan hari ini karcisnya dijual 19.50 pound sterling.

Pertunjukan teater dan musical di Broadway, New York, juga dapat berlangsung berbulan-bulan atau beberapa tahun untuk lakon-lakon yang terus mampu menyedot penonton. Di Off-Broadway bisa beberapa bulan atau lebih.

Para aktor dan aktris di semua pertunjukan tersebut umumnya bermain boleh dibilang tiap malam, bisa selama berbulan-bulan, atau sejumlah tahun berturutan. Mereka melakukannya tanpa mengeluh, apakah akibat sakit perut, kakinya kesandung meja, atau pun ada teman yang meninggal.

Pendapatan para aktris atau aktor tersebut, jika dihadapkan dengan biaya hidup di New York atau London, kemungkinan lebih kecil dibandingkan penghasilan Anda sebagai manajer korporasi diukur dengan ongkos hidup di tempat Anda. Tapi, setiap tiba saatnya showtime, para aktor dan aktris tersebut selalu siap, tanpa mengeluh. Mereka tampil prima agar pertunjukan memikat penonton.

Buat mereka sangat mustahil untuk tidak fokus, apalagi sambil ngintip media sosial. Ini juga berlaku bagi para anchor di program-program siaran langsung talk show media elektronik. Begitu lampu on air menyala, tidak ada excuses apa pun, saat tayang ya tayang sesuai komitmen mereka kepada publik.

Keluhan akan mengakibatkan mereka dinilai tidak profesional, tidak memiliki integritas menjalankan profesi.

Bagaimana dengan orang-orang yang bekerja di kantor-kantor dagang atau biro urusan publik di lembaga-lembaga pemerintah?

Berapa persen di kantor-kantor tersebut yang benar-benar sudah menerapkan pola kerja sebagaimana para aktor/aktris dalam menyikapi showtime di panggung? Berapa banyak di kantor Anda yang bekerja sembari korupsi waktu sibuk buka email pribadi, membuka laman facebook, bicara di telepon berlama-lama di luar kepentingan organisasi?

Berapa banyak organisasi yang sudah investasi untuk mengembangkan aspek-aspek penting para team leaders, agar mereka mampu mengerahkan kecerdasan, skills, hati, dan perhatiannya secara penuh menuntaskan setiap pekejaan dalam waktu tertentu – bukan terlena pada to do list lantas mengaku sibuk melulu? Berapa di antara mereka dapat jadi role model bagi anak buah masing-masing?

Sampai saat ini masih banyak eksekutif yang beranggapan bahwa multitasking dibutuhkan untuk mengatasi lintang pukang tuntutan kerjaan. Padahal sesungguhnya multitasking menggerogoti produktivitas.

Distraksi mahal ongkosnya. Beralih konsentrasi dari satu urusan ke kegiatan lain, seperti menelepon atau menjawab email, akan menambah 25% waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas utama.

Akan lebih efisien jika Anda dapat fokus selama 90 – 120 menit memproses suatu tugas. Untuk mengerjakan urusan berikutnya diperlukan break sejenak, mengatur nafas, ada yang memilih meditasi untuk itu, lalu fokus kembali. Tony Schwartz dan Catherine McCarthy dalam artikelnya di Harvard Business Review menyebut proses tersebut sebagai “ultradian sprint.”  

Kita perlu menjaga energi prima dan fokus agar dapat berperilaku seperti para aktris dan aktor di dunia pertunjukan, kalau sudah showtime langsung bergerak. “A great attitude toward life is – it is showtime,” kata Marshall Goldsmith, #1 Thought Leader in the world.

Bagi para leaders, setiap hari adalah showtime. Karena semua pandangan mata setiap saat selalu tertuju kepada orang-orang yang memimpin. Orang akan memperhatikan bagaimana dia bicara, memberikan saran kepada tim, caranya berjalan dan seterusnya.

Marshall Goldsmith memberikan dua contoh leaders yang layak jadi panutan, yaitu Frances Hesselbein, CEO Hesselbein Leadership Institute (dulu CEO Girl Scout) dan Allan Mulally, mantan CEO Ford Motor Company yang jadi ikon di AS, prestasinya antara lain memimpin Ford dari rugi belasan milyar dolar menjadi profitable.

Menurut Marshall, dalam 30 tahun pertemanannya dengan Frances, belum pernah sekalipun ia meihat Frances marah, kesal, atau mengeluh. Peter Drucker memuji Frances sebagai “the greatest leaders he had ever met in his life.”

Alan Mulally? “He is always up,” kata Marshall. Sama sekali belum pernah terlihat Alan melemah spiritnya, selalu menjaga energi positif. Bahkan dalam memimpin Boeing Commercial Aircraft di saat industri penerbangan terpukul akibat peristiwa 9/11, tak sekalipun terdengar keluhan dari Alan. Selalu up. Alan mengatakan, this is what I get paid for.

It’s showtime, my friend,” kata Marshall. Siapa saja bisa menjadi pemimpin saat situasi baik-baik saja. Pemimpin yang hebat akan tetap hebat ketika situasi berat sekalipun, katanya. Saat tiba di tempat kerja, dalam peran sebagai pemimpin, attitude yang sangat sehat adalah siap tampil terbaik. Bukan dibuat-buat, ini adalah leadership professional.

 

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Coaching.

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(http://sccoaching.com/coach/mcholid1). 

  

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler