x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

14 Tahun DPD: Kemana Saja Senator?

Pada usianya yang ke-14 tahun, DPD belum juga setara dengan DPR.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Tatkala diresmikan sebagai ‘kamar kedua’ (di samping ‘kamar kesatu’ yaitu Dewan Perwakilan Rakyat—DPR), berbagai pihak berharap ada kontribusi mendasar dari Dewan Perwakilan Daerah atau DPD. Di usianya yang ke-14, institusi yang dimekarkan dari ‘utusan daerah’ di Majelis Permusyawarata Rakyat (MPR) ini, rakyat bertanya: apa saja yang telah dikerjakan oleh para senator—sebutan untuk wakil rakyat daerah yang duduk di DPD?

Pertanyaan itu terkait dengan tujuan DPD dibentuk, yakni untuk mengimbangi peran DPR yang menampung para wakil partai politik. Sebagaimana kita tahu, anggota DPD duduk sebagai pribadi (individu) yang dipilih langsung oleh rakyat di tiap-tiap provinsi. Meskipun sama-sama wakil rakyat, namun anggota DPD bukan ‘petugas partai’ yang wajib menyuarakan kepentingan dan pandangan partai politik. Anggota DPD diharapkan dapat memasukkan aspirasi rakyat di daerah di tengah suara anggota DPR yang tidak bisa lepas dari kepentingan partai politik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itu, rakyat berharap agar DPD mampu berperan dan berfungsi setara dengan DPR, tapi nyatanya kesetaraan itu hingga 14 tahun belum tercapai. Misalnya dalam hal pembuatan undang-undang: oleh pemerintah, usulan DPD tidak diperlakukan setara dengan usulan DPR; DPD juga tidak dilibatkan dalam pemberian persetujuan rancangan undang-undang. Tak heran bila ada yang bertanya: untuk apa DPD dipertahankan jika tidak berfungsi sebagaimana mestinya? Untuk apa DPD dipertahankan bila posisi tawarnya di hadapan DPR maupun pemerintah tidak kunjung meningkat?

Sebagai ‘kamar kedua’, DPD seharusnya bukan dijadikan ‘kamar cadangan’. Mengapa cadangan? Karena anggota partai politik yang tidak lagi cicalonkan lagi oleh partainya untuk duduk di kursi DPR akan memilih berkompetisi agar bisa duduk di kursi DPD. Betapa banyak anggota DPR yang sudah akan berakhir masa keanggotaannya dan tidak dicalonkan lagi oleh partainya lantas beradu nasib di kompetisi pemilihan anggota DPD. Karena sifatnya pribadi, siapapun berhak mencalonkan diri.

Barangkali karena hal itu, semangat tempur sebagian anggota DPD untuk memperjuangkan aspirasi rakyat daerah yang diwakilinya tidak begitu kuat. Sebelumnya mereka telanjur menjadi petugas partai, yang berarti ada payung untuk berlindung, ada tempat untuk bernaung. Sebagai anggota DPD, masing-masing orang harus berani berjuang sendiri dan bersama kawan-kawan sesama anggota DPD daerahnya. Namun, tidak ada organisasi seperti partai yang memayungi mereka.

Meskipun begitu, ada juga orang-orang partai yang melihat peluang untuk memasuki ‘kamar kedua’ ini tanpa merasa perlu melepaskan keanggotaannya di partai politik. Ketua DPD saat ini, misalnya, menjabat pula sebagai Ketua Umum Partai Hanura. Meskipun Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa pengurus partai politik tidak diperbolehkan menjadi anggota DPD, namun praktiknya berbeda. Sayangnya, anggota DPD sendiri tidak satu suara mengenai isu ini. Semangat menegakkan kemandirian DPD sebagai wakil langsung daerah tidak dijaga. Pamor DPD juga sempat tercoreng ketika Irman Gusman, Ketua DPD (waktu itu), ditangkap KPK pada September 2016 karena menerima uang suap.

Situasi ini menjadikan DPD semakin tidak mampu mengimbangi DPR, sebab sebagian anggotanya adalah anggota partai politik atau punya afiliasi dan kecondongan kepada partai tertentu. Pandangan mereka sebagai anggota DPD sedikit atau banyak akan bias oleh pandangan dan kepentingan partai. Inilah tantangan mendasar DPD di ulang tahunnya yang ke-14. Ke depan, mampukah DPD membenahi diri agar setara dengan saudara ‘kamar kesatu’, DPR? Rasanya tidak mudah sepanjang anggota DPD yang murni pilihan rakyat daerah dan bukan pengurus partai tidak memiliki semangat juang untuk memurnikan institusi DPD sesuai yang diamanahkan undang-undang dan ditegaskan Mahkamah Konstitusi. (Foto: salah satu sidang DPD/tempo.co) *

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler