x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa

Runtuhnya Kerajaan Majapahit dan peran China Muslim dalam era surutnya Majapahit dan munculnya Kerajaan Islam di Jawa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-lslam di Nusantara

Penulis: Slamet Muljana

Tahun Terbit: 2005

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: LKIS                                                                                                                

Tebal: xxvi + 302

ISBN: 979-8451-16-3

 

Mengapa Majapahit runtuh? Apa peran China Muslim dalam keruntuhan Majapahit? Benarkan China Muslim masuk ke lingkaran kekuasaan Majapahit melalui pernikahan putri-putri China dengan para raja dan pembesar Majapahit? Apa peran para wali yang sebagian (besar) merupakan keturunan China?

Era setelah Raja Hayam Wuruk sampai dengan runtuhnya Majapahit adalah era yang sangat sedikit sumber beritanya. Hampir tidak ada prasasti yang dibuat pada era ini. Kisah yang memuat era ini sangatlah sedikit, diantaranya adalah Serat Kanda dan Babat Tanah Jawi. Kedua kronik ini dijalin dengan dongengan (hal. xvii). Sedangkan berita dari Negarakretagama dan Pararaton sangat terbatas mengungkap masa setelah kejayaan Majapahit. Untunglah ada dokumen-dokumen Klenteng Sam Po Kong yang bisa membantu untuk menuliskan sejarah pasca Hayam Wuruk sampai dengan keruntuhan Majapahit. Itulah sebabnya Slamet Muljana mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada Poortman dan Ir. Parlindungan (hal. xix). Dokumen Sam Po Kong ini sangat membantu dalam merekonstruksi sejarah masa akhir Majapahit. Slamte Muljana juga melengkapi analisisnya dengan berita Tiong Hoa dari Kelenteng Talang dan berita-berita Portugis. Summa Oriental tulisan Tomme Pires dan Da Asia karangan de Barros adalah dua dokumen Portugis yang sangat penting untuk mengungkap masa akhir Majapahit.

Mula-mula Slamet Muljana merekonstruksi urutan raja-raja Majapahit setelah Hayam Wuruk wafat. Urutan raja-raja ini sangat penting, sebab Serat Kanda dan Babat Tanah Jawi tidak memuat secara baik urutan raja-raja dan para patihnya. Slamet Muljana bahkan menganggap bahwa Serat Kanda dan Babat Tanah Jawi bisa diabaikan (hal. 35). Contohnya, Gajah Mada masih hidup di saat-saat akhir Majapahit. Demikian pula Arya Damar dinyatakan bersama-sama dengan Gajah Mada menyerang Bali. Rekonstruksi raja-raja Majapahit bisa membantu untuk menapis kedua kronik yang dibalut dongeng tersebut.

Ada tiga belas raja Majapahit sebelum akhirnya Majapahit menjadi bawahan Demak. Mulai dari Kertarajasa Jayawardhana sampai dengan Kertabhumi. Dari ketigabelas raja itu, keluarga Raden Wijaya hanya memerintah sampai dengan jaman Ratu Suhita. Selanjutnya berbagai keluarga silih berganti memerintah Majapahit. Pada saat Kertabhumi menjadi raja, Majapahit ditaklukkan oleh Panembahan Jin Bun alias Raden Patah dari Demak. Raden Patah adalah anak dari Kertabhumi hasil perkawinannya dengan putri China yang dibuang ke Palembang (hal 32-33). Yang menarik, menurut berita dari dokumen Sam Po Kong, setelah menjadi bawahan Demak, Majapahit pernah diperintah oleh seorang raja keturunan China bernama Njoo Lay Wa (1478 – 1486), sebelum akhirnya diganti oleh Girindrawardhana.

Baik Serat Kanda maupun Babat Tanah Jawi, keduanya memuat berita tentang hubungan Majapahit dengan Kerajaan Champa. Istri dari Raja Majapahit yang bernama Putri Dwarawati adalah Putri Champa. Hubungan Majapahit dengan Champa ini menyebabkan banyaknya orang-orang Champa yang datang ke Majapahit. Kedatangan mereka ini sekaligus membawa dan menyebarkan agama Islam. Itulah sebabnya Jin Bun, anak dari Kertabhumi menjadi Islam.

Jin Bun dan Kusen belajar Islam dari Bong Swie Ho (Sunan Ampel), seorang China Islam asal Champa yang menjadi kepercayaan Arya Damar (Swan Liong) dan kemudian menjadi menantu Gan Eng Chu, kepala pelabuhan Tuban, yang juga seorang China Islam. Sedangkan Sunan Kalijaga, atau dikenal sebagai Raden Said adalah Gan Si Cang putra Gan Eng Chu. Sebagai seorang Kapten China di Semarang, Gan Si Cang  membantu menyelesaikan pembangunan Masjid Demak. Pengetahuannya tentang konstruksi kapal membuat Gan Si Cang menciptakan saka tatal, disain tiang kapal yang sangat kuat menaham terpaan badai, sebagai tiang di Masjid Demak.

Jin Bun tidak suka dengan Girindrawardhana yang melakukan hubungan dagang dengan Portugis di Malaka. Maka Jin Bun menyerang Girindrawardhana. Serangan ini mengakibatkan kekalahan di pihak Girindrawardhana. Namun Jin Bun masih memberi ampun kepada Girindrawardhana dan tetap membolehkannya menjadi Bupati Majapahit. Saat Raden Patah wafat dan digantikan oleh anaknya, Adipati Unus (Yat Sun). Namun Adipati Unus hanya memerintah 3 tahun dan digantikan oleh adiknya yang bernama Trenggono. Trenggono menghukum Girindrawardhana karena masih tetap menjalin hubungan perdagangan dengan Malaka yang dikuasai Portugis. Kali ini Toh A Bo, panglima perang Demak tidak memberi ampun kepada Raja Girindrawardhana. Majapahit pun runtuh pada tahun 1527 (ha. 109). Toh A Bo adalah putra Trenggono yang kemudian mendirikan Kesultanan Cirebon dan bernama Sunan Gunung Jati.

Sayangnya, karena pertikaian keturunan Jin Bun, Demak hanya bertahan tiga generasi. Sebab saat anak Trenggono yang bernama Muk Ming (Bagus Mukmin) mengambil alih tahta Demak, dia diserang oleh Arya Penangsang putra Raden Kinkin, cucu Jin Bun. Kinkin adalah putra Jin Bun dari seorang selir. Arya Penangsang yang telah berhasil membunuh Muk Ming gagal mengambil alih tahta Demak karena dibunuh oleh Jaka Tingkir, seorang pemuda dari Pajang.

Buku ini juga menguraikan sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Mula-mula kerajaan Islam berdiri di Perlak (abad 12). Islam di Perlak beraliran Syi’ah. Kerajaan Islam lain di Sumatra kerajaan Pasai yang didirikan oleh Dinasti Fathimiah dari Mesir yang beraliran Safi’i. Namun kemudian kerajaan Pasai direbut oleh Laksamana Johan Jani peranakan India-Persia. Karena terputus dengan pusat dinasti Fathami di Mesir, maka Perlak menjadi kerajaan dengan aliran Islam Syi’ah. Dinasti baru dari Mesir (Mamaluk) yang berlairan Syafi’I kembali ke Pasai dan menobatkan Marah Silu menjadi sultan di Kesultanan Samudra. Kesultanan Pasai dan Kesultanan Samudra akhirnya bersatu akibat dari perkawinan dan menjadi Kesultanan Samudra Pasai. Satu lagi kerajaan Islam di Sumatra bagian utara adalah Kesultanan Aru Barumun, yang beraliran Syi’ah. Kerajaan-kerajaan Islam di atas berdiri pada abad 12-13.

Malaka baru menjadi Islam pada abad 15, tepatnya pada tahun 1414 saat Parameswara memeluk Islam dan bergelar Megat Iskandar Syah (hal. 147). Islam di Malaka adalah Islam aliran Syafi’i.

Aliran Syi’ah dan aliran Syafi’I saling berebut pengaruh di Sumatra. Termasuk masuknya aliran Syi’ah ke Minangkabau. Aliran Hanbali yang sudah diwarnai gerakan Wahabi baru datang kemudian di Sumatra Barat. Gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau dipelopori oleh Haji Piobang, Haji SUmanik dan Haji Miskin (hal. 161)

Sementara perkembangan Islam di Sumatra didominasi oleh aliran Syi’ah dan Syafi’I, Jawa mengenal Islam dari China yang beraliran Hanafi. Para pedagang China yang datang ke Jawa kebanyakan beragama Islam aliran Hanafiah. Itulah sebabnya Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam beraliran Hanafi (hal 173).

Di awal abad 15, di saat Islam mulai berkembang di Jawa, Majapahit justru dilanda perang saudara. Perang Paregreg, yaitu perang akibat pembagian Majapahit menjadi dua kerajaan. Kerajaan di barat dipimpin oleh Wikramawardhana, suami Kusumawardhani (putri Hayam Wuruk dari permaesuri) dan sebelah timur dipimpin oleh Wirabhumi (putra Hayam Wuruk dari selir). Perang ini mengakibatkan kemerosotan ekonomi Majapahit dan hilangnya kontrol Majapahit terhadap wilayah-wilayahnya di berbagai tempat. Sejak wafatnya Raja Hayam Wuruk, selama 64 tahun (1389 – 1453) Majapahit dilanda perang saudara terus menerus. Akibatnya, meski Majapahit masih berdiri, sebenarnya sudah keropos dari dalam (hal 180). Di saat rakyat menderita akibat perang, para raja Majapahit ini tetap hidup dalam kemewahan.

Slamet Mujana berargumen bahwa pernikahan raja-raja Majapahit dengan putri China adalah salah satu sebab runtuhnya Majapahit (182). Sejak Wikramawardhana menikahi putri China dan diikuti oleh para raja berikutnya, membuat para pedagang China Islam memiliki kekuatan politik di Majapahit. Saat Islam berjaya membangun pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa, mereka telah berhasil memiliki kekuasaan politik yang didapat dari Majapahit akibat dari pernikahan raja-rajanya dengan para putri China. Berkembangnya masyarakat China Islam dan kemudian Islam Jawa di pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa ini menimbulkan ketegangan dengan masyarakat Hindu-Jawa (hal 187). Orang Tionghoa ingin meruntuhkan semangat dagang orang Majapahit. Mereka bermaksud merobohkan negara nasional Hindu-Jawa, dan kemudian didirikan negara Islam di bawah pimpinan orang Tionghoa Asing/masyarakat Islam Tionghoa. Penyebaran Agama Islam di antara orang Jawa di wilayah Majapahit mengandung maksud untuk mencari tambahan pengikut dan memperkuat barisan demi pembentukan negara Islam (hal. 188).

Sedangkan keruntuhan Demak, Slamet Muljana berasumsi karena pertikaian keluarga kesultanan dan akibat dari menguatnya aliran Syi’ah (Pajang) di Jawa (bab 8).

Buku Slamet Muljana ini sungguh menarik. Slamet Mujana menempatkan peran orang Tionghoa Islam sebagai aktor utama runtuhnya Majapahit. Sumber utama dari gagasannya adalah Babat Tanah Jawi, Serat Kanda dan dokumen-dokumen Kelenteng Sam Po Kong. Argumen beliau ini perlu diperiksa lebih lanjut. Sebab, seperti Asvi Warman Adam di pengantar mengatakan bahwa Slamet Muljana hanya menggunakan buku M.O Parlindungan tanpa memeriksa sumber-sumber dokumen yang berasal dari Kelenteng Sam Po Kong (hal. xi). Pemeriksaan seksama juga perlu dilakukan terhadap tokoh Arya Damar dan Sunan Gunung Jati. Jika di depan Slamet Muljana menyampaikan bahwa Gajahmada sudah amukti palapa (pensiun) setelah perang Bubad, di bagian akhir Gajahmada dianggap khilaf karena mengijinkan Wikramawardhana menikahi putri China yang melahirkan Aria Damar. Demikian pula dengan tokoh Sunan Gunung Jati. Slamet Mujana berargumen bahwa Sultan Cirebon pertema ini adalah anak dari Sultan Trenggono bernama Toh A Bo, sementara Henri Chambert-Loir dalam bukunya Naik Haji Di Masa Silam (jilid I; hal. 158) menyampaikan bahwa Sunan Gunung Jati adalah anak seorang saudagar Persia beribu Yahudi dan lahir di Aceh.

Aliran Islam di Pajang dalam buku ini disebutkan sebagai aliran Syi’ah. Banyak buku yang menyebutkan bahwa timbulnya Pajang setelah Demak runtuh adalah karena pertentangan dua aliran Agama Islam. Namun saya tidak pernah menemukan bahwa Pajang menganut aliran Syi’ah. Aliran Islam Pajang memang berbeda dari Islam Demak. Sebab aliran yang ada di Pajang adalah Islam ajaran Syeh Siti Jenar. Islam Jawa. Islam yang bersinkretis dengan ajaran Manunggaling Kawula Gusti yang sudah ada di Jawa sebelum Islam datang.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler