x

Iklan

Yudel Neno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membongkar Sekat-Sekat Primordial Dalam Politik

Politik dalam terang filosofi Pancasila berarti sekat-sekat primordial perlu dibongkar

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fr. Dus Saba

Mahasiswa Semester Tujuh Fakultas Filsafat Unwira Kupang

 

Kontestasi pemilukada serentak baru saja kita lewati. Kita menyaksikan begitu banyak pajangan baliho di pinggiran jalan. Para pendukung berlomba-lomba dengan berbagai upaya melalui media sosial maupun media cetak untuk mempromosikan figur pilihannya. Tidak luput pula, politik identitas turut dimainkan sebagai salah satu strategi. Tidak heran juga kalau isu SARA turut dimainkan sebagai sebuah penegasan akan identitas demi meraih kemenangan. Dalam konteks ini, politik identitas sebagai sebuah ideologi tertutup merupakan racun bagi kerangka berpikir demokratis;  dan sebagai perilaku politik merupakan racun mematikan bagi nilai-nilai demokrasi.

Politik identitas sejatinya merupakan ajang pengaktualisasian kekayaan keberagaman bangsa. Ini berarti setiap identitas memang berbeda. Tetapi identitas lain tidak boleh dirugikan hanya untuk kepentingan identitas sendiri. Jika terjadi maka fenomen saling menjatuhkan, memonopoli dan saling mendominasi adalah wujud-wujudnya. Sebenarnya dalam kontestasi politik, yang paling mendasar adalah penyampaian gagasan-gagasan yang terumuskan secara sistematis dan realistis melalui visi-misi dari setiap calon, bukan saling menjatuhkan apalagi permainan isu SARA.

Indonesia merupakan  Negara yang berkarakteristik unik karena keberagamannya. Keberagaman ini dibingkai dengan kesadaran penuh akan persatuan seluruh masyarakat Indonesia yang berjuang bersama untuk menggapai kepentingan bersama di atas segala kepentingan lainnya. Namun sayangnya, di tengah Negara dengan filosofi persatuan ini, masih ada saja penggunaan isu SARA dalam perhelatan politik. Menguatnya permainan isu SARA ini, entah dalam perhelatan politik menuju kursi bupati, gubernur dan presiden, politik identitas dinilai sebagai suatu fenomen yang menampakkan secara langsung kedangkalan berpikir setiap aktor politik. Fonemen seperti ini pun menampakkan secara jelas rendahnya martabat politik Negeri tercinta ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertarungan politik kerapkali berada dalam situasi penuh ketegangan. Sebagian politikus dan kaum elite lainnya terus memaknai identitas dalam ranah darah dan keturunan. Sebagian lain menempatkannya pada geografis kedaerahan suku. Sebagian yang lain memfokuskan identitas diri pada wilayah agama dan ideologi. Untuk menegaskan aspek humanitas dalam pertarungan politik, saya mengutip pernyataan seorang nasionalis India yakni Mahadma Gandhi, yang menyebutkan bahwa secara istimewa identitas nasionalismenya ialah humanisme atau kemanusiaan, bukan warna kulit, asal-usul suku, agama atau ideologi. Keyakinan Gandhi ini kembali dikutip dan dideklarasikan oleh Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945. Indonesia yang vast (luas sekali) dari sudut pandang suku, agama, ideologi, ras dan seterusnya tidak bisa mengingkari ketegangan politik pada wilayah perjuangan identitas. Walaupun demikian, politik justru karena tujuannya untuk mencapai kebaikan bersama maka mesti selalu diandaikan baik pula cara dan prosesnya. Apa sebenarnya politik identitas?

Politik identitas merupakan suatu strategi politik yang primordial. Strategi primordial seperti ini, darinya timbul status questionis yakni siapakah manusia Indonesia? Pertanyaan ini mengantar kita untuk memikirkan pentingnya identitas manusia Indonesia. Identitas ynag dipikirkan adalah identitas seluruh manusia Indonesia bukan identitas segelintir orang sebagaimana dimainkan dalam politik identitas.

Kita melihat kembali sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, dimana para pendiri bangsa ini melangkah lebih jauh mengatasi sekat-sekat promordial dalam pergumulan menemukan identitas bangsa kita. Ini berarti untuk menegaskan identitas bangsa ini sebagai bangsa persatuan, tidaklah tepat kalau dicapainya dengan mementingkan kepentingan identitas segelintir orang lalu yang lain diabaikan begitu saja. Di sini, melangkah jauh mengatasi sekat-sekat primordial identitas tidak dimaknai secara personal, melainkan secara inter-personal; tidak pergolongan atau antargolongan, melainkan keseluruhan; tidak agamais, melainkan transedental kultural-religius; tidak rasial, melainkan cita rasa bangsa; tidak historis dominasi mayoritas, melainkan peradaban kehidupan.

Dengan demikian  “melangkah jauh mengatasi sekat-sekat primordial” memaksudkan cita rasa manusia Indonesia dalam kerangka secara menyeluruh tentang bangsa Indonesia sebagai bangsa persatuan. Akhirnya, identitas berarti suatu realitas yang menjangkau prinsip-prinsip persaudaraan, ketegangan, solidaritas, dan dimensi dialogal.

Politik identitas, karena tendensinya memecah-belah maka hadirnya memprihatinkan sistem perpolitikan di Indonesia ini. Sistem perpolitikan kita di Indonesia tetap berpedoman pada identitas dalam pesta demokrasi tetapi yang dimaksudkan bahwa identitas bangsa ini sebagai bangsa persatuan bukan identitas segelintir orang. Sesungguhnya demokrasi kita tidak akan berkembang dan bahkan berada diambang kesesatan ketika isu SARA dimainkan untuk menegaskan identitas tertentu serentak identitas pihak lain dikorbankan atau dirugikan.

Sebagai solusi, pendidikan politik terhadap seluruh manusia Indonesia, dengan filosofi Pancasila mesti terus digaungkan dari waktu-ke waktu. Atas cara ini, dalam terang pemikiran kritis, politik identitas dapat diakhiri. Pendidikan politik kepada masyarakat ini, bertujuan agar masyarakat atau siapa saja dapat mengerti dan memahami secara baik dan benar tentang politik, khususnya dalam menentukan pilihan politis demi perkembangan bangsa Indonesia. Karena Indonesia adalah negara dengan masyarakat berciri multikutural, maka perjuangan kesejahteraan mesti ditempatkan dalam kerangkan Pancasila sebagai dasar negara, yang mengayomi seluruh manusia Indonesia.

Dalam kerangka Pancasila, politik sesungguhnya bertujuan mempersatukan dan bukan politik saling memecah-belah antar golongan tertentu. Dalam konteks kemajemukan Indonesia, sudah tidak relevan lagi untuk menjadikan doktrin komprehensif dari identitas tertentu sebagai sabuk integrasi sosial. Jika strategi politik hanya menggunakan identitas tertentu dalam usaha kemenangan, hal tersebut akan menghasilkan masyarakat yang masa bodoh dalam mengawasi kehidupan perpolitikan bangsa ini. Dalam terang nilai persatuan Pancasila, nasehat moderatnya adalah jangan menjadikan masyarakat sebagai korban politik dengan memainkan isu identitas tertentu karena atas cara ini dapat melahirkan suatu demokrasi semu.

Akhirnya politik identitas dinilai akan gagal membawa pencerahan secara menyeluruh karena kelak perjuangan hanya akan berkonsentrasi pada mereka yang se-identitas.  Mengakhiri tulisan ini saya mengutip pernyataan  seorang filsuf Cina; Chuang Tzu, bahwa; rindukanlah perbedaan seperti anda merindukan kesamaan, dan rindukan kesamaan seperti anda merindukan perbedaan.

 

Penulis         : Fr. Dus Saba

Editor          : Yudel Neno

 

 

Ikuti tulisan menarik Yudel Neno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

1 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB