x

Iklan

Wendi Wijarwadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ilhan Omar dan Perjuangan Melawan Ketidakmungkinan

Tulisan tentang Ilhan Omar, perempuan muslim pertama yang terpilih sebagai anggota kongres AS.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Saya berusia 4 tahun ketika kami sekeluarga meninggalkan Somalia menuju sebuah sudut sesak yang dipenuhi deretan tenda. Di kemudian hari, saya tahu, tempat itu adalah kamp pengungsian warga Somalia di Kenya.”  Sesekali, perempuan itu mengambil jeda di antara kalimat. Tampak seperti menahan emosi dan lara dibalik kata demi kata yang coba dia untai.

Dia lalu meneruskan ceritanya, “Saat itu, saya terlalu kecil untuk mengerti. Saya tidak tahu apa2. Yang saya ingat hanya lautan manusia yang berjalan berbondong-bondong dengan wajah penuh kecemasan dan kesedihan.” Kali ini suaranya lebih jelas dan tegas. Suasana ruangan tampak syahdu seolah larut dalam sajian cerita demi cerita yang teruntai hari itu.

Perempuan itu adalah Ilhan Omar, satu dari puluhan ribu warga Somalia yang mengungsi ke Amerika pada tahun 90-an. Minneapolis, sebuah kota bisnis di negara bagian Minnesota, menjadi tujuan baru mereka. Satu daerah bernama Cedar Riverside dipersiapkan khusus untuk menampung para pengungsi tersebut. Saking banyaknya populasi warga Somalia, daerah itu terkenal dengan nama ‘Little Mogadishu’ atau ‘Little Somalia’.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ilhan Omar bukan perempuan biasa. Dia adalah pendobrak kemusykilan. Dia sukses membuat ‘geger’ publik Amerika dalam dua tahun terakhir. Pertama, November 2016, Ilhan  mencatat sejarah gemilang setelah terpilih sebagai anggota parlemen pertama yang berlatar belakang muslim, perempuan, dan anak dari seorang pengungsi.  Hebatnya,Ilhan meraih pencapaian itu ketika sentimen rasisme, kampanye anti Islam dan retorika anti imigran tengah menguat dan menghujam deras segala sendi kehidupan masyarakat  Amerika.

Kedua, pada pemilu sela bulan November 2018, Ilhan kembali membuat geger dan terpilih sebagai anggota kongres dari partai Demokrat mewakili negara bagian Minnesota. Hanya dalam waktu dua tahun, Ilhan berhasil membuat sebuah langkah raksasa dalam karir politiknya. Ilhan segera akan duduk sebagai anggota kongres di Washington DC dengan catatan sejarah brilian di tangannya: perempuan muslim berhijab pertama yang terpilih sebagai anggota kongres di Amerika Serikat. 

 

Hidup sebagai Anak Pengungsi

Saya berkesempatan bertemu dan berbincang dengan Ilhan pada sebuah diskusi di Women Center, University of Minnesota Twin Cities (UMTC) tahun 2017 silam. Dalam diskusi itu, Ilhan banyak bercerita tentang kehidupannya sebagai pengungsi dan perjalanan karirnya sebagai aktivis dan politisi.

Masa kecilnya dilalui dengan penuh peluh dan perjuangan. Amerika ternyata tidak seindah apa yang dia bayangkan. Memang betul, Amerika memiliki segalanya: pendidikan yang bagus, bangunan yang megah, dan lapangan pekerjaan yang mumpuni. Tapi, Amerika juga punya kekurangan: kurang ramah dengan para pendatang. Ilhan merasakan betul pengalaman itu.

Menurut Ilhan, bukan bahasa yang menjadi tantangan utama sebagai warga baru Amerika, tapi perlakuan diskriminatif yang kerap dia terima. Pada akhirnya, pengalaman demi pengalaman yang dia jalani berhasil membentuk mental pejuang dalam dirinya sekaligus memupuk karakternya yang tangguh dan empatik terhadap lingkungan sekitar. Hal ini kelak menjadi poin penting dalam karir politik Ilhan.

Rintangan Menuju Kursi Kongres

Perjuangan Ilhan meraih kursi parlemen tidak berjalan mulus, bahkan penuh terjal dan gelombang.  Tantangan pertama justru datang dari komunitas terdekatnya, warga Somalia di Minnesota. Sebagai perempuan, Ilhan dianggap belum mampu dan belum pantas mewakili aspirasi mereka di Parlemen. Apalagi, disaat yang bersamaan, dia harus menghadapi kandidat lain yang juga berasal dari komunitas Somalia. Kandidat ini dianggap lebih mampu karena dia laki-laki dan punya pengalaman lebih mumpuni.

Kedua, lawan yang dia hadapi juga tidak main-main. Namanya Phyllis L. Khan, dikenal sebagi Rep. Khan, panggilan khas untuk para anggota parlemen di Amerika. Khan ini bukan kandidat biasa. Khan adalah kandidat petahana yang menduduki jabatan yang sama sejak tahun 1973 atau selama 43 tahun.

Rep. Khan juga memiliki latar belakang pendidikan yang ‘wah’. Perempuan kharismatik ini merupakan alumni dari kampus-kampus kelas satu di Amerika, atau biasa disebut Ivy League: Cornell University, Kennedy school of Harvard University, Yale University, dan Princeton University. Ilhan sendiri memegang gelar sarjana dari North Dakota State University, dan program non gelar bidang politik dari Humprey School of Public Policy, University of Minnesota.

Dua tantangan besar sempat menyiutkan nyali Ilhan untuk mendaftar dan maju sebagai kandidat anggota parlemen. Untunglah, Ilhan memiliki dua supporter utama yang selalu ada di samping Ilhan: Suami dan Ayahnya.

 Kemenangan yang Istimewa: Against All Odds

Ketika akhirnya Ilhan Omar memenangkan kontestasi, masyarakat Minnesota menyambut dengan suka cita. Ilhan seketika menjadi headline berita-berita utama di Amerika. Wajah dia hilir mudik dari satu stasiun TV ke TV lainnya, dari satu surat kabar ke surat kabar lainnya.

Ilhan adalah fenomena. Kemenangannya dianggap sebagai hal yang istimewa, against all odd. Kemenangannya adalah oase di pandang tandus demokrasi Amerika yang masih sangat kental dengan sentiment rasisme dan sexisme. Terpilihnya Ilhan juga seolah menjadi pelipur lara ditengah ‘kesedihan’ warga Minnesota pasca terpilihnya Donald Trump secara mengejutkan.

Ilhan dianggap tidak hanya mewakili perempuan muslim Amerika, tapi juga simbol perjuangan perempuan Amerika dan kaum muda Amerika yang menuntut perubahan di tengah dominasi hate speech yang menghiasi ruang-ruang publik di Amerika dalam beberapa tahun terakhir.

Langkah Awal sebagai Anggota Parlemen

Buat Ilhan, kemenangan ini adalah awal dari perjuangan panjangnya di dunia politik. Sebenarnya, menurut Ilhan, sebenarnya tidak mudah untuk memutuskan terjun ke dunia politik dan bertarung menjadi anggota parlemen. Dia pernah menolak 7 kali tawaran yang datang sebelum akhirnya maju dan memenuhi permintaan masyarakat yang menginginkan dia maju sebagai anggota parlemen.

Dana yang terbatas, jaringan yang terbatas, pengalaman politik yang minim, identitas ‘double minorities’ sebagai pengungsi dan Islam, nyatanya berhasil dia dobrak. Ilhan sukses terpilih secara meyakinkan sebagai anggota parlemen di negara bagian Minnesota dalam usianya yang masih sangat muda, 36 tahun.

Ilhan adalah simbol perjuangan sebuah ketidakmungkinan. Kekuatan besarnya berasal dari pengalamannya menjadi korban perlakuan diskriminatif dan stigma negatif sebagai ‘pendatang’ dan  pemeluk Islam di Amerika. Visi besar dia menghadirkan keadilan di masyarakat muncul dari proses dan perjuangan panjangnya untuk menghadirkan Amerika yang lebih ramah dan adil terhadap semua orang.

Senyuman yang Ramah dan Khas

Di ujung diskusi hari itu, Ilhan dengan ramah menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang saya ajukan. Sambil menawarkan dirinya untuk melakukan selfie, dia berkata dengan ramah, “I am good at selfie. Don’t worry”. Klik, kami pun melakukan selfie bersama, dengan latar belakang meja ruangan diskusi yang masih tertata rapih.

Di akhir pembicaraan, Ilhan menitipkan salamnya untuk teman-teman di Indonesia. “I am surprised that I am popular too in indonesia. Please give my best to your friends in Indonesia.”

Senyuman khas Ilhan menutup obrolan singkat sore itu. Jabatan tangan menjadi penutup resmi pertemuan berkesan saya dengan Ilhan, anggota parlemen muslim perempuan pertama di Amerika, yang pada tahun 2018 menyempurnakan prestasinya dengan terpilih sebagai anggota Kongres muslim pertama di Amerika.

Memulai Perjuangan Baru di DC

Perjuangan Ilhan belum selesai.  Ilhan kini harus segera ‘pack her bag’ dan meninggalkan posisi anggota kongres pada negara bagian minnesota yang baru didudukinya dalam 2 tahun terakhir. Tantangan lebih tinggi menantinya sebagai anggota kongres di pusat pemerintahan Amerika Serikat di Washinton DC.

Jalan masih panjang bagi Ilhan untuk mewujudkan visi misinya, menuntaskan janji yang dia ucapkan untuk Minnesota dan Amerika yang lebih ramah dan lebih adil untuk semua kalangan.

Selamat Ilhan! Long May You Reign!

Penulis adalah Mahasiswa Magister pada University of Minnesota Twin Cities (UMTC) 2015-2017 dan Auditor pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama

Ikuti tulisan menarik Wendi Wijarwadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler