x

Iklan

Amran

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Korupsi Merajalela, Siapa Kawan, Siapa Lawan Jokowi?

Partai pengusung Jokowi terlilit kasus korupsi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Korupsi adalah salah satu indikator yang membuat pemilih enggan memilih pasangan tertentu dalam Pemilukada, Pileg, maupun Pilpres. Salah satu dari sekian banyak indikator inilah yang membuat PDIP sebagai petahana di 2004 tumbang dalam pemilihan Presiden. Pernyataan Kwik Kian Gie tentang PDIP sarang koruptor menjadi salah satu jalan terjal bagi PDIP saat itu.

Saat itu Kwik mendengungkan pembersihan PDIP. Mantan  Kepala Bapenas ini mensinyilir Gang of Three yang salah satunya Pramono Anung harus disingkirkan dari PDIP. Pramono Anung dalam berita terbaru diduga terlibat kasus korupsi KTP-El bersama sejumlah nama petinggi PDIP lainnya seperti Puan Maharani (Menteri PMK era Jokowi), Yasona Laoly (Menkumham era Jokowi), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah).

Kini, petahana yang disebut Megawati sebagai petugas partai (Jokowi) juga tersandera dengan hal yang sama. Individu dan parpol pengusung yang diduga terlibat beberapa kasus korupsi dapat membuat elektabilitas Jokowi jeblok. Tidak ada yang tidak mungkin, jika Jokowi harus mengalami hal yang sama seperti yang dialami Megawati di Pilpres 2004.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bisa dikatakan, PDIP tidak pernah absen dari pemberitaan dimana kader-kadernya di cokok KPK dalam operasi tangkap tangan. Ironisnya, korupsi seakan menjadi budaya yang sangat mengakar di tubuh PDIP. Contohnya, ketika Ketua DPRD Malang Arif Wicaksono diduga terlibat korupsi berjamaah, maka digantikan oleh Abdul Hakim yang belakangan juga dicokok oleh KPK.

Golkar sebagai partai pengusung Jokowi lainnya juga tidak ada bedanya. Bahkan Setya Novanto yang notabene saat itu sebagai Ketua Umum Golkar harus meringkuh dalam tahanan KPK. Belum habis disana, penangkapan Eni Saragih dalam kasus korupsi PLTU Riau I menyeret nama petinggi partai belambang beringin ini. Korban pertamanya adalah Mensos era Jokowi, Idrus Marham.

Cerita korupsi PLTU Riau I ini bak cerita bersambung. Setelah Idrus Marham diciduk, nama-nama besar elite Golkar lainnya menyeruak. Diduga aliran dana korupsi PLTU Riau I mengalir pada Munaslub Golkar yang saat itu memenangkan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar menggantikan Setya Novanto.

Partai Nasional Demokrat (NasDem) sebagai partai pengusung Jokowi yang mengusung gerakan perubahan, juga terjebak dengan perilaku koruptif. Bahkan yang lebih ironinya dari partai yang mempunyai spirit perubahan ini adalah pembajakan kader-kader partai lain yang “bermasalah” secara hukum untuk bergabung dengan NasDem. Partai yang diasuh Surya Paloh ini seakan menjadi penadah politisi-politisi bermasalah.

Dalam berpolitik, kita harus jeli melihat mana kawan dan mana lawan. Salah dalam menilai, bisa-bisa kita tersandera dan mengalami kekalahan. Dalam konteks korupsi, Jokowi saat ini telah kalah telak dari rivalnya karena ulah “teman” koalisinya sendiri.

Agaknya, pilihan Jokowi menjadi seorang demokrat adalah jalan tengah. Ia harus mampu melihat dan mendengar realitas yang terjadi di tubuh koalisinya. Jokowi sebagai kepala negara harus tegas dalam penindakan korupsi tanpa pandang teman ataupun lawan. Karena saat ini, lawan terberat Jokowi adalah "teman-teman" koalisinya sendiri.

Ikuti tulisan menarik Amran lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler