x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menuju Puncak Kejayaan Majapahit

Sejarah Majapahit dan Cakrawala Mandala sebagai cikal-bakal Nusantara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan Majapahit)

Penulis: Slamet Muljana

Tahun Terbit: 2012 (Cetakan VI)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: LKIS                                                                                                                

Tebal: x + 276

ISBN: 979-8451-35-x

Slamet Muljana menggunakan Negarakretagama sebagai acuan utama dalam membangun sejarah kejayaan Majapahit. Namun demikian Slamet Muljana juga menggunakan sumber-sumber lain, seperti Pararaton, Kidung Panji Wijaya Krama, Kidung Harsa Wijaya, Kidung Sorandaka dan Kidung Rangga Lawe. Slamet Muljana juga menggunakan sumber-sumber prasasti/piagam, khususnya piagam Kudadu. Itulah sebabnya di tiga bab awal buku ini dibahas dalam sebuah bab khusus tentang Negarakretagama dan penulisnya Prapanca. Pembahasan ini membuat posisi Negarakretagama sebagai sumber sejarah menjadi lebih jelas. Sebagai sebuah pujasastra Negarakretagama tidak memuat hal-hal yang memperlemah posisi raja-raja Majapahit dan kerajaan Majapahit itu sendiri (hal. 49).

Negarakretagama adalah sebuah sumber sejarah yang paling lengkap menggambarkan wilayah Majapahit saat jayanya. Untuk memperkuat klaim atas wilayah Majapahit, Slamet Muljana menggunakan cerita-cerita rakyat setempat. Ternyata di banyak empat yang disebutkan oleh Prapanca dalam Negarakretagama terdapat cerita atau nama-nama tempat yang bisa menjadi bukti bahwa Majapahit pernah hadir di sana.

Slamet Muljana menggunakan metode penghilangan sastra pada dokumen Negarakretagama dan kidung-kudung. Selanjutnya Slamet Muljana membandingkan berbaga informasi sejarah yang ada di berbagai sumber tadi. Demikianlah Salmet Muljana menyusun sejarah kejayaan Majapahit yang disampaikan dalam buku ini. Sebagai sebuah pujasastra, Negarakretagama jelas ditulis untuk memuji raja-raja Majapahit. Demikian pula kidung-kidung yang ditulis dengan sastra yang berbalut dengan kepercayaan masyarakat saat itu (Hindu). Slamet Muljana berasumsi bahwa fakta-fakta sejarah dibalut dengan pujasastra dan kepercayaan yang ada pada saat itu. Itulah sebabnya informasi yang ada pada naskah kidung tersebut harus dikeluarkan dulu dari pujasastra dan balutan kepercayaan yang menempel kepadanya.

Kerajaan Majapahit yang gilang-gemilang tidak muncul begitu saja. Sejarah kegemilangan Majapahit tak lepas dari kerajaan-kerajaan sebelumnya, khususnya Singasari. Adalah Raja Kertanegaralah yang mempunyai visi “Cakrawala Mandala” berupaya menyatukan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Raja Kertanegara cukup berhasil menyatukan Nusantara termasuk kerajaan di Selat Malaka dan Bali. Selamt Malaka begitu penting dalam perdagangan global saat itu. Bahkan Kertanegara berani membendung ekspansi Mongolia ke Asia Tenggara. Visi memperluas wilayah kerajaan ini berakibat fatal bagi Singasari. Dendam antara keturunan Tunggul Ametung dan keturunan Ken Arok, yang sama-sama lahir dari Rahim Ken Dedes menjadi perintang dalam upaya menyatukan kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara oleh Kertanegara. Saat Singasari kosong, karena ditinggal tentaranya ke Selat Malaka (misi Pamalayu), Raja Jayakatwang melakukan pemberontakan. Pada saat yang sama Singasari juga menghadapi ancaman dari armada Mongol yang segera akan datang.

Visi Cakrawala Mandala Raja Kertanegara ini adalah Gerakan Nusantara pertama. Sedangkan apa yang dilakukan oleh Patih Gajahmada bersama Raja Tribhuwana Tunggadewi dan dilanjutkan di era Raja Hayamwuruk adalah Gerakan Nusantara kedua (hal. 248).  Gerakan penyatuan Nusantara I yang dijalankan oleh Kertanegara utamanya menggunakan pendekatan damai, yaitu mengawinkan putri Majapahit dengan para raja/sanak raja yang ada di Nusantara (hal. 156). Kekerasan baru dilakukan apabila upaya damai ini ditolak. Sedangkan di era Gajahmada penaklukan lebih banyak dilakukan dengan pedang.

Gerakan Nusantara II ini bisa berhasil setelah Gajah Mada berhasil melakukan konsolidasi di lingkungan keratin Majapahit. Para era Kertarajasa dan Jayanegara, Majapahit muda mengalami banyak pemberontakan. Para tokoh yang dulunya bahu membahu melawan Jayakatwang dan tentara Tartar (Mongol), satu per satu memberontak. Dimulai dengan pemberontakan Rangga Lawe, Lembu Sora, Nambi, Kuti sampai dengan Tanca. Salah satu alasan pemberontakan ini adalah karena politik adu domba yang dilakukan oleh tokoh yang bernama Mahamati. (Slamet Muljana) mengajukan argument bahwa tokoh ini bukanlah tokoh dongeng, seperti diduga oleh beberapa ahli. Tokoh ini juga bukan Patih Nambi, karena Nambi sendiri menjadi korban politik adu domba ini. Slamet Muljana lebih memilih Patih Halayudha yang menjabat sebagai patih menggantikan Nambi.)

Konsolidasi ke dalam membuat kekuatan Majapahit bisa dipakai oleh Gajah Mada untuk melaksanakan Sumpah Nusantaranya, yatu menyatukan kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Setidaknya (menurut Negarakretagama) wilayah Majamahit membentang dari Semenanjung Melayu sampai Pulau Seram. Kehadiran Majapahit di wilayah-wilayah yang disebut dalam Negarakretagama dibuktikan dengan bukti lokal berupa cerita rakyat, kisah-kisah dan nama-nama tempat.

Namun Gajah Mada tersandung ambisinya sendiri untuk menyatukan Nusantara. Saat berupaya menundukkan Pasundan, Gajah Mada dianggap melakukan kesalahan. Yaitu menimbulkan perang Bubat yang berakibat pada tewasnya Dyah Pitaloka yang akan dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akibat dari gagalnya pernikahan ini membuat Hayam Wuruk menjadi sedih dan akhirnya meninggal. Akibatnya Gajah Mada diberhentikan sebagai Mahapatih Amangkubhumi dan amukti palapa.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler