x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jurnalis bukan Kepanjangan Tangan Politikus

Jurnalis seharusnya jadi wasit, jadi pengawas. Berita yang dibuat jurnalis harus seobyektif mungkin.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Belum lama ini, kubu capres Prabowo Subianto menyatakan tidak bersedia menjadi narasumber Metro TV—entah sampai kapan. Mereka menilai, Metro TV telah bersikap tidak seimbang dalam memberitakan aktivitas kedua calon presiden. Sementara itu, Metro TV mengklaim selalu memegang prinsip-prinsip jurnalistik. Penilaian kubu Prabowo itu agaknya tidak lepas dari siapa pemilik Metro TV, yang tidak lain adalah Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem dan pendukung capres petahana Joko Widodo.

Meskipun tidak menyebut secara khusus kasus ini, Dewan Pers kembali mengeluarkan seruan agar media (massa) bersikap netral dan tidak partisan dalam memberitakan Pilpres 2019. Dalam berbagai kesempatan, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengingatkan bahwa wartawan bukan bagian dari tim sukses ataupun bagian dari permainan politik dalam Pilkada dan Pilpres. Wartawan harus jadi pengawas dan wasit dengan membuat berita seobyektif mungkin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengalaman Pilpres empat tahun yang lalu mestinya dapat jadi pelajaran berharga bagi para jurnalis. Dalam Pilpres 2014, kecondongan politis media terlihat jelas, bahkan dalam konteks siaran televisi keberpihakan itu disadari benar oleh masyarakat. Tentu saja, karena masyarakat dengan mudah dapat berganti-ganti menonton siaran semua stasiun televisi. Bahkan, karena kuatnya kesan keberpihakan itu, sebagaimana ditulis BBC Indonesia (bbc.com, 4 Juli 2014: ‘Pilpres 2014: Ketika media jadi corong propaganda’), TVOne mendapat julukan TV Prabowo, sedangkan Metro TV dijuluki TV Jokowi. Julukan itu muncul bukan tanpa sebab.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), menurut bbc.com, mencatat siaran yang mencolok di sepanjang periode satu pekan saja (19-25 Mei 2014): Metro TV menyiarkan 184 kali berita tentang pasangan capres Joko Widodo-Jusuf Kalla, sedangkan berita tentang Prabowo-Hatta diputar 110 kali. Pada periode yang sama, TV One milik politikus Golkar Aburizal Bakrie menyiarkan 153 kali berita tentang Prabowo-Hatta, sedangkan berita tentang Joko Widodo-Jusuf Kalla sebanyak 77 kali.

Bagaimana sekarang? Perkembangannya masih perlu kita cermati, bahkan mungkin saja menjadi semakin berat sebelah, sebab Aburizal bersama Golkar kini berpihak kepada Jokowi. Karena itu, keseimbangan pemberitaan masih tetap menjadi perhatian Dewan Pers. Baru-baru ini Dewan Pers kembali mengeluarkan seruan agar media massa bersikap netral dan tidak partisan dalam memberitakan Pilpres 2019.

Beberapa kali Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo sudah mengingatkan bahwa wartawan bukan bagian dari tim sukses atau bagian dari permainan politik dalam Pilkada dan Pilpres. “Anda seharusnya jadi wasit, jadi pengawas. Berita yang Anda buat harus seobyektif mungkin,” kata Adi. Ia juga meminta wartawan yang jadi tim sukses atau menjadi caleg agar mengajukan cuti, atau lebih terhormat apabila mengundurkan diri. “Wartawan bekerja untuk kepentingan publik. Begitu nyaleg, dia bekerja demi kepentingan partai, bukan lagi untuk kepentingan publik.”

Dalam menjalankan fungsinya sebagai ruang publik yang menyediakan informasi untuk masyarakat luas, sudah sewajarnya media massa mampu bersikap independen dan netral. Para jurnalis yang mengelola media sedari awal sudah dibekali pesan dan diwanti-wanti bahwa mereka bekerja untuk masyarakat. ‘Tuan para jurnalis’ adalah masyarakat, pihak yang dalam hidup bernegara telah ‘menyerahkan’ sebagian kedaulatannya kepada para politikus yang duduk di parlemen, eksekutif, maupun institusi lain.

Seharusnya, dengan mandat rakyat di pundak mereka, para politikus yang berada di institusi manapun sepenuhnya bekerja untuk rakyat. Dalam praktek, keadaannya tentu tidak seindah dan seideal itu. Politikus lebih sering berperan sebagai petugas partai. Lantaran itu, agar suara rakyat tetap didengarkan, masyarakat membutuhkan dukungan para jurnalis. Rakyat memerlukan dukungan para redaktur yang menjalankan ruang redaksi (newsroom, tempat informasi dan berita digodog dan disiarkan) agar kepentingan masyarakat umum tetap terjaga. Misalnya, menghadapi penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah, pembuatan undang-undang yang tidak melindungi kepentingan masyarakat, korupsi oleh anggota parlemen, pengadilan yang tidak adil, dst.

Peran jurnalis demikian penting dalam mengelola informasi yang berasal dari luar ruang redaksi: memilih, memilah, memeriksa, melengkapi, hingga mempublikasikan informasi melalui media mereka—cetak, televisi, online, ataupun radio. Jurnalis dituntut untuk secara jujur dan tanpa bias menjalankan newsroom sebagai clearing house of information. Jurnalis berperan penting dalam menjernikan iformasi bukan mengeruhkan atau sekedar meneruskan tanpa melakukan penjernihan (clearing) terlebih dulu, yang berarti melakukan konfirmasi, klarifikasi, dan verifikasi.

Dalam menjalankan fungsi-fungsi ruang redaksi tadi, para jurnalis diingatkan untuk selalu berdiri di atas prinsip-prinsip jurnalistik, di antaranya menjaga independensi dan netralitas. Peringatan Dewan Pers itu agaknya tidak lepas dari kenyataan bahwa sejumlah media besar dimiliki oleh pebisnis yang sekaligus politikus yang berada di salah satu posisi kontestan Pilpres 2019. Para pemilik media berkepentingan untuk mengamankan posisi politiknya, sebab inilah jalan untuk mengamankan kepentingan ekonominya. Keprihatinan yang pernah disampaikan Prof. Bagir Manan, Ketua Dewan Pers yang digantikan Adi, patut diingat kembali: “Kepentingan pemilik media di luar nilai-nilai luhur profesi kewartawanan ikut menggerus independensi kehidupan pers.”

Menjadi tantangan bagi para jurnalis untuk mempertahankan kemandirian, sebab dengan itulah jurnalis mampu bersikap adil dalam pemberitaan. Para jurnalis berkewajiban merawat kebebasan yang sudah dimiliki dan bukan menggadaikannya untuk kepentingan politik pihak tertentu. Kepentingan masyarakat luaslah yang harus dilindungi. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler