x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bumi yang Subur

Kisah kemiskinan dan perjuangan petani di China untuk mencapai sukses.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Bumi yang Subur

Judul Asli: The Good Earth

Penulis: Pearl S. Buck

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penterjemah: Irina M. Susetyo

Tahun Terbit: 2008 (Cetakan kelima)

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama                                                                        

Tebal: 507

ISBN: 978-979-22-4105-1

 

Novel ini berkisah tentang seorang petani bernama Wang. Seorang petani yang miskin tetapi tekun. Wang berhasil mengubah nasipnya dari seorang miskin menjadi petani kaya, bahkan menjadi tuan tanah. Wang adalah seorang pekerja yang sangat tekun. Ia juga sangat hemat dalam hidupnya. Uang yang dikumpulkan dibelikannya tanah di desanya – tanah-tanah milik Tuan Tanah Whang dan tanah-tanah petani lain. Namun saat ia menjadi kaya, persoalan-persoalan keluarga mulai muncul. Konflik dengan paman dan keluarga pamannya serta konflik dengan anak-anaknya mewarnai masa tua Wang. Namun cintanya kepada tanah membuat ia bisa menjalani hidupnya dengan penuh semangat. Cinta Wang kepada tanah mengalahkan cintanya kepada apapun, termasuk kepada para dewa.

Wang adalah petani muda yang sangat miskin. Ia tinggal bersama ayahnya yang sudah tua. Ia merawat sendiri ayahnya. Suatu hari Wang mendapat kesempatan untuk mendapatkan istri. Ia mempersiapkan dengan baik untuk menjemput istri yang belum pernah ditemuinya. Ia hanya berharap bahwa istrinya adalah seorang perempuan normal. Meski tidak cantik tetapi anggota badannya lengkap dan tidak ada yang cacat.

Sebagai seorang petani miskin, ia harus sangat hormat ketika memasuki rumah Tuan Tanah Whang saat menjemput calon istrinya. Calon istrinya adalah budak di rumah keluarga Whang. Begitu bertemu calon istrinya, Wang langsung pulang ke rumahnya dan membuat pesta kecil bersama tetangga-tetangganya. Sejak itu Wang hidup dengan istrinya. Perempuan itu bernama O Lan.

Ternyata O Lan seorang perempuan hebat. Meski O Lan adalah seorang budak dan tidak cantik, tapi ia adalah perempuan normal yang cerdas dan prigel (serba bisa: Jawa). O Lan adalah perempuan sempurna sebagai istri. Ia pekerja keras, tidak manja dan bisa memberikan anak laki-laki. O Lan melayani suaminya dengan baik. Ia pintar memasak dan menyiapkan pakaian. Ia juga adalah seorang menantu yang baik. Ia disukai oleh ayah Wang yang sudah tua. O Lan dengan telaten mengurus mertuanya.

O Lan memberikan anak laki-laki pertama kepada Wang. Ia melahirkan 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.O Lan selalu melahirkan anak-anaknya sendiri. Ia tidak memerlukan bantuan orang lain saat melahirkan. Segera setelah melahirkan, ia sudah mampu bekerja membantu suaminya mengerjakan lahan.

Wang dan istrinya hidup dengan tekun dan hemat. Kelebihan panennya dijual. Uang hasil penjualan padi dan gandum disimpannya. Sampai suatu hari ia mampu membeli sebidang tanah yang tidak terlalu luas. Ia dengan setia mengerjakan tanah warisan ayahnya dan tanah yang dibelinya dari keluarga Whang, sang tuan tanah di desa tersebut.

Desa Wang sering kali dilanda banjir. Banjir membuat panen gagal dan seluruh desa dihadapkan dengan kelaparan. Kelaparan ini bahkan membuat antar tetangga saling merampok. Para tetangga akan mendatangi rumah siapapun yang disangka masih menyimpan makanan. Keluarga Wang pernah menjadi korban dari tetangga-tetangganya karena Wang yang hemat masih menyimpan makanan saat kelaparan hebat melanda desanya.

Kelaparan yang masif membuat banyak orang desa mengungsi ke kota di sebelah selatan. Keluarga Wang juga terpaksa harus mengungsi ke kota tersebut. Bersama dengan ayahnya, istri dan anak-anaknya, Wang mengungsi ke kota. Ia melihat banyak orang-orang miskin dari pedesaan tinggal dalam gubug-gubug yang menempel di tembok rumah orang kaya. Betapa kontrasnya kehidupan orang-orang kaya di kota dengan para pengungsi yang tinggal di gubug-gubug tersebut.

Setiap pagi para pengungsi ini harus antri untuk mendapatkan sarapan dengan harga yang sangat murah. Setelah sarapan, kebanyakan pengungsi akan mengemis. Wang tidak bisa mengemis. Bagi Wang mengemis adalah pekerjaan yang sangat hina. Namun ia tidak melarang ayahnya, ibunya dan anak-anaknya mengemis. Ia sendiri bekerja menjadi penarik tandu.

Pekerjaan mengemis hanya cukup untuk menghidupi pada hari itu seadanya saja. Jadi, selain mengemis banyak dari para pengungsi ini juga mencuri. Termasuk anak kedua Wang. Suatu hari, ketika Wang pulang dari bekerja menarik tandu, ia menemukan istrinya sedang memasak daging. Ia mengira bahwa keluarganya telah berhasil mengumpulkan banyak uang dari mengemis sehingga mampu membeli daging. Namun sesungguhnya daging tersebut dalah hasil mencuri oleh anak keduanya. Wang begitu murka melihat anaknya menjadi pencuri. Meski Wang marah besar, tetapi istrinya menerima kelakuan mencuri dari anaknya dengan biasa saja. O Lan menganggap bahwa kondisilah yang membuat mereka mencuri. Dalam keadaan sulit, manusia bisa melakukan apa saja untuk mempertahankan hidupnya.

Ketika Wang dan seluruh keluarganya mengungsi ke Kota di Selatan, tiba-tiba terjadi kerusuhan. Perang. Orang-orang miskin menjadi beringas dan mendobrak rumah keluarga-keluarga kaya. Mereka mengambil apa saja yang berada di dalam rumah. Termasuk Wang dan istrinya juga ikut barisan manusia-manusia miskin ke dalam sebuah rumah orang kaya. Wang mendapatkan sejumlah uang, sementara O Lan mendapatkan perhiasan yang sangat mahal.

Dengan bekal uang dan perhiasan tersebut keluarga Wang kembali ke desa. Mereka membeli tanah-tanah keluarga Whang, sehingga Wang menjadi tuan tanah baru.

Meski sudah menjadi keluara kaya, Wang tetap bekerja keras dan hemat. Perilaku ini berbeda dengan keluarga Whang yang hidup berfoya-foya, sehingga akhirnya bangkrut. Wang berhasil membeli rumah besar keluarga Whang yang sudah bangkrut.

Dalam novel ini Buck menghiasi ceritanya dengan konflik Wang dengan keluarga pamannya. Ia juga membangun konflik baru dengan memasukkan Lotus, seorang pekerja seks yang diambil menjadi gundik oleh Wang. Konflik dengan paman dan keluarganya, kehadiran Lotus dan masalah dengan anak-anaknya membuat Wang cukup tertekan. Namun pekerjaan di lahan pertanian membuat dia bisa melupakan segala masalah tersebut. Wang lebih cinta kepada tanahnya daripada kepada apapun.

Buck juga bercerita tentang perempuan hebat. Tokoh O Lan dalam novel ini digambarkan sebagai seorang budak yang cerdas. Setelah menjadi istri Wang ia mampu mengelola rumah tangganya dengan sangat baik. Ia pekerja keras, berbakti kepada suami dan keluarganya dan bisa menahan diri saat diabaikan oleh Wang yang tergila-gila kepada gundiknya yang sangat cantik. Wang sangat menyesal setelah ditinggal mati oleh O Lan karena terserang kanker. Ia merasa belum membahagiakan istrinya yang telah memberikan segalanya kepadanya. O Lan adalah gambaran perempuan desa yang sempurna. Iamenjalani hidupnya sebagai perempuan sesuai kodrat yang diyakininya. Ia menjalankan tugasnya dengan sangat baik, meski tidak ada cinta.

Buck berhasil menggambarkan betapa kemiskinan absolut dihadapi oleh petani-petani di China saat itu. Kemiskinan akibat alam dan kemiskinan karena perang. Ia juga sangat mahir menggunakan pengetahuannya tentang budaya masyarakat China di pedesaan yang sangat setia kepada keluarga. Bangunan cerita dalam novel ini secara baik bisa mengekploitasi budaya pedesaan China, khususnya dalam hubungan-hubungan dalam keluarga besar. Buck juga berhasil menggambarkan perubahan perilaku orang-orang yang berubah menjadi kaya.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler