x

Iklan

Yudel Neno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membongkar Politik Identitas Dalam Terang Semangat Persatuan

Persatuan, memang perlu mengakui identitas setiap warganegara, tetapi bukan idenitas segelintir orang melainkan identitas dalam semangat Pancasila

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fr. Yohan Bere Mau

Mahasiswa Semester satu Fakultas Filsafat Unwira Kupang

 

Pendahuluan             

Dewasa ini, negara Indonesia; negara yang berdasarkan Pancasila ini,  perkembangannya tidak luput dari berbagai penyimpangan sosial. Kelima sila Pancasila terkesan tidak berhasil dihayati dalam hidup sebagai warganegara. Salah satu sila Pancasila, yang darinya berbagai kisruh sosial dinilai menyimpang adalah sila ketiga yakni Persatuan Indonesia.

Khususnya menjelang suksesi kepemimpinan nasional pada pilpres 2019 nanti, praktek politik cenderung menciderai persatuan masyarakat. Salah satu praktek politik yang berkembang kini adalah politik identitas. Politik identitas dimainkan untuk memojokkan pihak atau kelompok tertentu. Fenomen seperti ini bertendensi merongrong persatuan masyarakat sebab hanya akan menciptakan perpecahan dan bahkan konflik. Diakui bahwa sebagai manusia, konflik tidak dapat dihindari, tetapi strategi politik identitas yang bertendensi memecah-belah perlu dihindari karena bertentangan dengan semangat nasionalis Pancasila yakni semangat persatuan Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

              Nilai Pancasila sila ketiga mengandung nilai moral persatuan bangsa. Artinya, setiap warga negara Indonesia dimanapun berada dan atas cara apapun tindakannya, ia tidak boleh mengesampingkan nilai persatuan ini. Secara tersirat, sila ketiga Pancasila ini merupakan dasar untuk diakomodirnya berbagai masalah dan variasi, bahasa, adat, agama, dan sebagainya yang menjadi kekuatan pemersatu bangsa Indonesia. Semangat persatuan inipun akan mudah digalakkan kalau didasari oleh sikap mau mengenal, cinta tanah air dan rela berkorban demi bangsa.

 

Fenomen Praktek Politik Identitas

             Praktek politik di Indonesia yang tengah terjadi hangat dibicarakan. Ada begitu banyak komentar yang berkembang dalam diskusi-diskusi. Adapula berbagai strategi politik yang dilayangkan, yang rasa-rasanya secara ideologis menyimpang dari semangat Pancasila khususnya semangat persatuan nasional. Terkesan ada usaha untuk saling memojokkan. Sebagai tanggapan balik, pihak yang satu pun tidak kalah untuk memojokkan pihak yang menyerang. Praktek seperti ini jelas menampakkan adanya politik identitas.

Media CNN Indonesia (Kamis,19/07/2018) melansir informasi yang membeberkan penggunaan isu bernuansa politik identitas dalam perjuangan meraih kursi RI 1. Hasil survei Lembaga Survei Indonesia(LSI) Denny JA memperlihatkan angka penurunan jumlah publik  yang mendukung sila ketiga Pancasila. Praktek ini ditandai dengan masih adanya sejumlah masyarakat atau kelompok tertentu yang masih menginginkan Indonesia berdasarkan NKRI bersyariah (Pro-NKRI bersyariah). Dari jangka waktu 2005 hingga 2018  ada penurunan terhadap pro Pancasila sila ketiga. Dari 2005 sebanyak 85 persen sekarang 2018 tinggal 75 persen (Ardian, LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, selasa,17/7).

Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan(UPH) Jakarta Emrus Sihombing menilai isu politik identitas boleh dan wajar digunakan dalam berdemokrasi selama dalam koridor Pancasila. Artinya penggunaan isu politik identitas tetap mengedepankan nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Emrus belum melihat itu di panggung politik saat ini. Menurut dia, politik identitas justru kerap digunakan secara berlebihan oleh para pihak hingga akhirnya menimbulkan polarisasi di masyarakat. Polarisasi ini menumbuhkan perasaan ekslusif antara kelompok satu dengan lainnya, bisa berdasarkan etnis atau kepercayaan atau partai dan lain sebagainya (CNN Indonesia,18/7/18).

Media KOMPAS. Com (23/5/2018) melansir pernyataan Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari yang mengatakan bahwa pelaksanaan Pilpres 2019 akan diwarnai dengan perang isu negatif dan politik identitas. Qodari khawatir perkembangan ini akan menguat dan bisa mempengaruhi sikap politik masyarakat. Ia mencontohkan, isu-isu aktual seperti kesenjangan ekonomi, tenaga kerja asing dan hutang negara yang dianggap besar akan berpengaruh terhadap elektabilitas Presiden Joko Widodo selaku petahana. Menurut  Qodari, sebagian kecil publik juga masih mempercayai Jokowi merupakan pendukung Partai Komunis Indonesia, kaki tangan asing, hingga kaki tangan China. Qodari melihat pertentangan semacam itu akan mengeras pada pilpres 2019 nanti.

 

Menggalakkan Semangat Persatuan

Kenyataan yang terjadi sebagaimana berita-berita di atas, menunjukkan adanya praktek penyimpangan politik di Indonesia sekarang. Praktek seperti ini, hemat saya, merupakan batu sandungan bagi semangat persatuan nasional sebagaimana dikehendaki Pancasila. Sebagai akibat dari praktek politik seperti ini, muncul asumsi akan politik sebagai ruang dan aktivitas yang sarat dengan permainan kotor. Situasi seperti ini berpotensi pada gagalnya hidup tenteram setiap hari antar warganegara.

Dalam semangat persatuan, Negara ini mesti menempuh jalur demokrasi untuk memilih pemimpin, karena itu patut dihindari jauh-jauh berbagai perilaku yang justru ideologi yang membentuknya bertentangan dengan semangat persatuan nasional.

Segala ideologi yang berlaku dan yang dipakai untuk mengarahkan praktek politik, patut diuji sebelumnya di hadapan Pancasila. Atas semangat nasionalis Pancasila, khususnya sila Persatuan Indonesia, muncul suatu tuntutan etis bahwa apapun itu, siapapun dia, atas cara apapun, politik tidak boleh digunakan sebagai media untuk menarik perhatian publik terhadap kepentingan diri sendiri dengan cara memojokkan pihak lain.

Justru, praktek politik dimaksudkan untuk menjamin persatuan dan kesatuan seluruh masyarakat Indonesia, maka ideologi dan praktek politik identitas segera dinilai sebagai ancaman terhadap ideologi persatuan nasional. Dalam semangat nasionalis, politik perlu dipandang dan diperlakukan agung adanya. Atas cara ini, kita mengamalkan semangat nasionalis kita sebagaimana didambakan sila Persatuan Indonesia. Semangat nasionalis ini, menjadi daya dorong bagi setiap politisi untuk mementingkan kepentingan seluruh masyarakat Indonesia daripada kepentingan segelintir orang.

 

Penutup

Kita semua mendambakan keutuhan bangsa ini dalam pimpinan yang bijak, bukan yang semena-menanya memimpin untuk kepentingan kelompoknya. Menjadi pemimpin yang berlandaskan sila ketiga tidak mudah. Untuk itu, sebagai generasi penerus bangsa, perlu terlibat peduli dengan kesatuan bangsa, membangun pembekalan bagi team sukses dari para calon pemimpin, agar tidak menyimpang dari kebenaran politik, dan perlu pengontrolan terhadap media supaya jangan mempertajam keadaan yang menimbulkan konflik, serta kepada calon  pemimpin-pemimpin kita, seperti calon presiden dan lain sebagainya,jika ingin menjadi pemimpin haruslah menjadi pemimpin yang bijak dalam memimpin rakyat di masa yang akan datang.

 

Penulis  : Fr. Yohan Bere Mau

Editor   : Yudel Neno

         

 

Ikuti tulisan menarik Yudel Neno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler