x

Iklan

Rofiq al Fikri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengapa Jokowi Selalu Dikagumi dalam Forum Internasional?

Menjawab Pertanyaan Kenapa Jokowi Tidak Hadir di Beberapa Forum Internasional

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Oleh : Rofiq Al Fikri (Koordinator Jaringan Masyarakat Muslim Melayu / JAMMAL)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menjawab Pertanyaan Kenapa Jokowi Tidak Hadir di Beberapa Forum Internasional

 

Selepas KTT G-20 Argentina di mana kehadiran Indonesia diwakili oleh Wapres JK, penggiringan opini yang menyudutkan Jokowi mulai digencarkan. Dengan logika yang sangat menyedihkan, para pendukung Prabowo coba menghubungkan ketidakhadiran Jokowi disebabkan kapasitas Jokowi yang tidak diperhitungkan, bahkan Indonesia yang tidak memiliki pengaruh. Benarkah demikian?

 

Mungkin pendukung Prabowo terbiasa mengolah informasi menjadi kebohongan. Jokowi memang tidak hadir di KTT G-20 Argentina 2018. Namun, lupakah kita Jokowi hadir di KTT G-20 di Jerman tahun lalu? Bahkan Jokowi bertemu para kepala negara berpengaruh mulai dari AS, Perancis, Turki, dll. Tidak hanya itu, beberapa bulan lalu Jokowi pun membuat kagum pemimpin dunia di World Economic Forum ASEAN dengan pidatonya dengan tema “Avengers”.

 

Jika pun mereka membahas ketidakhadiran kepala negara dan diwakilkan oleh Wakilnya, tidak terhitung banyaknya kepala negara besar di dunia yang bertindak seperti itu. Namun, lebih dari itu, sebenarnya cara pandang kehadiran yang dijadikan rujukan utama adalah salah kaprah. Di atas kehadiran, yang terpenting adalah dampak dari kehadiran Indonesia (tidak harus Presiden) setelah forum tersebut, dan itu lah yang selama ini dilakukan Jokowi.

 

Masih teringat jelas di benak kita semua saat Pilpres 2014 lalu, di mana Presiden Jokowi saat kampanye selalu dicitrakan oleh para lawan politiknya sebagai sosok yang tidak memiliki kapasitas pemimpin dunia. Pembawaannya yang sederhana dan apa adanya dicitrakan oleh lawan Jokowi sebagai kekurangan Jokowi saat tampil di dunia internasional. Jokowi dianggap mereka akan membuat malu Indonesia di dunia internasional karena pembawaannya yang dianggap tidak tegas dan berwibawa. Namun, setelah 4 tahun menjabat apa yang terjadi?

 

Rasanya belum luntur kebanggaan kita sebagai warga Indonesia saat para pemimpin ekonomi dunia di depan forum resmi IMF-World Bank Meeting menyampaikan kekagumannya terhadap pidato Presiden Jokowi yang mereka anggap menaikan level sebuah pidato di forum resmi internasional.

 

 Selesai pidato, Jokowi diberi standing ovation (tepuk tangan beridiri tanda penghormatan tertinggi dalam sebuah forum), dan menurut ekonom Indonesia Miranda Goeltom, dari puluhan forum IMF-World Bank Meeting yang pernah diikuti, standing ovation kepada Jokowi adalah yang terlama, ia pun kagum.

 

Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menyebut “Pidato Presiden Jokowi luar biasa karena telah menaikan level pidato, waw”. Adapun Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim mengatakan, “saya rasa, setelah Pak Jokowi sudah tidak ada lagi dari kami yang memberi sambutan, karena semua pesannya sudah disampaikan oleh Presiden Jokowi dengan sangat baik”.

 

Belum lagi pujian dari para Dubes Denmark, Belanda, terhadap pidato Jokowi yang memang sangat kreatif, dengan tema film “Game Of Thrones” Jokowi menegur negara-negara besar di dunia yang tengah melakukan perang dagang yang menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi perekonomian befara lain.

 

Sejak 2014, Jokowi selalu distigmakan anti Islam, para pendukung Prabowo (khususnya PKS) yang selalu mengklaim membela Palestina kini pun seolah malu bukan kepalang. Di saat Presiden Jokowi dengan tegas membela kemerdekaan Palestina di berbagai forum dari mulai PBB hingga Interpol (Polisi Internasional). Lawan Jokowi, Prabowo justru mendukung pemindahan kedutaan Australia ke Yerusalem yang artinya mendukung penjajahan Israel terhadap Palestina. 

 

Untuk diketahui, di Forum Interpol, Kapolri Tito Karnavian atas perintah Jokowi memperjuangkan agar Kepolisian Palestina bisa diterima masuk sebagai anggota Interpol, setelah sebelumnya terus digagalkan. Berkat lobby Indonesia, di 2018 untuk pertama kalinya Kepolisian Palestina pun resmi menjadi bagian interpol. Keputusan penting yang tidak banyak orang tahu.

 

Pun di Forum PBB, bukti nyata penilaian dunia internasional terhadap kemampuan Indonesia dalam memperjuangkan perdamaian dunia di bawah rezim Presiden Jokowi terlihat nyata saat Indonesia terpilih menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB.

 

Tidak main-main posisi Anggota DK PBB itu adalah rebutan seluruh negara karena bisa menintervensi posisi dan penempatan pasukan keamanan dunia, dan Indonesia dengan lantang di forum internasional menyampaikan akan memperjuangkan kemerdekaan Palestina dengan kewenangan yang baru itu.

 

Presiden Jokowi pun di luar dugaan dengan sangat tegas dan konsisten berani menegur dan melawan setiap negara yang berencana memindahkan Kedubesnya ke Yerusalem. Jokowi yang selama ini difitnah antek asing oleh lawan politiknya bahkan berani melawan Presiden AS Donald Trump yang sangat rasis, membenci Islam dan mendukung penuh Israel.

 

Dengan kondisi seperti itu, pendukung Prabowo mulai sadar tidak mungkin rasanya menjual isu Jokowi anti Islam dengan isu Palestina karena Prabowo yang justru anti Palestina. Maka kini mereka coba mengalihkan isu bela saudara muslim ke Uighur di Cina, salah satu suku di Cina yang dianggap didiskriminasi oleh Pemerintah Cina.  

 

Mereka coba memframing, jika Jokowi tidak akan mampu membela Suku Uighur karena kedekatannya pemerintah Indonesia dengan Cina. Lagi-lagi sejak 2014 kita tahu bahkan Jokowi difitnah lawannya memiliki nama Cina yang sampai sekarang itu terbukti hoaks.

 

Terlepas dari persoalan Uighur di Cina adalah persoalan konflik etnis yang tidak sesederhana yang dibayangkan para pendukung Prabowo, pendukung Prabowo sedang menjalankan strategi menutup borok dengan menunjuk musuh. Ya, baru saja dengan jelas dan publik tahu jika Prabowo disumbang dana kampanye oleh Komunitas Tionghoa di Indonesia sebesar Rp 450 juta.

 

Bayangkan, Jokowi yang dianggap antek Cina selama ini hubungannya sebatas investasi dan bisnis resmi, sementara Prabowo betul-betul didukung dan dimodali oleh para pengusaha Cina agar menang dalam pertarungan politik.

 

Tidak ada makan siang gratis, dalam politik, ketika dana sudah diberiakan posisi sudah berhasil dimenangkan, maka donatur akan mampu menyetir si penerima sumbangan dan Prabowo yang sudah bersedia disetir Cina coba menutupinya dengan citra ia pemimpin yang kasar dan galak (bukan tegas).

 

Pendukung Prabowo juga berusaha menggiring opini bahwa hubungan Indonesia dengan sesama tetangga melayu muslimnya Malaysia semakin renggang karena Mahathir Mohammad, pemimpin muslim di sana menang dan tidak sejalan dengan Jokowi.

 

Suatu hal yang konyol karena bahkan seblum Mahathir terpilih kembali menjadi Perdana Menteri, di depan media CNN ia menyampaikan kekagumannya kepada Jokowi yang dinilai sebagai Presiden yang demokratis dan pemimpin dunia yang berani dan hebat. Saat terpilih menjadi PM, Mahathir pun memilih Indonesia sebagai negara di ASEAN yang dikunjunginya, karena pertimbangan Jokowi sebagai pemimpin di ASEAN yang paling berpengaruh.

 

Mahathir dan Jokowi pun sepakat untuk bersama – sama membela dan terus memperjuangkan hak muslim di Rohingya, Myanmar. Dengan konsistensi Presiden Jokowi untuk membela saudara muslim di dunia selama menjabat, Mahathir pun dengan sangat yakin dan mantap memilih Indonesia sebagai mitranya memperjuangkan isu tersebut.

 

Begitulah kehidupan di dunia, tegas bukan berarti harus keras, keras bukan berarti menjamin seseorang itu tegas, bahkan bisa saja lembek. Itulah contoh yang paling mewakili dalam melihat Jokowi dan Prabowo dalam hal kepemimpinan politik.

 

Jokowi yang tampil sederhana di berbagai forum internasional, ketegasannya diakui dan disegani dunia internasional karena Jokowi tegas dalam tindakan, kebijakan politik yang real. Sementara Prabowo, dengan penampilan yang garang bak macan lapar ternyata tidak pernah sedikitpun mendapat simpati dari dunia internasional.

 

Bahkan dunia Internasional melihat Prabowo adalah sosok yang bisa disetir. Cina, Australia, dan AS misalnya, mereka menaruh harapan kepada Prabowo di 2019 untuk bisa menjadi Presiden, sehingga ketiga negara itu bisa menyetir Presiden, lembaga negara tertinggi di negara ini untuk mengikuti kepentingan pribadi para bandar dan taipan dunia, yaitu mengeruk kekayaan Indonesia tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat.

Ikuti tulisan menarik Rofiq al Fikri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler