x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Menyelamatkan Ekonomi Cara Paul Volcker

Anda ingin dikenang sebagai apa setelah meninggal nanti?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

#Leadership Growth: Learning from Paul Volcker

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Executive and Leadership Coach

 

“Thou shall not gamble with the public’s money.” – Paul Volcker.

Penegasan tersebut disampaikan Paul Volcker di depan deretan bankir AS untuk mengerem para trader di pasar uang supaya tidak menggunakan tabungan masyarakat untuk spekulasi (taking risk position). Saat itu para bankir mencoba menawar agar regulasi Federal Reserve tidak menghambat perdagangan (di pasar uang) dan “inovasi”. Paul Volcker menantang mereka, “Coba beri saya bukti kaitan financial innovation belakangan ini dengan pertumbuhan ekonomi.”

Kepentingan publik lebih luas rupanya menjadi urusan yang sangat diutamakan oleh Paul Volcker ketimbang kemauan sekelompok pelaku pasar uang yang memanfaatkan situasi demi memparkaya diri dan kelompok elite.  

Untuk mempertahankan prinsipnya dalam memulihkan ekonomi negara, kebijakan Paul Volcker lempang saja. Langkahnya itu bahkan dipersepsikan ikut menyebabkan Presiden Jimmy Carter -- yang pada 1979 mengangkatnya sebagai Chairman of The Federal Reserve Board -- tidak berhasil memenangi pemilu presiden untuk periode yang kedua. Akhir 1970-an itu inflasi menggila, sekitar 1% per bulan dan terus meninggi, nyaris menyebabkan kolaps.

Sebagai Chairman Federal Reserve, Paul Volcker menaikkan suku bunga – keputusan yang banyak ditentang di internal maupun di luar Fed. Prime rate melonjak sampai 21.5 %, mendorong terjadinya resesi. Tapi ia bertahan pada prinsipnya, sekaligus memperpanjang masa kepemimpinan di bank sentral. Karena Presiden Ronald Reagan juga memilih Paul Volcker untuk tetap di posisi Chairman Federal Reserve selama dua periode pemerintahannya.

Kemudian, saat kondisi membaik, ia dinilai berhasil menyelamatkan ekonomi AS. Paul Volcker telah mengambil keputusan bersejarah, dengan mengubah operating approach Federal Reserve dari mengelola suku bunga menjadi mengutamakan pengendalian money supply.

Paul Volcker menuliskan sikapnya memilih “the simplicity of monetarism” tersebut:”… helped provide a basis for presenting the new approach to the American public. At the same time, that approach enforced upon the Federal Reserve an internal discipline that had been lacking: we could not back away from our newfound emphasis on restraining the growth in the money supply without risking a damaging loss of credibility that, once lost, would be hard to restore. To overdramatize a bit, we were doomed to follow through. We were ‘lashed to the mast’ in pursuit of price stability.”

Allan Murray dari Fortune memuji kebijakan Paul Volcker sebagai masterful stroke of governance. Kebijakan yang mulia dapat menepis bahaya kepentingan politik.

Hari-hari ini Paul Volcker, usia 91 tahun, dibicarakan publik Amerika lagi. Bukunya,  Keeping At It: The Quest for Sound Money and Good Governance, ditulis bersama Christine Harper, Redaktur Majalah Bloomberg Market, diterbitkan Public Affairs Selasa 30 Oktober lalu. Mereka rupanya merindukan Paul Volcker atau pejabat publik dengan integritas seperti dia, utamanya untuk menghadapi politik ekonomi Presiden Trump yang mengkhawatirkan.

Publik mengakui Paul Volcker berperan dalam perubahan arah sejarah (ekonomi) AS. Setelah selesai memimpin Federal Reserve dibawah dua presiden, Jimmy Carter dan Ronald Reagan, Paul Volcker tetap aktif dalam sejumlah kegiatan, antara lain mengajar, lalu memimpin penyidikan pencurian masif program bantuan makanan dan obat-obatan pasca Perang Irak dan korupsi di World Bank.

Pemimpin yang hebat membuat sejarah. Di lingkungan jabatan publik, di dunia bisnis, dan organisasi non-bisnis, setiap pemimpin sejati selalu siap menjadi co-creator dari kehendak Pencipta Alam Semesta. Pro-aktif menghadapi setiap tantangan, utamanya di wilayah tugas-tugasnya – mereka memiliki kualifikasi dan energi batin sebagai the storm (#SeninCoaching: Cara Menjemput Takdir Kita).

Rasanya bukan hanya masyarakat Amerika yang mengharapkan pejabat publik dengan integritas seperti Paul Volcker. Kita di Indonesia sepertinya juga memerlukan para pemimpin dengan kualitas dan integritas sehebat itu, bersedia mempertaruhkan benefit politik jangka pendek demi kepentingan publik lebih luas.

Siapa di antara pemimpin kita sekarang yang berani keluar dari kungkungan jabatan, posisi, dan kepentingan politik praktis, lalu berupaya meraih kemuliaan bersama, mengutamakan kepentingan publik jangka panjang, dan mengubah sejarah demi kehidupan lebih baik?

Pertanyaan mendasar sebagai self-assessment, bagian dari Five Most Important Questions, Enduring Wisdom for Today’s Leaders (2015) Peter F. Drucker, yang sangat relevan untuk selalu kita ajukan adalah: What is Our Mission?

Atau pertanyaannya diubah, “Anda ingin dikenang sebagai apa setelah meninggal nanti?”. Pertanyaan ini menjadi populer di Barat setelah ditulis Peter Drucker, yang menceritakan pengalamannya saat usia belasan tahun guru agamanya di kelas bertanya kepada seluruh siswa, “What do you want to be remembered for.

Di lingkungan budaya kita, pertanyaan itu bisa muncul dari orang tua, atau dari guru mengaji. Buat sebagian yang lain bisa juga dari pastor. Para ulama atau pendeta, di lingkungan budaya mana pun di dunia ini, lazim akan mengatakan, jika seseorang sampai usia 40-an, apalagi 50 tahun, belum bisa menjawab pertanyaan tersebut, maka akan dinilai termasuk golongan yang menyia-nyiakan hidup.

Gambaran dari golongan orang yang menjalani hidup tanpa misi, tanpa clarity tujuan yang ingin diraihnya di jagad ini, dapat kita lihat, antara lain, dari perilaku kepemimpinan mereka yang membebani masyarakat. Di dunia bisnis, yang dirugikan adalah pemegang saham, karyawan, pemasok, dan konsumen.

Mereka khilaf, terpenjara dalam keterbatasan diri, seperti menolak tumbuh. Pada dasarnya mereka adalah orang-orang baik, mungkin juga rajin ke tempat peribadatan. Mereka hanya tidak mau membuka hati, belum mau bersungguh-sungguh membangun energi batin sebagai mahluk yang dimuliakan Tuhan.

Jabatan, pangkat, kekayaan, mobil selalu baru, dan keberhasilan-keberhasilan yang diraih buat mereka lebih merupakan validasi untuk membuktikan sebagai orang cerdas – cap yang mungkin saja diberikan guru, orang tua, dan keluarga. Berdasarkan riset selama lebih dari 10 tahun, kondisi semacam itu oleh Carol S. Dweck, Ph.D,  disebut menjalani hidup dengan fixed mindsets. (Mindset, the New Psychology of Success).

Hasil penelitian dari para psikolog lainnya menyimpulkan, kecenderungan semacam itu, yang mungkin saja menganggap masukan perspektif baru untuk pengembangan kepemimpinannya merupakan ancaman, akan menyebabkan otak orang tersebut dapat mengalami atrophygradually decline in effectiveness

Jiwanya terjajah oleh lambang-lambang kesuksesan dunia yang sudah diraih. Mereka umumnya mempertahankan itu dengan segala cara, termasuk melalui manipulasi atau korupsi.

Menjadi manusia merdeka adalah ketika kita punya kemauan dan kemampuan memilih sebagai co-creator – atas izin Pencipta Alam Semesta -- dalam proses pembentukan diri yang baru, becoming new us, dengan tujuan hidup membangun manfaat buat banyak orang. Lebih jauh dari sekedar membangun organisasi untuk menampung tenaga kerja.

Paul Volcker kelihatannya masih konsisten. Memoarnya diterbitkan dengan tujuan antara lain agar generasi mendatang dapat belajar bagaimana melaksanakan good governance dengan integritas penuh untuk kepentingan stakeholder jangka panjang.

Mempraktikan tiga virtues (kebajikan) Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching – yaitu courage, humility, dan discipline (untuk follow up) – dengan konsisten, akan membantu meraih kemerdekaan jiwa. Meningkatkan efektivitas kepemimpinan kita. Ini sudah proven di ribuan organisasi multinasional.

Anda siap menjadi manusia merdeka?

 

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Coaching.

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(http://sccoaching.com/coach/mcholid1)

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB