x

Iklan

Amran

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Saling ‘Tabok’ Berebut Kunci NKRI

Maraknya politik identitas dan klaim Pancasilais menjelang Pemilu 2019

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Selain isu ekonomi, pembahasan terkait demokrasi adalah hot isu yang paling menjadi perhatian di era pemerintahan saat ini. Narasi politik identitas semakin menguat dan semakin berseberangan dengan kelompok-kelompok yang mengaku menjadi garda terdepan membela NKRI. Tidak hanya menjadi perhatian di dalam negeri, isu demokrasi juga menjadi bahasan sejumlah pengamat di luar negeri.

Matthew Busch dalam artikel berjudul Jokowi’s Panicky Politics mengatakan Indonesia mengalami kemunduran dalam 4 tahun kebelakang, dari negara yang demokrasi menjadi negara yang cenderung otoriter. Hal tersebut senada dengan rilis The Economist awal Januari 2018 yang menyebutkan posisi Indonesia dalam Indek Demokrasi Dunia merosot tajam 20 peringkat dari perhitungan tahun sebelumnya. Penurunan indeks demokrasi tersebut tentunya menjadi noktah hitam bagi keberlangsungan demokrasi di Tanah Air.

Kemunduran demokrasi Indonesia setidaknya terjadi karena dua hal. Pertama, pemerintahan hari ini cenderung tidak sabar dan reaktif menyikapi permasalahan. Kedua, mencuatnya gerakan politik identitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari alasan pertama.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bak mata uang berbeda sisi, politik identitas menjadi semakin subur dikarenakan sikap pemerintah yang terkesan anti kritik, penggunaan hukum sebagai alat untuk menekan pihak yang berseberangan, dan kecenderungan menggunakan militer untuk misi politik. Hal tersebut memantik kemarahan dan gelombang anti pemerintahan berkuasa. Keseluruhan itu ditunjukkan dengan masifnya gerakan dengan tagar 2019 ganti presiden di seantaro negeri.

Pemerintah hari ini terkesan lebih mengejar pertumbuhan ekonomi berbiaya mahal (infrastruktur) dan menomor duakan pertumbuhan demokrasi. Akibatnya disisi yang lain, terjadi berbagai indikasi pelanggaran HAM, korupsi partai pengusung pemerintah yang merajalela, dan kebocoran anggaran.

Dampak dari itu semua adalah benturan sipil yang sulit dihindarkan. Pihak pendukung pemerintah dan pelaku politik identitas berebut saling ‘tabok’ berebut kunci NKRI. Mereka saling hujat dan serang untuk memastikan siapa yang paling baik dalam menjaga NKRI.

Pemerintah seharusnya bisa belajar kepada pemimpin-pemimpin sebelumnya dalam menjaga harmonisasi pertumbuhan ekonomi dan demokrasi. Demokrasi akan sulit terjadi apabila ketimpangan masih terjadi dan kemiskinan masih tinggi.

Ikuti tulisan menarik Amran lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler