x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Hikayat Kadiroen

Gagasan-gagasan kemerdekaan dari para pemuda di era Politik Etis dalam sebuah novel.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Hikayat Kadiroen

Penulis: Semaoen

Tahun Terbit: 2018

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Narasi dan Pustaka Promethea

Tebal: xii + 252

ISBN:  979-168-456-1
Membaca karya-karya sastra awal periode politik etis sampai dengan masa menjelang kemerdekaan sangatlah menarik. Ada dua kelompok sastrawan yang muncul pada era ini. Kelompok pertama adalah kelompok yang menerbitkan karyanya melalui penerbitan pemerintah Hindia Belanda, yaitu Balai Pustaka. Itulah sebabnya kelompok ini disebut sebagai kelompok Balai Pustaka. Selain para sastrawan yang menerbitkan karyanya melalui Balai Pustaka, ada pula sastrawan-sastrawan yang menerbitkan karyanya melali penerbit lain. Jika para sastrawan Balai Pustaka utamanya membawa pemikiran modern, mereka-mereka yang menerbitkan karyanya di luar Balai Pustaka umumnya membawa gagasan tentang kemerdekaan Indonesia. Sayang sekali, karya-karya mereka menghilang di era Orde Baru.

Ada beberapa nama yang bisa disebut di kelompok non Balai Pustaka ini. Misalnya Mas Marco Kartodikromo dengan “Student Hodjo” dan Semaoen dengan “Hikajat Kadiroen”. Kedua anak muda ini menulis novel untuk menggambarkan kesetaraan bangsa Indonesia dengan bangsa barat. Mereka juga mengecam para priyayi yang hanya peduli kepada kesejahteraan mereka sendiri daripada memperjuangkan bangsanya.

Hikayat Kadiroen ditulis oleh Semaoen saat beliau berada di penjara. Setelah mengalami pengeditan dan pernah terbit sebagai cerita bersambung di harian Sinar Hindia, novel ini diterbitkan pertama kami pada tahun 1920. Syukurlah kalau kita bisa menikmati ulang karya yang pernah menghilang ini.

Tokoh utama novel ini adalah Kadiroen. Kadiroen membangun kariernya di pemerintahan sebagai asisten mantri polisi. Prestasinya menonjol karena berhasil memecahkan masalah pencurian ayam milik pembesar Belanda dan kasus pencurian kerbau milik petani miskin. Hukum selalu berpihak kepada yang kaya dan tidak peduli kepada yang miskin. Karena prestasinya selalu meningkat, Kadiroen akhirnya menjadi asisten Patih.

Saat menjadi asisten patih inilah ia melihat bahwa cara-cara biasa tidak mungkin bisa menghilangkan kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat. Hanya dengan mengubah struktur masyarakat maka kemiskinan bisa diatasi. Kerja keras dan kerja benar saja tidaklah mencukupi. Ia menulis artikel di sebuah surat khabar dengan nama samara untuk memberikan usul kepada pemerintah. Namun tulisannya tersebut justru dianggap menghina pemerintah. Oleh sebab itu ia dikenai delik press. Alih-alih menyembunyikan diri, Kadiroen malah membuka kedoknya dan mengakui bahwa dialah penulis artikel tersebut. Akibat dari kasus tersebut, Kadiroen berhenti sebagai pamong praja dan beralik profesi menjadi wartawan. Sebagai wartawan dari surat kabar yang berafiliasi dengan partai tertentu, Kadiroen juga sekaligus menjadi kader partai.

Semaoen memasukkan pandangannya tentang sosialisme yang diyakininya melalui adegan rapat akbar. Pada bagian ini Semaoen menjelaskan mengapa cara-cara lama tak bisa dipakai untuk menyejahterakan rakyat. Sebab jaman sudah berubah. Perubahan cara berproduksi telah membuat rakyat menjadi kehilangan pekerjaan. Kekayaan menumpuk kepada mereka yang memiliki modal dan mesin. Cara untuk menyejahterakan rakyat adalah kalu rakyat berserikat. Dengan rakyat berserikat maka rakyat mempunyai posisi tawar kepada pemegang modal. Dalam bagian ini Semaoen juga menjawab berbagai pertanyaan tentang sosialisme dari para pemuka agama, priyayi dan pejabat pamong praja.

Gaya berkisah Semaoen tidaklah istimewa. Ia memakai plot kronologis yang lurus, tanpa ada kilas balik. Ia menggunakan kata-kata sederhana yang tidak berbunga-bunga. Ia dengan penuh keyakinan memasukkan pandangannya tentang bagaimana mengubah masyarakat Hindia Belanda supaya lebih sejahtera.

Semaoen membumbui kisahnya dengan memasukkan cerita percintaan antara Kadiroen dengan seorang gadis bernama Ardinah. Sayang sekali percintaan ini terhalang oleh nasip sang gadis yang harus tunduk kepada orangtuanya. Ia harus menikah dengan Kepala Desa dan menjadi istri kedua dari si kepala desa tersebut. Melalui kisah yang berliku, cerita Kadiroen ditutup dengan happy ending. Kadiroen menikah dengan gadis yang dicintainya. Mereka menikah di masjid.

Pada bagian penutup ini Semaoen jelas menghantam para priyayi. Ia menulis sebagai berikut: “Di antara para pembaca buku ini, barangkali ada yang bergelar raden ayu dan sudah menduga bahwa ibu Kadiroen akan berkata: "Ardinah seorang janda yang miskin mau menjadi menantuku? Tidak boleh!" Tetapi kalau pembaca putra-putri raden ayu itu, memang mengira begitu, maka sesungguhnya penulis cerita ini dengan segala hormat dan kerendahan mohon ampun beribu ampun, bahwa penulis akan membikin kecewanya praduga-praduga para pembaca yang bergelar raden ayu ini.”

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler