x

Iklan

Anggito Abimanyu

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Drama Harga BBM

Kenaikan impor BBM juga akan berimbas pada kenaikan subsidi BBM di APBN.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Drama Harga BBM

Oleh: Anggito Abimanyu

Dosen UGM, Yogyakarta

 

Di tengah gelaran pertemuan tahunan IMF dan Wolrd Bank di Bali, pada 10 Oktober lalu, pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM menyajikan sebuah drama ekonomi yakni menyampaikan “wacana” kenaikan dan kemudian membatalkan kenaikan harga premium bersubsidi hanya dalam hitungan jam. Sementara BBM yang tak bersubsidi seperti pertalite dan pertamax tetap dinaikkan. Kenaikan premium yang direncanakan sebesar 7 persen tersebut disebabkan karena kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi nilai rupiah. Menurut Ignasius Jonan, Menteri ESDM, kenaikan basket harga minyak Indonesia (ICP) sudah mencapai 25 persen, jadi kenaikan premium 7 persen harus ada pengertian masyarakat, demikian tegasnya (Detik, 10 Oktober 2018).

Pelaku pasar keuangan menyambut sangat positif pengumuman kenaikan tersebut sebagai tindakan yang benar dan berani untuk mengatasi masalah rupiah, defisit APBN dan defisit neraca transaksi berjalan. Bayangkan satu kebijakan akan dapat mengatasi atau setidaknya mengurangi tekanan pada pelemahan rupiah, defisit APBN dan neraca transaksi berjalan. Tetapi kemudian pelaku pasar dibuat bingung, Pemerintah memilih untuk membatalkannya dengan alasan Pertamina tidak siap. Sungguh suatu alasan yang sulit dipercaya, dan apalagi dengan dalih sesuai arahan Bapak Presiden.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengumuman pembatalan kenaikan harga premium berakibat buruk bagi pemerintah. Pertama, kesan pemerintah ragu dan maju mundur, dan kedua, juga terkesan tidak ada koordinasi di tingkat menteri.

Bank Indonesia dan Menteri Keuangan sudah menyatakan bahwa melemahnya rupiah dewasa ini terkait dengan faktor luar negeri dan dalam negeri, yakni defisit transaksi berjalan, khususnya di sektor migas. Kenaikan ekspor migas mentah tidak dapat menutupi kenaikan impor BBM. Kenaikan impor BBM juga akan berimbas pada kenaikan subsidi BBM di APBN.

***

Subsidi BBM memang selalu menjadi momok bagi perekonomian Indonesia sejak orde baru hingga sekarang. Terakhir, kenaikan harga BBM subsidi tahun 2005 dan 2008 adalah contoh bahwa dengan ketidakpastian kebijakan pemerintah, pil pahit harus diambil. Pada tahun tersebut pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pengalihan konsumsi minyak tanah subsidi ke elpiji tanpa subsidi. Perekonomian Indonesia selamat dari krisis di tahun tersebut meskipun membutuhkan beberapa tahun untuk pemulihan inflasi tinggi.

Sejak tahun 2015 Pemerintah diuntungkan dengan adanya penurunan harga minyak dunia. Pemerintah telah berhasil menggeser alokasi subsidi BBM ke belanja infrastruktur dan menambah permodalan pada BUMN infrastruktur. Pemerintah bahkan juga menurunkan harga BBM subsidi dan praktis hampir menghilangkan subsidi dari APBN. Peringkat utang Indonesia semakin meningkat karena kesehatan fiskal dan kecukupan cadangan devisa khususnya dari Migas. BUMN mampu menggarap berbagai proyek infrastruktur dari dana penghematan APBN dan pembiayaan perbankan yang relatif murah.

Sejak tahun 2017 situasinya berbalik harga minyak dunia naik, nilai tukar rupiah melemah, akibatnya harga keekonomian BBM Premium naik. Saat ini harga keekonomian Premium mencapai Rp. 10.000, jauh diatas harga Premium subsidi di SPBU yakni Rp. 6.500 atau subsidinya sebesar Rp. 3.500 per liter. Tahun 2018 ini APBN bisa jadi harus mengalokasikan  subsidi BBM dari Premium sebesar Rp. 3.500 per liter x volume premium subsidi 11,8 juta liter atau sebesar Rp. 41,3 triliun. Belum lagi tambahan subsidi solar terhadap konsumsi 16,3 juta kilo liter. Beban APBN atau Pertamina akan semakin berat.

Subsidi sebesar itu bisa saja tidak dibebankan di APBN tetapi akan menjadi beban bagi Pertamina. Pertamina akan membukukan kerugian dari operasi penyediaan premium subsidi dan akan mempengaruhi laba Pertamina tahun berjalan. Pengaruhnya pada APBN adalah pada penerimaan pajak dan dividen laba Pertamina  di tahun depan. Sama juga dengan pengaruhya pada PLN, jika tidak ada tambahan subsidi, maka beban subsidi tersebut akan beralih kepada penurunan laba atau tambahan rugi PLN.

Kenaikan harga premium akan menyelamatkan (sebagian) masalah ekonomi makro Indonesia, yakni defisit APBN dan defisit Transaksi Berjalan. Rupiah juga akan tetap dipercaya apabila pemerintah mengambil langkah tersebut. Inflasi memang akan terjadi, tetapi pemerintah dan Bank Indonesia sudah terbiasa dengan langkah-langkah mitigasinya.

Inflasi bisa diredam apabila kenaikan harga Premium dilakukan secara gradual. Pemerintah kehilangan momentum kenaikan gradual tersebut sejak pertengahan tahun 2017 dengan semestinya menyesuaiakan harga premium sesuai dengan tingkat keekonomiannya.

Langkah memperkenalkan pertalite sebagai BBM kualitas premium plus sebenarnya sangat bagus. Pertalite bisa terus ditambah dan secara gradual menggantikan konsumsi premium bersubsidi. Artinya BBM bersubsidi yang membebani negara akan digantikan oleh BBM tidak bersubsidi secara gradual. Premium di SPBU melalui dijual terbatas dan diganti dengan pertalite, dimulai dari mobil-mobil pribadi dan berlanjut ke kendaraan bermotor.

Dengan ketidakpastian kenaikan harga minyak dunia dan perlemahan rupiah diperkirakan akan terus berlanjut sebagai konsekuensi dari new normal ekonomi global dan perang dagang AS dan China. Masalah perebutan jalur distribusi gas dari Qatar oleh AS dan Rusia ke pasar Eropa menambah ketegangan Timur Tengah berimbas pada kenaikan harga minyak dunia.

Jika Indonesia tidak melakukan kebijakan BBM yang pasti dan konsisten maka masalah kestabilan ekonomi makro akan terus menjadi gangguan bagi pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dalam jangka panjang. Inilah harga dari sebuah drama harga BBM.

Ikuti tulisan menarik Anggito Abimanyu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB