x

Iklan

Amran

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pemilu 2019, PDIP-Gerindra Main Mata ?

Potensi gesekan sosial di Pemilu 2019, siapa yang bermain dan harus bertanggung jawab?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemilu 2019 hanya tinggal menghitung bulan. Sensitifitas menjelang penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia semakin terasa. Politik identitas (aliran kepercayaan, ras, suku, dan politik ideoogi) kembali bermunculan.

Gesekan-gesekan yang mengarah kepada benturan sosial sudah mulai terlihat. Sementara itu, dari fenomena tersebut yang mendapatkan keuntungan politik secara elektoral adalah PDIP dan Gerindra. PDIP dengan kelompok ras, suku, dan politik ideologinya, sedangkan Gerindra diuntungkan oleh kelompok aliran kepercayaan (agama).

Dalam prediksi analisa survei, PDIP dan Gerindra diyakini akan memperoleh suara rata-rata 30% dari perolehan suara nasional. Sementara itu, partai peserta pemilu lainnya hanya diganjar dengan persentase di bawah 5%. Jadi, untuk pemilu 2024 mendatang kemungkinan yang akan kembali berhadapan adalah PDIP dan Gerindra atau PDIP-Gerindra (seperti 2009) berhadapan dengan partai digit di bawah 5%.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan fenomena sensitifitas dan keuntungan elektoral di atas, tidak menutup kemungkinan PDIP dan Gerindra bisa bermain mata untuk mendapatkan limpahan suara di Pemilu 2019. Artinya, siapapun Presiden terpilih nantinya di 2019 tetap PDIP dan Gerindra yang berkuasa.

Jika dirunut dari proses awal, PDIP dan Gerindra sama-sama memutuskan calon cawapres pada menit-menit terakhir. Hal tersebut membuat partai-partai lain terkunci pada pilihan yang ada karena tidak memiliki kecukupan waktu untuk membuat poros baru. Pada akhirnya, partai-partai peserta pemilu hanya memiliki pilihan satu diantara dua pilihan yang ada. Ikut mengusung salah satu atau menerima konsekuensi tidak bisa mengusung calon di 2024.

Pola yang sama juga dilakukan kedua partai ini dalam menentukan siapa cawapresnya. Baik PDIP dan Gerindra tidak memberikan kesempatan kepada rekan koalisinya untuk diusung menjadi cawapres. Hal tersebut seakan mengindikasikan PDIP dan Gerindra tidak ingin berbagi limpahan elektoral di pemilu 2019.

Padahal, di kubu koalisi PDIP ada partai Golkar yang secara persentase perolehan suaranya di Pemilu 2014 yang mencapai 2 digit. Ada juga nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang awalnya digadang-gadang membawa nama besar kalangan Nahdiyin. Tapi opsi tersebut ditutup rapat dengan dipilihnya cawapres dari non partai Ma’ruf Amin.

Hal serupa juga terjadi di kubu koalisi Gerindra. Nama Sandiaga Uno tiba-tiba muncul kepermukaan beberapa waktu sebelum pengumuman. Padahal jika mempertimbangkan membangun koalisi yang tangguh, hemat saya Gerindra harusnya mempertimbangkan 9 nama bacawapres yang diusulkan PKS, nama yang diusulkan Demokrat, dan PAN.

Pasca penetapan pasangan calon capres dan cawapres, PDIP dan Gerindra juga memainkan pola yang hampir sama dalam komunikasi politiknya. Jika Joko Widodo berpolemik dengan kata “sontoloyo”, Prabowo Subianto juga berpolemik dengan “muka Boyolali”.  Jika di kubu Prabowo riuh dengan hoaks Ratna Sarumpaet, kubu Jokowi juga heboh dengan mobil Esemkanya. Sama-sama berpolemik dan sama-sama bikin riuh.

PDIP dan Gerindra main mata di Pilpres 2019? Tidak ada kata yang tidak mungkin dalam dunia politik. Semua tersebut bisa saja terjadi jika kepentingan dan keuntungan politik dikompromikan. Sebagai catatan, PDIP dan Gerindra pernah bermesraan di Pemilu 2009 (mengusung Megawati-Prabowo sebagai capres-cawapres) dan mengusung Joko Widodo dan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) di Pilgub DKI Jakarta 2012.

Sejarah mencatat, banyak kebudayaan-kebudayaan besar justru runtuh dan hancur disaat kebudayaan tersebut sedang berada di puncak kejayaannya. Hal tersebut juga bisa terjadi pada Indonesia yang sebelumnya sukses membangun demokrasi santun dan beradab di bawah 10 tahun kepemimpinan SBY dan dukungan Partai Demokrat. Jadi, berpolitiklah dengan membangun demokrasi yang berkeadaban daripada sekedar mendulang suara dengan penuh kebiadaban yang membenturkan anak bangsa satu sama lainnya.

Ikuti tulisan menarik Amran lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB