x

Iklan

Aditya Harlan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Demi Suara, Sandiaga Kok Dekati Kelompok Islam Radikal

Mulai dari blusukan, sowan ke para sesepuh, para ulama, dan tokoh masyarakat, dan lain sebagainya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Memasuki masa kampanye, berbagai kegiatan dilakukan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Mulai dari blusukan, sowan ke para sesepuh, para ulama, dan tokoh masyarakat, dan lain sebagainya. Ada Capres/Cawapres yang baru melakukan kegiatan blusukan ketika kampanye, ada juga yang memang sudah lama dan rutin melakukan kegiatan menyapa wong cilik di daerah-daerah. Ada Capres/Cawapres yang baru melakukan kegiatan sowan ke ulama, tokoh masyarakat, ziarah makam wali ketika kampanye, ada juga yang memang sudah lama dan rutin melakukan kegiatan silaturahmi.

Tentu kita sebagai masyarakat semestinya tahu, mana yang pencitraan, mana yang tenanan. Sandiaga Uno, pengusaha, insan bisnis, mana pernah kemarin-kemarin blusukan ke pasar tradisional. Sandi pernah berkata bahwa uang Rp 50 ribu tidak dapat apa-apa, ya iya lha wong Sandi belanja ke swalayan. Mana pernah Sandi ke pasar tradisional. Prabowo Subianto, orang yang sangat tegas dengan wartawan, suka menolak wawancara. Sehari-hari tinggal di puncak bukit Bojong Koneng, Jawa Barat, merawat kuda dan aset tanah hadiah miliknya. Mana pernah Prabowo sowan ke ulama. Baru-baru ini saja.

Umat Islam memang menjadi sasaran kampanye yang cukup empuk. Kubu Prabowo-Sandi yang tidak memiliki background Islam yang kuat, memaksakan diri untuk mencari dukungan dari tokoh-tokoh Islam dengan harapan memperoleh banyak suara dalam Pilpres 2019. Berkat lobi-lobi politiknya, Sandi akhirnya secara instan mendapat gelar ulama dari temannya sendiri sesama pemain politik. Padahal menyandang gelar ulama merupakan sebuah tanggung jawab moral yang besar. Bahkan Prof. Quraisy Syihab tidak mau disebut dirinya ulama karena sebutan ulama terlalu mulia baginya. Tak tahu malu Sandi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mau tak mau Sandi mulai bermanuver politik dengan mendekati ulama-ulama radikal. Kenapa ulama radikal? Karena Sandi tahu bahwa ulama garis lurus akan mendukung Kyai Ma’ruf di kubu Jokowi pada Pilpres mendatang. Ulama garis lurus pasti akan memilih orang yang benar-benar memiliki iman dan ilmu agama tinggi seperti Kyai Ma’ruf, bukan ulama instan Sandiaga Uno. Terlebih Sandi merupakan lulusan sekolah non muslim. Tanpa menyudutkan agama lain, tingkat keislaman dan keimanan Sandi patut dipertanyakan.

Ulama radikal yang kelompoknya mendapat penolakan dari sebagian umat Islam mulai mencari perlindungan dengan mengabdi pada pasangan Prabowo-Sandi. Salah satu caranya adalah nurut dan menjanjikan dukungan terhadap Sandi pada Pilpres 2019. Karena kelompok radikal tahu bahwa Sandi kurang dalam hal pendirian dan ilmu agama dan politik. Bahkan Sandi memberi hormat pada Ismail Yusanto, pentolan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kelompok radikal seperti HTI sudah merapat ke kubu Sandi guna mencari perlindungan karena telah dilarang oleh Pemerintah, dengan harapan jika nanti Sandi terpilih maka kelompok tersebut akan dilegalkan.

Manuver politik Sandi ini mendapat kritik dari sebagian besar masyarakat. Di mana pun, kelompok radikal tidak boleh berkembang bahkan ikut dalam urusan politik negara. Kelompok radikal yang tidak toleran akan menebarkan kebencian terhadap sesama umat. Hal ini sangat berlawanan dengan prinsip hidup Bangsa Indonesia yang mengedepankan toleransi dan menghargai perbedaan. Para pemimpin negara muslim dunia setelah berkunjung ke Indonesia selalu berpesan, “Jaga keberagaman ini”. Mereka tidak ingin Indonesia hancur seperti negara-negara Arab karena radikalisme dan intoleransi.

Ikuti tulisan menarik Aditya Harlan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler