x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tafsir Negara Kretagama

Pandangan Slamet Moeljana tentang Negara Kretagama

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Tafsir Sejarah Negara Kretagama

Penulis: Slamet Muljana

Tahun Terbit: 2011 (Cetakan V)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: LKIS                                                                                                                

Tebal: xiv + 456

ISBN: 979-25-5254-5

 

Negarakretagama karangan Prapanca adalah sebuah karya sastra untuk tujuan puja. Meski sebuah karya sastra, namun Negarakretagama memiliki banyak fakta sejarah di dalamnya. Itulah sebabnya Negarakretagama menjadi sebuah rujukan penting dalam penulisan sejarah Nusantara. Penulisan sejarah sejak era Erlangga sampai dengan era Majapahit (Raja Hayam Wuruk) banyak menggunakan karya Prapanca ini sebagai sumber utama.

Posisi Negarakretagama sebagai rujukan penulisan sejarah memang sangat penting. Namun beda ahli sejarah, beda cara memperlakukan karya Prapanca ini. Ada ahli sejarah yang mengganggap bahwa Negarakretagama adalah catatan sejarah yang akurat dan oleh sebab itu informasi sejarah yang ada di Negarakretagama dipakai begitu saja. Namun ada juga ahli sejarah yang menganggap bahwa beberapa kisah dalam Pujasastra karya Prapanca ini hanya sebuah kisah karangan penulisnya saja. Contohnya adalah Prof. C. C. Berg yang meragukan tokoh Rajasa Sang Amurwabhumi alias Ken Arok. Berg mengatakan dalam banyak karyanya bahwa tokoh Ken Arok tidak pernah ada. Ken Arok hanyalah rekaan Prapanca saja. Bahkan Berg menganggap Negarakretagama tidak ada artinya bagi penulisan sejarah, sebab Negarakretagama adalah sebuah karya fungsionil yang ditulis atas perintah Raja Rajasanegara (hal 318).

Slamet Muljana memperlakukan Negarakretagama sebagai sebuah sumber penting dalam penulisan sejarah Nusantara era Erlangga hingga Majapahit. Namun Slamet Muljana juga selalu memeriksa kisah yang ada di Negarakretagama dengan sumber lain, seperti Paparaton, Bharatayudha dan karya sastra lainnya. Tidak hanya membandingkan dengan sesama karya sastra, Slamet Muljana juga menggunakan berbagai prasasti untuk menafsirkan apa yang tertulis dalam Negarakretagama.

Slamet Muljana mengakui bahwa Negarakretagama mengandung banyak sekali karya sejarah. Namun, karena karya ini adalah sebuah pujasastra, maka perlu diperiksa secara saksama informasi sejarah yang ada di dalamnya. Sebagai sebuah karya sastra, gaya penulisan yang dipakai oleh Prapanca bukanlah melulu mencatat fakta sejarah. Prapanca menggunakan gaya sastra yang saat itu diterima di kalangan warga Majapahit. Prapanca membalut tokoh-tokohnya sesuai dengan kepercayaan yang diyakini masyarakat saat itu. Slamet Muljana menyatakan bahwa adalah umum karya sastra ditulis dengan memasukkan kepercayaan (Hindu) yang berlaku saat itu (hal. 66). Contoh lainnya adalah Ramayana dan Bharatayudha yang ditulis pada jaman Kediri. Kedua karya sastra ini ditulis dengan menggunakan kepercayaan Hindu Wisnuisme yang saat itu menjadi kepercayaan utama di kalangan warga (hal. 67). Itulah sebabnya dalam membuat tafsir kisah yang ada di Negarakretagama, Slamet Muljana melepaskan balutan sastranya untuk menemukan informasi sejarah. Informasi sejarah tersebut kemudian dicocokkan dengan bukti-bukti lain, terutama prasasti-prasasti.

Dengan metodologi di atas, Slamet Muljana berhasil mereka ulang pemecahan kerajaan Erlangga menjadi dua kerajaan, yaitu Janggala dan Panjalu. Sejarah pemecahan kerajaan Kahuripan ini sangat penting untuk diungkap, karena menjadi latar belakang berdirinya Kerajaan Majapahit. Majapahit tak bisa dilepaskan dari persaingan kedua kerajaan ini. Slamet Muljana juga berhasil menunjukkan kekeliruan Berg yang menganggap bahwa Ken Arok adalah tokoh dongeng belaka. Tokoh Ken Arok sangat terkait dengan Kerajaan Tumapel dan Singasari. Tokoh Ken Arok merupakan tokoh yang dianggap sebagai penurun raja-araj Majapahit. Selanjutnya Slamet Muljana menggambarkan Kerajaan Majapahit dengan segala detailnya.

 

Slamet Muljana menyoroti sumpah yang dilakukan Patih Gajah Mada yang kita kenal sebagai Sumpah Palapa. Menurut Slamet Muljana, sumpah penyatuan Nusantara yang dilakukan oleh Patih Gajahmada saat dilantik menjadi mahapatih amangkubhumi adalah Sumpah Nusantara (hal 143). Sumpah tersebut diucapkan saat Gajah Mada dilantik menjadi mahapatih oleh Tribhuwana Tunggadewi pada tahun 1334. Sedangkan amukti palapa yang disebut dalam Pararaton adalah berarti pengunduran diri Gajah Mada sebagai patih karena dianggap bersalah dalam kasus Perang Bubat (hal. 151).

Buku ini mengungkapkan wilayah Majapahit sejak berdiri sampai dengan saat kejayaannya. Juga memuat sistem kenegaraan, kesusateraan dan tata kehidupan masyarakatnya. Slamet Muljana secara khusus menunjukkan bahwa ada tiga perempuan yang pernah menduduki tahta Majapahit.

Sebagai sebuah negara besar, mengapa Majapahit tidak membangun bangunan-bangunan monumental seperti yang dilakukan oleh Mataram Hindu di Jawa Tengah? Mataram Hindu menghasilkan Borobudur, Prambanan dan candi-candi megah di Jawa Tengah. Sedangkan Majapahit, bahkan sejak jaman Singasari, candi-candi yang dibangun sangat sederhana dan kecil. Slamet Muljana berpendapat bahwa ada perubahan peruntukan candi di era Majalahit. Candi tidak diperuntukkan untuk upacara keagamaan besar, tetapi lebih digunakan sebagai tempat pemakaman raja-raja. Hal ini disebabkan karena perubahan orientasi politik kerajaan. Jika pada masa Mataram di Jawa Tengah politik kerajaan adalah untuk memuliakan agama (Hindu dan Budha), kerajaan-kerajaan yang kemudian di Jawa Timur, termasuk Majapahit lebih mengutamakan cakupan wilayah dan kesejahteraan rakyat (hal. 259).

Siapa sebenarnya Prapanca? Jika Prapanca adalah nama samaran, perlu dicari siapa sesungguhnya dia. Slamet Muljana mengajukan pendapat bahwa Prapanca (yang artinya kesedihan) adalah mantan Dharmmadyaksa Kasogatan yang bernama Dang Acarya Nadendra (293). Pada saat menulis Negarakretagama Dang Acarya Nadendra sudah tidak lagi menjabat sebagai Dharmmasyaksa Kasogatan. Dia menulis Negarakretagama dari sebuah desa sepi jauh dari ibukota Majapahit. Tujuan penulisan Negarakretagama adalah supaya dia diingat kembali oleh Raja. Namun Slamet Muljana masih membuka peluang bagi para ahli sejarah untuk mencari tahu siapa sesungguhnya Prapanca ini. Di halaman 317, Slamet Muljana menyatakan bahwa siapa sesungguhnya Prapanca masih belum diketahui. Dengan diketahuinya Prapanca, maka nilai Negarakretagama sebagai dasar penulisan sejarah era Janggala-Panjalu, Singasari dan Majapahit menjadi lebih jelas.

Slamet Muljana juga memuat gubahan Negarakretagama secara lengkap, termasuk pupuh 95-98 yang dianggap oleh Purbacaraka sebagai pupuh tambahan. Bahkan Purbacaraka menyatakan bahwa pupuh 97 adalah pupuh sulapan belaka. Namun Slamet Muljana memberikan pendapat yang berbeda. Pupuh 95-98 adalah bagian asli karangan Prapanca.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler