x

Iklan

TD Tempino

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Peristiwa Ratna Sarumpaet Bukan Akhir Hoax Di Negeri Ini

Undang Undang ITE yang sudah diterbitkan dalam rangka mengatur segala sesuatu terkait dunia maya, alangkah baiknya apabila ada tuntunan Agama yang menyerta

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berita Hoax semakin menjadi jadi akhir akhir ini. Apalagi setelah peristiwa Ibu Ratna Sarumpaet (RS).  Apakah kasus pembohongan publik  ini merupakan puncak dari hingar bingar hoax ? Jawabannya bisa iya bisa tidak.  Namun paling tidak RS secara jujur mengatakan dirinya sebagai pencipta hoax terbaik. Diperkirakan Hoax akan terus bersileweran di media sosial seiring dengan agenda politik nasional Pemilihan Presiden 2019.

Tak elok juga menyalahkan kemajuan teknologi informasi yang berujung kehadiran si setan gepeng bernama telepon seluler.  Seperti juga senjata api yang bisa membunuh ketika dipemegang besi bengkok itu oknum manusia berprofesi penjahat. Itulah sebabnya da istilah the man behind the gun, kebermanfaat makluk apalah dia berbentuk pomsel atau pedang semua bergantung kepada sang pendaulat pemilik alat modern tesebut.

Bisa jadi si setan gepeng berubah nama menjadi malaikat penyelamat ketika  ponsel digunakan hanya untuk  menyampaikan nasehat nasehat kebaikan.  Itulah perilaku anak manusia, kehadiran  ponsel tampaknya berhasil mengubah pola silaturahim tatap muka menjadi tatap maya. Oleh karena itu ada baiknya ponsel dikembalikan fungsi aslinya yaitu sekedar bertukar kabar saja . Hindarkan diri ketika berponsel ria melakukan perilaku buruk seperti menyebar berita bohong atau ujaran kebencian apalagi menjadi producer hoax.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apakah ada panduan berkomunikasi menggunakan ponsel dalam koridor syariah. Seperti juga Bank Syariah, Hotel Syariah, Restoran Syariah dan banyak lagi bidang usaha yang mulai mengarah kepada pola berniaga Islami.  Kenapa tidak sebagai pengguna ponsel  ketika menulis dan mengirim atau menerima berita  dilakukan secara syariah pula. Menulis mengikuti pedoman syariah lebih tepat diistilahkan menjadi Fikih Jurnalist.

Salah satu buku yang membahas tentang Fikih Jurnalistik di tulis oleh Khairul Anam. Sambil mencari buku tersebut saya mencoba untuk memahami Flow Chart seperti yang ditayangkan di tulisan ini yang merupakan bagian dari isi buku tersebut. Flow chart ini menjelaskan bagaimana sikap seorang muslim ketika menerima berita. Kontent ini hanya sebagian kecil saja dari kegiatan jurnalistik, karena pada bagian menyampaikan berita, ada kaedah kaedah lain yang akan dibahas pada kesempatan lain.

Berdasarkan urutan logika pada flow chart dijelaskan bahwa ketika menerima berita maka ada filter filter yang harus dikerjakan sebelum menyebarkan berita. Tahapan awal setelah menerima berita kita wajib check apakah berita itu benar. Berdasarkan Hadist Riwayat Al Hakim dikatakan bahwa barang siapa tergesa gesa dia akan salah. Berita yang diterima ada baiknya di check kebenarannya melalui search di media atau ditanyakan kepada sobat yang lebih paham tentang sumber berita tersebut. Malahan dari Hadist Riwayat Muslim di tegaskan “cukup seseorang dinilai berbohong dengan mengatakan setiap yang ia dengar”.

Nah ketika berita yang diterima setelah dicheck tidak benar atau belum pasti benar maka perlakuan syariah menegaskan bahwa berita jangan disebarkan. Dengan demikian “barangsiapa diam akan selamat”sesuai dengan hadist Riwayat Tirmidzi. Inilah filter pertama, sebaliknya apabila berita itu benar maka bisa dilanjutkan dengan filter kedua melalui pertanyaan “apakah berita itu bermanfaat.

Bagaimana tata-cara melakukan filter azas manfaat, tentu saja berpulang ke diri orang per-orang karena perbedaan makna kebermanfaatan ini sangat subjektif. Paling tidak walaupun berita itu benar apakah ketika disebarkan dia memberikan kemaslahatan bagi umat. Bisa jadi berita benar itu baik bagi seseorang namun tidak menyenangkan bagi orang lain. Jadi azas manfaat akan lebih tepat bila digunakan filter kemaslahatan umat. Ketika tidak seiring dan sejalan dengan kemaslahatan maka berita tidak perlu di sebarkan .

Proses terakhir berita yang diterima baru bisa di share setelah ada manfaat bagi semua orang. Inilah rasa aman dan nyaman bagi semua khususnya bagi kita yang berhasil menyaring berita melalui proses filter tersebut. Fikih Jurnalistik yang disampaikan ini tentu harus disempurnakan lagi oleh para ahli, namun paling tidak dengan adnya  diagram sederhana tersebut sudah cukup membantu kita agarbtidak terjatuh pada sikap perilaku ghibah. Menyebarkan berita yang belum tentu benar akan berakibat buruk pada diri sendiri.

Semoga tulisan ini mampu sedikit membantu terutama bagi sobat yang berkeinginan menulis dengan aman sekalian sebagai ladang pahala ketika berbagi kebaikan. Perasaan tenang dan nyaman akan dirasakan setelah setiap berita yang kemudian diolah menjadi tulisan telah mengikuti Fikih Jurnalist. Kemudian dari pada itu sebagai penutup disampaikan satu Hadist Riwayat Bukhari Muslim : “ barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, katakanlah kebaikan atau diamlah”. Fikih Jurnalist tentu akan terus berkembang sesuai tuntutan zaman dan kemajuan teknologi informasi.

Menulis di dunia maya memerlukan kesungguhan. Ada banyak manfaat yang bisa diraih disini asalkan niat awal bergabung semata untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi sembari menggalang pertemanan. Tentu saja informasi yang disebarkan adalah berita yang benar dan bermanfaat untuk sesama dalam rangka saling memberikan semangat pada suasana kebaikan. Dengan demikian diharapkan penulis akan mendapatkan kebahagiaan sejalan dengan hobby berbagi melalui kegiatan menulis.

Oleh karena itu selain Undang Undang ITE yang sudah diterbitkan dalam rangka mengatur segala sesuatu terkait dunia maya, alangkah baiknya apabila ada tuntunan Agama yang menyertai hukum dunia tersebut. Tuntunan Agama Islam pada dasarnya meliputi urutan kaedah yang dimulai dari Syariat, Tarekat, Ma’rifat dan di akhiri dengan pemahaman Hakekat. Pada tataran Syariat yang kemudian lebih dikenal dengan Figh maka sudah banyak referensi yang ditulis para Ahli terkait Fikih Jurnalistik.

Point yang ingin disampaikan disini adalah bahwa sejatinya  perseteruan di dunia maya bersebab para penggiat internet lupa akan kaedah kaedah fikih jurnalistik. Bisa jadi perseteruan antar netizen  menjadi semakin tidak terkendali  sampai terjadi kekisruhan seperti kasus RS. Sesungguhnya  perbedaan pendapat syah syah saja, namun mencari kesamaan itulah yang terkadang menemui jalan buntu. Tentu saja ada konsekuensi bersilancar di dunia maya yaitu resiko mendapat  keceriaan atau malah berubah menjadi malapetaka jeruji besi seperi dialami RS.

Salamsalaman

TD

 

 

 

Ikuti tulisan menarik TD Tempino lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler